trustnews.id

Mengejar Progres Transformasi Kesehatan Yang Sempat Tertinggal
istimewa

Mekipun sudah kehilangan waktu, Kementerian Kesehatan tetap tidak mau kehilangan momen dengan melakukan akselerasi agar capaian-capaian yang sempat tertinggal bisa diraih dengan baik.

 

“Pak Menteri membuat program transformasi kesehatan dengan 6 pilar (layanan primer, sekunder, sumber daya, pembiayaan, teknologi dan informasi) dan program tersebut harus didukung dengan transformasi internal, “ ujar dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik kepada Trustnews.

 

Satu di antara transformasi kesehatan yang menjadi perhatian Kementerian Kesehatan, terkait pemerataan infrastruktur kesehatan, khususnya dalam upaya mengedepankan peran (Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu) di daerah-daerah terpencil. Di tahun 2023 Kementerian Kesehatan menargetkan kehadiran Posyandu sebanyak 127.033 Posyandu, dan 2024 ditargetkan mencapai 81.512 Posyandu yang memiliki antropometri kit.

Manfaat kehadiran Posyandu ini erat kaitannya dengan keahlian sumber daya manusia di dalamnya. Untuk itu, Kementerian Kesehatan melakukan pelatihan pemantauan pertumbuhan, yang didalamnya melibatkan tenaga terlatih dari Puskesmas. Hal ini urgent dilakukan mengingat total kebutuhan antropometri di Indonesia sebanyak 313.737 dari jumlah Posyandu 303.416 dan yang ditargetkan akan terpenuhi pada 2024. Pada 2019, baru 25.177 Puskesmas memiliki antropometri kit dan 2020 sebanyak 1.823 Posyandu. Sedangkan 2021 sebanyak 16.936 Posyandu dan 2022 berjumlah 34.256 Posyandu.

 

Menurut Nadia Pemeriksaan pengukuran bayi terstandar menggunakan antropometri di seluruh Posyandu di Indonesia, dilakukan setelah kelahiran. “Sekaligus kita bisa pastikan perlambatan pertambahan berat badan bisa dideteksi lebih cepat sehingga tidak terjadi malnutrisi kronik yang akhirnya menjadi stunting,” ungkapnya.

 

Diakui Nadia, untuk memuluskan program tersebut dibutuhkan dukungan sejumlah pihak. Di antaranya Kementerian Dalam Negeri sebagai pemilik Fasilitas Kesehatan (Faskes) daerah, sedangkan advokasinya harus melalui pemerintah daerah, sebab Sebagian besar alokasi dana faskes ini berasal dari pemerintah daerah. “Sinergi ini kita lakukan agar semua berjalan sesuai dengan master plan dan soft program kita,” tambah Nadia.