TRUSTNEWS.ID - Setelah masa krisis COVID 19 usai, Indonesia masih dihadapkan berbagai macam tantangan eksternal, terutama volatilitas harga komoditas di pasar internasional. Volatilitas harga tersebut terjadi akibat perang antara Rusia dan Ukraina yang berpengaruh terhadap ekonomi domestik. Harga-harga kebutuhan pokok meningkat, yang juga dipengaruhi kenaikan harga di sektor energi.
“Sekarang setelah Covid mereda APBN dioptimalkan untuk membantu masyarakat agar segera pulih dari keterpurukan akibat pandemi dan tekanan gejolak ekonomi. Kebijakan relaksasi kepada pelaku usaha dan UMKM tetap diberlakukan walaupun untuk subsidi bunga dan marginnya perlahan dilakukan penyesuaian tapi kemudian tetap dioptimalkan subsidi dari sisi KUR dan Pembiayaan Ultra Mikro,” jelas Heru Pudyo Nugroho, S.E., M.B.A, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Dirjen) Provinsi Jawa Barat Direktorat Jenderal Perbendaharaan kepada Trustnews dalam kesempatan wawancara khusus.
Plafon kredit ultra mikro diperlebar, dari semula para pelaku usaha ultra mikro bisa mengajukan maksimal Rp10 juta kini bisa mengajukan plafon kredit hingga Rp20 juta dengan bunga sangat rendah dan persyaratan ringan. Pasca pandemi APBN juga Kembali dioptimalkan untuk agenda prioritas seperti penurunan kemiskinan ekstrem, penurunan angka stunting, pengendalian inflasi, penguatan dari sisi infrastruktur dasar ditambah berbagai macam skema pemulihan ekonomi masyarakat melalui padat karya dan sebagainya.
Di tahun 2023, Kanwil Dirjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat mengelola APBN sebesar Rp115,5 triliun. Meliputi Rp46,4 triliun belanja di alokasikan ke kementerian/lembaga, kemudian Rp69,1 triliun dialokasikan kepada pemerintah daerah dengan skema transfer ke daerah termasuk dana desa (TKDD). Di tahun 2023 ini seluruh komponen dana transfer ke daerah (TKDD) disalurkan oleh seluruh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang ada di indonesia, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat melalui 12 KPPN bertugas menyalurkan Rp69,1 trliun pencairan dana transfer ke daerah termasuk dana desa.
Dijelaskan Heru, untuk dana sebesar Rp46,4 Triliun tadi yang dialokasikan untuk kementerian dan lembaga dikelola unit vertikal K/L yang ada di Jawa Barat. Literasi pengelolaan keuangan untuk satuan kementerian lembaga relatif tinggi karena terbiasa mengelola dana APBN intens berinteraksi dengan kanwil ataupun KPPN sebagai kantor bayar. Tinggal bagaimana pihaknya berupaya supaya indikator kinerja pelaksanaan anggaran terus meningkat dari waktu ke waktu. Di sisi lain ada tugas baru untuk mengelola dan menyalurkan keseluruhan skema transfer ke daerah termasuk dana desa ke seluruh pemda provinsi dan kabupaten/kota. Kabupaten kota di Jawa Barat ada 29, 1 provinsi 28 kab/kota, tentunya mempunyai tantangan tersendiri.
Selain sebagai bendahara umum negara Kanwil juga ditugasi sebagai regional chief economist (RCE) dan financial advisor (FA). Tugas sebagai RCE menuntut agar Kanwil DJPb dapat mendeliver kebijakan fiskal dengan baik, meng-capture isu-isu yang berkembang di daerah terkait pengelolaan fiskal dan memberikan insight terkait pengelolaan Keuangan Negara kepada stakeholder. Dalam perspektif memberikan insight, maka peran sebagai financial advisor ini terus didorong sehingga literasi tata kelola keuangan negara yang akuntabel, transparan, efektif, efisien sesuai ketentuan perundangan ini terus disinergikan dan sosialisasikan dengan pemerintah daerah.
“Dengan adanya pengelolaan keseluruhan skema transfer kedaerah, relasi kita dengan pemerintahan daerah juga semakin erat dan dekat sehingga memudahkan kita untuk melakukan edukasi bagaimana mengelola keuangan negara yang lebih baik, walau disisi lain ekspektasi stakeholder terhadap Kanwil DJPb sebagai problem solver juga meningkat ” kata Heru.
Namun demikian, menurut Heru, Menteri Keuangan Sri Mulyani selalu menegaskan, setiap kantor wilayah (Kanwil) dapat menjalankan tugas bukan hanya sebagai kasir yang menyalurkan uang tapi juga harus mengobservasi sejauhmana uang itu mengalir dan menjadi apa, outputnya seperti apa, incomenya seperti apa? “Di tugas baru ini kita diminta untuk memiliki fiskal leadership yang tentunya membutuhkan peningkatan kapasitas SDM dengan kemampuan shifting dari layanan yang bersifat transaksional menjadi layanan yang bersifat analitikal dan bersifat advisory, guna melakukan pembantuan pengelolaan keuangan kepada stakeholder di daerah,” sergahnya.
Dengan adanya tugas baru tadi, lanjut Heru, jelas menjadi tantangan baru bagi seluruh insan Kanwil Dirjen Perbendaharaan Jawa Barat. Pihaknya dituntut bukan hanya menyalurkan tapi juga mengasistensi, advisory pemda supaya mengelola keuangan yang baik. Ini berarti Heru harus mempersiapkan SDM dengan maksimal. Sebab bagaimana mau mengajari steakholder kalau kita sendiri tidak memiliki pemahaman yang baik untuk asistensi pendampingan untuk dia.
Selain itu juga pihaknya dituntut untuk mampu menganalisis seperti apa output dan outcome yang diberikan dengan dana yang telah dikeluarkan. Dan tantangan eksternalnya, bagaimana membantu mengoptimalkan peran APBN menghadapi gejolak perekonomian global yang tidak menentu. Apalagi sekarang kalau bicara mengenai ekspor, Jawa Barat sedang mengalami penurunan di sektor manufaktur akibat penurunan demand dari negara-negara tujuan ekspor.
“Untuk ini kita diminta untuk aktif memberikan kontribusi masukan-masukan seperti apa yang bisa dibantu dari sisi peran APBN agar ekonomi di Jawa Barat tetap bisa stabil di tengah gejala global tadi. Misalkan dengan kebijakan insentif dari sisi perpajakan, bea masuk, bea keluar, pemberantasan perdagangan illegal dan lain sebagainya,” terang Heru meyakinkan.