trustnews.id

Langkah Indolakto Mendahului Zaman
Sonny Effendhi, Direktur Teknik dan Operasi Indolakto saat wawancara dengan TrustNews

Langkah Indolakto Mendahului Zaman

BISNIS Sabtu, 04 Mei 2019 - 05:37 WIB TN

Tiga tahun sebelum Indonesia mencanangkan Revolusi Industri 4.0, Indolakto sudah memulai di pabrik kawasan Purwosari, Jawa Timur. Digitalisasi hingga ke warung-warung kecil dan menggunakan produk ramah lingkungan.


Jauh sebelum pemerintah meluncurkan Making Indonesia 4.0, PT Indolakto produsen susu merk Indomilk, telah menerapkan teknologi 4.0 seperti digitalisasi dan otomatisasi  (advance robotics) di salah satu pabriknya di Purwosari, Provinsi Jawa Timur, dalam proses produksinya. 
Sonny Effendhi, Direktur Teknik dan Operasi Indolakto, mengungkapkan digitalisasi dan robotic digunakan untuk memproduksi melalui proses otomatisasi. Selain itu mendorong proses nilai dan kualitas produk dapat terjaga mutunya.
“Saat kami membangun pabrik di Purwosari tahun 2012 sudah menerapkan robotic hanya saja belum terkoneksi semuanya ke internet, seiring waktu ditambahkan Internet of Things (IoT) dan kustomisasinya hingga terkoneksi semuanya. Sejak 3 tahun lalu kami sudah memulainya dan sekarang untuk pabrik di Purwosari bisa diakses atau di kontrol dengan handphone," ujarnya kepada TrustNews.  
Dengan teknologi 4.0 lanjutnya, segala sesuatunya bisa dilakukan dengan cepat, bukan hanya dalam skala pabrikan, tapi juga masalah pendistribusian dan penjualan. Dalam artian, semua produk Indolakto yang didistribusikan melalui ritel waralaba saling terkoneksi, sehingga bila terjadi kekurangan stok akan mudah meminta ke supplier terdekat untuk mengantarkan barang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
“E-commerce tahap 1 urusan supply sudah dilakukan oleh mesin yang terkoneksi di setiap outlet waralaba, dimana setiap pembelian produk akan di-scan untuk dicatat pengurangan stok yang tersedia. Bila stok berkurang secara otomatis akan memerintahkan supplier untuk mengantarkan barang mulai dari jumlah stok yang diantar, jam pengantaran hingga rute yang dilalui,” paparnya.
Tahap berikutnya E-commerce untuk penjualan kepada customer yang bisa membeli barang cukup melalui handphone, kemudian barang akan diantar ke rumah atau alamat yang dimintakan. Tahap ini juga akan mengetahui produk mana yang laku dan tidak laku dipasaran
“Setiap produk baru akan terlihat setelah 100 hari masa penjualan bagaimana nilai penjualannya, dari situ akan diambil keputusan diteruskan produksinya atau tidak. Atau mencari jawaban mengapa tidak laku, setelah mengetahui masukan dari konsumen, kami olah sesuai yang diinginkan market,” tuturnya menegaskan akan manfaat digitalisasi dalam sebuah perusahaan.
Warung-warung tradisional pun tak luput dari sentuhan digitalisasi ala Indolakto, nantinya setiap warung akan memiliki Near field Communication (NfC). Hal ini didasari bahwa semua orang sudah memiliki smartphone, sehingga setiap produk Indolato yang terjual oleh pemilik warung ditempelkan (di-scan) ke NfC tersebut. Dengan begitu akan diketahui, produk apa saja yang terjual dan masuk dalam database.
“Kami misalkan kirim 1 juta pack ke beberapa toko dengan NfC akan diketahui produk apa saja yang laku dan jumlahnya berapa tiap produk yang terjual. Bahkan berdasar database akan diketahui produk mana saja yang laku dan kurang laku di bulan Ramadhan, tentu akan kami tambahkan atau kurangi pendistribusiannya berdasarkan catatan Ramadhan tahun lalu. Dengan tersistem akan mengurangi working capital untuk mendistribusikan produk dengan produk yang laku di satu periode tertentu,” paparnya.
Selain fokus dengan penerapan Industri 4.0, Indolakto juga konsen terhadap produk-produk yang menerapkan Forest Stewardship Council (FSC), pengelolaan hutan yang bertanggung jawab, dalam bentuk hanya membeli kertas (paper) yang berlogo FSC. Indolakto ingin berbisnis dengan cara yang benar dan keberadaan hutan tetap terjaga kelestariannya.
“Kami sudah menerapkan program bagaimana menurunkan komponen yang tidak bisa diserap alam, meski secara bertahap dengan mengembangkan produk tetrapack. Bahan kertas yang dibutuhkan harus memiliki logo FSC atau dengan kata lain pengusaha menebang pohon dan menanam satu pohon baru, sehingga produksi akan terus berputar tanpa takut kehilangan bahan baku dan produk yang Indolakto hasilkan tidak mencemari lingkungan,” pungkasnya.(TN)