Perjalanan pengacara kontroversial satu ini terbilang lengkap lulus sebagai guru agama, mencecap empuknya kursi DPRD, merasakan dinginnya penjara dan tetap berada di barisan atas pengacara dengan bayaran termahal di Indonesia. Pengacara yang senantiasa gelisah melihat penegakan hukum.
Razman Arif Nasution hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat ditanya soal perkembangan kasus dugaan korupsi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkar) Kota Depok. Kasus yang mencuat di April lalu ini, bermula dari laporan anggota Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelematan Kota Depok, Sandi Butar-Butar atas dugaan korupsi Damkar Depok ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, pada 29 Maret 2021.
Sejak pertama kali bergulir dan ditangani, Kejari Depok telah menggali keterangan dari sekitar 60 orang, termasuk di antaranya Kepala Dinas Gandara Budiana yang sudah beberapa kali dimintai keterangan, 2 kepala bidang, kepala seksi, bendahara, staf surat menyurat, kontraktor, staf ASN BKD Depok, serta 30-an tenaga honorer pada dinas tersebut.
Meski begitu tak juga berhujung pada penetapan tersangka hingga saat ini. Kondisi itulah yang membuat pengacara kontroversial ini hanya bisa menghela nafas dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sudah 4 bulan belum ditemukan siapa tersangkanya," ujar Razman kepada TrustNews.
Dirinya mencium konflik kepentingan dalam kasus yang menyita perhatian masyarakat ini sangat tinggi. Bahkan dalam banyak kasus korupsi, konflik kepentingan kerap muncul sebagai upaya melindungi dalam proses penyidikan.
Untuk membuktikan bahwa tidak ada konflik kepentingan dalam kasus tersebut, lanjut Razman, penegak hukum secepatnya mengungkap kasus ini dan menetapkan tersangkanya.
"Pelapornya ada bahkan sudah ada pengakuan bendahara bahwa ada pemotongan, termasuk soal PDL dan honor, tapi tersangkanya belum juga diputuskan," katanya.
"Masyarakat tentu bertanya ada apa ini, kok berbulan-bulan belum juga ada titik terang. Kalau memang tidak ada konflik kepentingan, saya rasa tidak selambat ini dan saya akan terus bersuara sampai ada kejelasan," ungkapnya.
Lahir di Singkuang, Mandailing Natal, 8 September 1970, Razman menyelesaikan sekolah dasar di SD Singkuang Mandailing Natal tahun 1984. Kemudian melanjutkan ke MTsN Padang Sidempuan hingga lulus tahun 1987 dan PGA Negeri Padang Sidempuan tahun 1990.
Meski tersohor sebagai pengacara kontroversial, Razman muda justru bercita-cita menjadi tenaga pendidik (guru) agama Islam. Ini terlihat dari fakultas yang diambilnya saat melanjutkan pendidikannya di Fakultas Tarbiyah di Universitas Islam Sumatera Utara, 1995 dan menjadi dosen di universitas tersebut.
Naluri belajarnya tak berhenti di sarjana agama (S.Ag), Razman pun menyelesaikan program magister di Universitas Sains Malaysia dan program doktoral di Universitas 30 September, Indonesia, 2017.
Lompatan Razman berikutnya yakni panggung politik dengan pencapaian sebagai anggota DPRD Kabupaten Mandailing Natal selama dua periode yakni1999-2004 dan 2004-2009. Uniknya, di dua periode itu, Razman lolos dengan dua partai politik yang beda yakni Golkar dan PKB.
Bahkan, Razman pernah tercatat sebagai wartawan selama enam tahun (1992-1998) di Harian Medan Pos dan Majalah Detektif Spionase.
Dalam dunia berperkara, mulut Razman terkenal pedas dan nyelekit, bikin panas lawan. Dia tak segan untuk berhadap-hadapan dalam melakukan pembelaan. Saat menjadi kuasa hukum warga Kalijodo, misalnya. Razman tak hanya menuding aparat kepolisian dan TNI tidak bertugas dengan semestinya.
Razman bersama puluhan warga Kalijodo 'menggerebek' 3 polisi yang kedapatan tengah tidur di salah satu kafe. Kemudian polisi Shabara Polda Metro Jaya tersebut 'habis' diomelinnya, meski diakui Razman bahwa dirinya tidak mempunyai hak menegur petugas polisi yang lalai.
Si anak Singkuang ini pun mengaku pernah mendapat ancaman penembakan saat menjadi kuasa hukum kasus korupsi Gubernur Sumatera Utara. Menyoal ancam-mengancam soal keselamatan diri dan keluarganya, juga bukan barang baru baginya.
Dia juga mengaku mengalami hal yang sama saat memutuskan mundur dari posisi Ketua Advokasi dan Hukum Partai Demokrat kubu pimpinan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
"Banyak juga yang telpon saat tahu saya mundur. Ada juga yang mengingatkan jangan mundur karena berisiko bagi keselamatan saya dan keluarga," akunya.
