trustnews.id

BPD GINSI Jawa Tengah PERLONGGAR IZIN UNTUK IMPORTIR DI JAWA TENGAH
Budiatmoko Ketua BPD GINSI Jawa Tengah

Wabah Virus Corona menyebar ke berbagai penjuru dunia dengan sangat cepat. Dampaknya, memukul kegiatan perekonomian global, termasuk lalu lintas perdagangan internasional.

Terhambatnya kegiatan ekspor impor menyebabkan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan penutupan sejumlah bisnis. Ketika bisnis kehilangan pendapatan, pengangguran cenderung meningkat tajam. Dampak ini akan terus terasa selama adanya pembatasan pergerakan orang dan kegiatan ekonomi, serta tergantung pada respons dari otoritas-otoritas keuangan nasional.

Penurunan tajam dalam pengeluaran konsumen di Uni Eropa dan Amerika Serikat sempat menyurutkan impor barang-barang konsumsi dari negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang, terutama yang bergantung pada pariwisata dan ekspor komoditas, menghadapi risiko ekonomi yang meningkat. Produksi manufaktur global mengalami penurunan secara signifikan.

Untuk mengatasi mandeknya kegiatan ekonomi banyak negara melakukan kebijaksanaan “new normal”. Sehingga pemulihan kegiatan ekonomi kembali bergeliat walaupun tidak serta merta kembali seperti sebelum adanya pandemi.

Namun untuk mewujudkan harapan itu, jalannya tidak terlalu mulus. Satu diantaranya bisa dilihat dari aturan pemerintah yang saat ini menetapkan beberapa syarat pembebasan bea masuk barang impor kembali. Untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk ini, importir harus mengajukan permohonan kepada menteri melalui kepala kantor pabean di tempat pemasukan barang dengan melampirkan dokumen pendukung.

Dokumen pendukung itu, seperti dokumen ekspor, nilai barang, spesifikasi atau identitas barang, tujuan pengiriman barang ekspor, dan surat pernyataan dari importir yang menyatakan bahwa barang impor kembali merupakan barang yang sama dengan barang yang telah diekspor.

Lalu, dokumen pengangkatan pada saat ekspor, invoice, serta dokumen dari pihak terkait di luar daerah pabean yang menjelaskan barang itu dilakukan impor kembali.

Selain itu, importir juga harus melampirkan identitas, rincian jenis, jumlah, spesifikasi, identitas, dan perkiraan nilai barang yang dimintakan pembebasan bea masuk, serta tujuan barang ekspor. Selanjutnya, kantor pabean tempat pengeluaran barang ekspor, serta nomor dan tanggal pemberitahuan pabean ekspor atau bukti ekspor.

Secara tidak langsung, banyak aturan yang membelit para importir. Mereka mengeluhkan kebijakan yang ditetapkan pemerintah, khususnya terkait masalah perizinan ini. “Kebijakan pemerintah terkait perizinan bagi para importir harus dipermudah. Karena apa yang dilakukan para importir ini justru parameternya cenderung untuk melindungi pergerakan industri di dalam negeri,” tegas Budiatmoko, Ketua BPD Gabungan Importir Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Tengah kepada Trustnews.

Pemerintah dinilai jangan terlalu alergi terhadap aktivitas impor di era pandemi seperti sekarang. Sebab langkah para importir ini semata-mata demi kepentingan masyarakat. Impor dilakukan karena kebutuhan barang yang ada tidak bisa dicover di dalam negeri. Disisi lain, secara kuantitas, jumlahnya juga tidak terlalu banyak. Aktivitas para pelaku impor ini hanya mendatangkan bahan baku, untuk bisa diolah sebagai bahan jadi. Langkah ini, kalau dilihat lebih dalam justru membantu pemerintah dalam menggerakkan perekonomian dan pembangun bangsa.

“Ada bea masuk yang merupakan pemasukan bagi pertumbuhan ekonomi dan juga menunjang pembangunan,” tambah Budiatmoko.

Di Jawa Tengah sendiri, lanjut Budiatmoko, urgensinya hanya membutuhkan bahan baku impor dengan kuantitas sekitar 90 % dan untuk kebutuhan barang jadi hanya 10% dalam menunjang pergerakan industri tekstil di wilayah tersebut. “Kami bisa memahami saat ini masih dalam kondisi pandemi, tapi aturan untuk impor janganlah terlalu ketat. Sebab ketatnya aturan yang diberlakukan dalam impor akan mengganggu pertumbuhan perekonomian, khususnya di wilayah Jawa Tengah,” imbuhnya.

Diakui Budiatmoko, pendataan oleh pemerintah terhadap kebutuhan impor sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Namun untuk kajiannya masih sangat lemah, khususnya dalam mengkaji kebutuhan urgensi di wilayah Jawa Tengah dalam mendorong roda perekonomian setempat. Saat ini, urgensi kebutuhan bagi Jawa Tengah adalah komoditas hortikultura.

Budiatmoko dan jajarannya sudah mengkomunikasikannya secara langsung, baik kepada pihak Karantina maupun Gubernur Jawa Tengah, agar ditindaklanjuti hingga ke kementerian terkait. Langkah ini perlu dilakukan untuk mengkaji lebih dalam agar komoditas hortikultura bisa masih ke Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah.

“Selama ini untuk komoditas hortikultura baru masuk di wilayah Medan dan Jakarta, belum masuk ke wilayah Jawa Tengah,” tutupnya.(TN)