Rasio positif atau positivity rate Covid-19 Indonesia mencatatkan agka terendah sejak pandemi melanda pada 3 Maret 2020 silam.
Rasio positif atau positivity rate Covid-19 Indone- sia terus meluncur turun. Hanya berselang satu hari rasio positif harian hanya 2,14 persen per Senin (13/9). Angka ini didapat dari jumlah orang yang diperiksa sebanyak 120.529 orang dengan hanya 2.577 orang dinyatakan positif.
Satu hari sebelumnya, tepatnya (12/9), berada di 3,05 persen, di bawah angka ideal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 5 persen.
"Sejak catatan mingguan 30 Agustus hingga 5 September, angka positivity rate menurun menjadi 6,6 persen, dari pekan sebelumnya 12,1 persen," beber WHO dalam laporan mingguan yang dirilis 8 September 2021.
WHO juga mengungkap seluruh provinsi di Indonesia sudah mencapai minimal target testing 1 per 1.000 populasi sepekan, di 5 September.
Sebagai informasi, rasio positif menunjukkan tinggi-rendahnya penularan Covid-19 di sebuah wilayah.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito sebelumnya pernah mengumumkan rasio kasus positif dalam kurun waktu Agustus 2020-Mei 2021.
Berdasarkan kurun waktu tersebut, rekor rasio kasus positif terendah jika dihitung secara bulanan jatuh di Mei 2021 sebesar 11,3 persen.
Namun jika dilihat secara harian, rasio positif pernah menyentuh angka 7,7 per-sen di bulan Maret. Meski jika dihitung rata-rata bulanan di Maret sebesar 14,7 persen.
Rasio kasus positif sebelumnya sempat mencapai puncak pada Juli lalu. Tercatat beberapa kali rasio kasus positif harian mencapai lebih dari 30 persen.
Pada puncak kasus positif 15 Juli contohnya, tambahan sebanyak 56.767 kasus positif dalam sehari dengan rasio positif 30,6 persen.
Rasio kasus positif juga sempat berada di angka 32 persen pada 18 Juli. Saat itu kasus ditemukan sebanyak 44.721.
Puncak rasio tertinggi sebelumnya terjadi pada Desember 2020 dengan positivity rate 28,8 persen.
Penurunan angka positivity rate ini juga sempat disorot WHO dalam laporan mingguannya pada 8 September 2021.
Sejak catatan mingguan 30 Agustus hingga 5 September, angka positivity rate menurun menjadi 6,6 persen, dari pekan sebelumnya 12,1 persen," kata WHO dalam laporan mingguan tersebut.
Begitu cepatnya angka penurunan ini membuat Presiden Joko Widodo angkat bicara agar tidak terjadi euforia yang berlebihan. Hal itu dikemukakan presiden dalam rapat terbatas evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/9).
"Masyarakat harus sadar COVID-19 selalu mengintip, varian Delta selalu mengintip kita. Begitu lengah, bisa naik lagi," ujar Jokowi mengingatkan.
Juru bicara program vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan situasi pandemi secara nasional saat ini ada di level dua. Hanya ada dua provinsi yang kondisinya masih di level empat.
"Secara nasional saat ini kita berada di tingkat asesmen situasi level dua. Di mana pada bulan Juli lalu kita berada di level empat," kata Nadia dalam konferensi pers yang disiarkan kanal Youtube Forum Merdeka Barat 9, Rabu (8/9).
"Saat ini hanya tersisa dua provinsi yang masih berada di level empat, yaitu Provinsi Bali dan Provinsi Kalimantan Utara. Lainnya sudah berada pada level tiga dan dua," lanjutnya.
Nadia kembali mengingatkan agar masyarakat tetap waspada meski kondisi sudah membaik. Alasannya masih ada kemungkinan COVID-19 kembali melonjak bila orang-orang mulai lengah terhadap protokol kesehatan.
"Kita semua harus patuh untuk mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, mengurangi mobilitas, serta menghindari kerumunan. Jangan sungkan mengingatkan orang lain yang tidak taat protokol kesehatan demi keselamatan bersama," ujarnya.
Ketua Tim Peneliti Whole Genome Sequencing (WGS) dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dr Gunadi PhD, SpBA mengingatkan ancaman gelombang ketiga COVID-19 masih ada. Terlebih capaian program vaksinasi saat ini belum mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity.
"Masyarakat sebaiknya tidak lengah dan euforia terlalu dini, apalagi kemudian melonggarkan protokol kesehatan," pungkasnya. (TN)