Kasus hukum lain yang ditanganinya mulai dari kuasa hukum almarhum Sutan Bhatoegana ketika menggugat praperadilan KPK.
DPRD DKI Jakarta resmi menunjuk Razman Arif Nasution sebagai kuasa hukum untuk menggugat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atas beberapa tuduhan, salah satunya ialah pemalsuan dokumen APBD DKI 2015.
Razman juga tercatat menjadi kuasa hukum Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam praperadilan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan status tersangka Budi tak sah.
Razman juga pernah menjadi pengacara untuk Farhat Abbas ketika bersiteru dengan Ahmad Dhani. Ia juga pernah menangani kasus dugaan makar oleh Sri Bintang Pamungkas.
Teranyar dan bikin geger jagat dunia Maya, saat Razman tampil membela DR Richard Lee yang dinilai ditangkap secara paksa oleh pihak kepolisian.
"Saya bertanggung jawab moral karena itu, dan sangat-sangat melihat surat penangkapan ini tidak etis. Karena kasus receh ini disemena-mena seperti ini," kata Razman.
Razman berpandangan polisi tidak memiliki dasar atas penangkapan dan penetapan tersangka Richard Lee. Alasannya yang menguatkannya, Richard Lee sendiri belum diperiksa polisi hingga ditangkap di kasus tersebut.
Hanya saja, Razman pernah tersandung kasus penganiayaan terhadap keponakannya saat dirinya menjabat sebagai anggota DPRD di 2006 silam dan mendapat hukuman 3 bulan penjara di LP Cinipang pada 2015.
Boleh dibilang perjalanan hidup Razman terbilang lengkap. Lulus sebagai guru agama, mencecap empuknya kursi DPRD, laris sebagai pengacara dalam berbagai kasus besar, merasakan dinginnya penjara dan tetap berada di barisan atas pengacara dengan bayaran termahal di Indonesia. Termasuk pula, sebagai salah satu juru bicara tim pemenangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.
Razman mengaku bahwa apa yang dilakukannya bukan sekedar ingin gagah-gagahan atau ingin terlihat garang secara psikologis tentu bermaksud menjatuhkan mental lawan. Suara kerasnya terhadap lembaga Kepolisian, Kejaksaan dan KPK, karena dia ingin ketiga lembaga tersebut berjalan di atas koridornya.
"Saya ini jubirnya Jokowi- Ma'ruf Amin Pilpres 2019. Saya tahu betul visi misi beliau, platform perjuangan beliau dan tata cara penegakan hukum yang ingin ditegakkan beliau," tuturnya.
"Setiap calon apakah itu Kapolri, Panglima TNI atau Ketua KPK melalui proses fit and proper test di DPR. Mereka dicari mana yang terbaik dan mampu memberikan perbaikan untuk negara ini. Namun yang terjadi sebaliknya, rakyat malah curiga dan ragu terhadap penegakan hukum di negara ini," paparnya.
"Kondisi inilah yang saya terus teriakkan. Biar mereka itu pada dengar dan mengerti bahwa ada ketidakbenaran yang tengah terjadi. Jujur capek juga teriak-teriak terus," ujarnya.
"Ada yang bilang saya hanya cari sensasi biar jadi terkenal. Saya sudah terkenal lho. Saya teriak itu hanya ingin bilang, “pak Presiden, pak Kapolri, pak Panglima TNI, pak Kejaksaan Agung, pak Ketua KPK ayo dong betul-betul mengawal tupoksinya". Ini yang terus Razman teriakkan," tuturnya.
Tupoksi yang dimaksud Razman adalah mengembalikan lembaga-lembaga tersebut pada marwahnya sebagai pengawal hukum di negara ini.
"Jaksa tugasnya cukup sebagai penuntut. Polisi cukup mengurus masalah pidana umum. Untuk urusan korupsi serahkan ke KPK," ujarnya.
Pengembalian tupoksi ini, lanjut Razman, bisa meminimalisir adanya konflik kepentingan dalam penegakan hukum, khususnya korupsi. "Mereka semua duduk dalam satu tikar," ujarnya.
"Di KPK itu ada dari kepolisian dan kejaksaan. Misalnya, kalau di KPK itu ada satu kasus kemudian kuasa hukumnya melakukan pra peradilan, mereka langsung kerja cepat dan keluar P21 (Hasil Penyidikan sudah Lengkap). Ini ada apa sebenarnya," ungkapnya.
"Kalau lembaga penegak hukum sudah duduk satu tikar atau tidur di ranjang yang sama dengan lembaga penegak hukum lainnya itu berbahaya, karena tidak ada yang mengontrolnya dan akhirnya tergantung kita mempercayainya seperti apa," papar Razman mengungkap kegelisahannya selama ini terhadap penegakan hukum di negeri ini.
“Ini hanya terobosan pemikiran Razman Nasution. Sebuah terobosan hukum agar tidak ada lagi kasus dugaan korupsi ada yang jalannya cepat dan ada yang jalannya lelet kayak siput. Hanya karena konflik kepentingan yang jauh lebih besar dalam sebuah kasus," pungkasnya. (TN)