Balai latihan kerja, tak hanya menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli dan kompeten. Tapi juga mengantongi sertifikasi dari Lembaga Seritifikasi Profesi.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) bidang pelatihan kerja dibawah naungan Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bandung atau yang sering dikenal BLK Bandung mengemban tugas sebagai pusat pengembangan pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja di bidang Teknik Manufaktur dan Teknik Otomotif.
Haryono, SE, Kepala Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bandung, menjelaskan, dalam menjalankan kegiatannya, BBPLK Bandung berpedoman pada Permenaker Nomor 08 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi.
"Mengacu pada Permenaker 08 tahun 2014, maka output dari pelatihan yang diselenggarakan BBPLK Bandung adalah penempatan baik melalui hubungan kerja pendidikan, peminatan), data workplace (infrastruktur, kapasitas, matching dengan program, instruktur, tenaga kepelatihan), data LSP (jenis skema, asesor)," tambahnya.
Kemudian, data-data tersebut digunakan untuk mendesain program pelatihan, learning material, matching skema sertifikasi yang merujuk kepada standar kompetensi yang ada baik SKKNI, SKKI, SKKK.
"Selanjutnya dilaksanakan pelatihan baik off the job (di Balai, Wrokplace) maupun on the job (di DUDI), yang tentunya juga memperhatikan ketersediaan sumber daya pelatihan, pemilihan sistem, metode penilaian dan selalu dilakukan monitoring dan evaluasi sebagai bahan perbaikan pada penyelenggaraan program selanjutnya," jelasnya.
Adapun untuk memastikan kualitas peserta pelatihan, Haryono mengatakan, dilakukan penjaminan mutu melalui pelaksanaan sertifikasi kompetensi oleh Lembaga Seritifikasi Profesi (LSP).
"BBPLK Bandung menggunakan LSP P2 BBPLK Bandung dalam melakukan sertifikasi. Tujuannya, hasil dari pelatihan diharapkan dapat menghasilkan SDM unggul dan kompeten sesuai kebutuhan pasar kerja untuk memehuni kebutuhan baik di dalam maupun luar negeri melalui usaha mandiri," tegasnya.
Hanya saja diakuinya, tantangan terberat yang dihadapi di lapangan lebih kepada masih sulitnya BBPLK melalukan koordinasi dengan DUDI dan stakeholders untuk bersama-sama merumuskan kebutuhan sesuai perkembangan pasar kerja.
"Semoga dengan dibentuknya forum komunikasi Lembaga pelatihan dan industri daerah (FKLPID) dapat lebih memudahkan dan mengotimalkan koordinasi, sinergi dan komunkasi dengan DUDI. sehingga informasi kebutuhan dapat kita dapatkan sebagai bahan mendesain program pelatihan vokasi," harapnya.
Selain itu, dalam rangka optimalisasi jejaring kelembagaan, diungkapkannya, BBPLK Bandung mendorong peran aktif FKLPID dan forum Skill Development Centre (SDC) di daerah.
"FKLPID dan SDC bisa menjadi wadah dan jembatan komunikasi antara semua stakeholders dalam penyiapan SDM berbasis kearifan lokal. Serta optimalisasi penempatan tenaga kerja baik Antar Kerja Lokal (AKL), Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Khusus (AKSUS)," ujarnya.
Haryono pun berharap, terkait pelatihan vokasi semoga semua stakholders baik pusat maupun daerah bisa lebih bersinergi baik dalam kebijakan maupun implementasi teknis. Sehingga semakin banyak masyarakat yang bisa mengakses pelatihan dan sertifikasi di Balai Latihan Kerja di Seluruh Indonesia.
"Selain itu ada penambahan supporting anggaran kegiatan pelatihan sehingga berdampak signifikan terhadap kebijakan pengurangan pengangguran di Tanah Air," pungkasnya. (TN)