TRUSTNEWS.ID,. - Perekonomian global yang melambat sebagai dampak dari masih berlarutnya konflik Rusia-Ukraina dan kondisi ekonomi AS yang masih berkutat pada upaya mendorong ekonomi domestiknya memberikan imbas bagi ekonomi dunia, termasuk Indonesia.
Meski aktivitas perdagangan global mengalami pelemahan, namun nilai ekspor Indonesia cenderung naik, dengan trend ekspor nonmigas 14,98 persen. Dan, tercatat, tahun 2022 nilai ekspor nonmigas Indonesia mencapai USD 275,9 miliar. Ini merupakan pencapaian tinggi dalam sejarah dan mengalami surplus sebesar USD 78,87 Miliar.
Bahkan, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2023 kembali mencatat surplus US$3,45 miliar. Surplus neraca perdagangan merupakan capaian selama 38 bulan secara berturut-turut sejak April 2020.
Didi Sumedi, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN), menyampaikan, semester I atau periode Januari hingga Juni 2023 kinerja ekspor Indonesia masih dikatakan “On the Track” dengan surplus Perdagangan mencapai USD 28,72 miliar.
"Walaupun mengalami penurunan sebesar 21,32 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, namun kami masih optimis pada semester II kinerja ekspor akan meningkat," ujar Didi Sumedi kepada TrustNews.
"Tentu bukan tanpa alasan mengapa kita Optimis. Kita melihat sejumlah negara sudah mulai pulih ekonominya dan kemungkinan konflik antar negara seperti halnya Rusia-Ukraina sangat kecil," tambahnya.
Tercatat, surplus perdagangan Indonesia dengan India pada Juni 2023 mencapai US$1,24 miliar, lebih tinggi dari surplus pada bulan sebelumnya yang sebesar US$818,7 juta.
Kemudian, surplus perdagangan Indonesia dengan AS sebesar US$1,18 miliar, juga meningkat dari surplus pada Mei 2023 yang sebesar US$1,06 miliar. Begitu juga, surplus perdagangan Indonesia dengan Filipina tercatat sebesar US$827,2 juta, meski lebih rendah dari surplus pada Mei 2023 yang mencapai US$839,1 juta.
Didi menjelaskan, produk Indonesia yang menjadi primadona ekspor, didominasi komoditas utama yakni kelapa sawit, batu bara, dan nikel, sedangkan untuk produk manufaktur disokong oleh kendaraan bermotor beserta suku cadangnya, kertas, dan Industri kimia.
"Tentu tidak hanya itu berdasarkan posisi permintaan di pasar global, produk-produk seperti teh, kopi, rempah-rempah, pakaian, alas kaki, produk elektronik, bahkan pesawat terbang sekalipun merupakan produk unggulan Indonesia yang terus kita jaga eksistensinya di pasar global," tegasnya.
Mengenai pasar utama, menurut Didi, masih didominasi oleh pasar Asia diantaranya adalah China (Market Share 23 persen), Amerika Serikat (10,21 persen), Jepang (8,41 persen), India (8,44 persen), dan Philipina (4,68 persen).
"Namun Ditjen PEN tidak hanya terpaku pada 5 Negara tujuan utama, kami senantiasa melakukan penetrasi ke berbagai negara dengan misi dagang dan promosi," ungkapnya.
Ditegaskan Didi, Ditjen PEN memprioritaskan untuk mendukung hilirisasi dan mengiplementasikannya dalam program kerja di masa yang akan datang, seperti pameran besar industri manufaktur, memasukkan produk hilirisasi sebagai pemenang penghargaan, dan space khusus di Trade Expo dan lain-lain.