trustnews.id

Seni Mengelola Keuangan Daerah
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Syarifuddin

Seni Mengelola Keuangan Daerah

NASIONAL Rabu, 19 Februari 2020 - 07:18 WIB TN

Mencuatnya beberapa kasus pengelolaan keuangan daerah, menggambarkan pentingnya tata kelola keuangan yang baik. Kreativitas kepala daerah menjadi ukuran rakyat menikmati pembangunan.

Sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bondowoso soroti kurang optimalnya  pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Pemkab Bondowoso. Ini terkait penurunan RAPBD Bondowoso 2020.
Sementara itu, tata kelola dan pembangunan infrastruktur Kabupaten Garut dipertanyakan penggiat korupsi. Padahal, Kabupaten Garut merupakan pemenang penghargaan perencanaan terbaik. Namun, faktanya, banyak program yang dinilai amburadul.
Ada banyak kasus yang mencuat dalam pengelolaan keuangan daerah, dalam pandangan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Syarifuddin, menunjukkan begitu pentingnya pengelolaan keuangan daerah secara efektif, transparan, akuntabel dan dinikmati oleh seluruh anggota masyarakat. 
“Ilmu keuangan itu butuh jam terbang. Itu bukan ilmu yang bisa dipelajari satu bulan dua bulan. Kalau hitungan matematika itu gampang. Ketika bicara pengolahan keuangan dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah itu menjadi sebuah seni,” ujarnya kepada TrustNews.
Seni yang dimaksudkannya, bagaimana kepala daerah dalam membangun daerahnya dengan meminimalisir penggunaan APBD. Masalah klasik sebenarnya, postus APBD yang cekak dan adanya ketimpangan antara belanja pegawai dengan belanja langsung.  
“Persoalan klasik ketimpangan APBD, lalu bagaimana solusinya tergantung pintar-pintarnya kepala daerah dalam membuat terobosan dalam membangun daerahnya. APBD besar belum jadi jaminan bisa dinikmati rakyatnya,” ungkapnya. 
Terkait pengelolaan keuangan daerah, lanjutnya, pemerintah telah menerbitkan aturan baru tentang cara mengelola keuangan di daerah yang tertuang dalam PP No 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. “Sebenarnya, PP ini menyempurnakan pengaturan Pengelolaan Keuangan Daerah yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” tegasnya.
Beberapa perubahan mendasar yang merupakan dampak dari pelaksanaan PP 12 Tahun 2019, lanjutnya, berkenaan dengan Bagan Akun Standar (BAS) Daerah yang telah diselaraskan dengan BAS Pemerintah Pusat. 
Kemudian, kewajiban penyampaian informasi keuangan daerah dimana Pelaksana Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan bulanan dan semesteran untuk disampaikan kepada menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara, pemerintah provinsi melakukan konsolidasi laporan keuangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota di lingkup daerah provinsi, serta akan diberlakukannya sistem aplikasi yang terintegrasi yaitu Aplikasi Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD).
“Ada beberapa kepala daerah yang pola pikirnya sangat sederhana. Pokoknya uang, saya ingin bangun ini, tolong kepala dinas siapkan uangnya. Rupanya tidak begitu, ada prosesnya. Ini tantangan kita sebenarnya,” ujarnya. 
Tantangan yang dimaksudnya adalah mengubah pola pikir kepala daerah bahwa APBD itu bukan uang pribadi yang bisa digunakan tanpa melalui proses perencanaan dan dituangkan dalam dokumen perencanaan.
“Apa artinya diadakan Muresbang dan pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah  (RPJMD), kalau tiba-tiba dalam APBD lain lagi. Ini bukan perusahaan, begitu muncul dalam pikiran langsung dibikin. Tapi itu mungkin sebuah proses, bagaimana kita memberikan pemahaman kepada kepala daerah,” pungkasnya.(TN)