TRUSTNEWS.ID - Perkembangan jumlah koperasi di Jawa Tengah menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Apabila pada tahun 2020 terdapat 19.447 koperasi, maka pada tahun 2021 di tengah pandemi Covid-19 jumlahnya mampu tumbuh 6,84 % menjadi 20.777 koperasi atau bertambah 1.330 koperasi.
Jumlah koperasi kembali bertambah 241 di 2022 menjadi 21.018 koperasi (1,16 %) dan pada triwulan III tahun 2023 telah menjadi 21.269 koperasi dengan 9.604 merupakan koperasi aktif (45,15%). Khusus untuk Koperasi Provinsi, pada tahun 2020 berjumlah 898 koperasi dan meningkat menjadi 995 koperasi (10,80%) di tahun 2021 (pandemi Covid-19). Untuk tahun 2022 tidak terjadi peningkatan jumlah koperasi sehingga jumlah koperasi provinsi tetap berada di angka 995 koperasi.
Sedangkan untuk kinerja usaha koperasi, pada tahun 2020 jumlah aset koperasi tercatat Rp 72.426.608 juta dan omzet Rp 73.880.593 juta. Pada masa pandemi Covid-19, terdapat penurunan aset koperasi menjadi Rp 47.376.468 juta dan omzet koperasi Rp 54.085.857 juta di tahun 2021.
Pada tahun 2022, terjadi penurunan aset koperasi menjadi Rp 32.523.988 juta namun jumlah omzet meningkat menjadi Rp 55.019.215 juta. Adapun untuk penyerapan tenaga kerja, di tahun 2020 jumlah tenaga kerja koperasi berjumlah 191.627 orang dan jumlah anggota koperasi 8.203.198 orang.
Penurunan mulai terjadi saat pandemi Covid-19 dengan jumlah tenaga kerja 124.434 orang dan 7.999.887 orang pada tahun 2021. Di tahun 2022 terjadi penurunan kembali jumlah tenaga kerja menjadi 104.772 orang dan jumlah anggota koperasi 6.371.146 orang.
Sementara UMKM binaan di Jawa Tengah terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, jumlah UMKM berjumlah 167.391 unit dan meningkat 173.431 unit di tahun 2021. Peningkatan tersebut meningkat dari tahun ke tahun dengan peningkatan tahun 2022 sebesar 180.579 unit dan pada triwulan III 2023 menjadi 185.258 unit. Dengan jumlah UMKM Binaan yang terus meningkat tersebut, penyerapan tenaga kerja juga terus meningkat.
Di tahun 2020, jumlah UMKM binaan sejumlah 1.298.007 unit, tahun 2021 sejumlah 1.311.015 unit, dan tahun 2022 sebesar 1.330.343 unit. Peningkatan tersebut menyumbang kinerja dalam peningkatan omzet dan aset UMKM binaan yang terus meningkat. Tercatat, di tahun 2020 jumlah aset sebesar Rp 38,353 milyar dan omzet sebesar Rp 67.087 milyar.
Pada masa pandemi Covid-19 kinerja UMKM binaan tergolong baik, kinerja aset tercatat 38,521 milyar dan omzet 68,242 milyar. Peningkatan tersebut terus terjadi hingga tahun 2022 dengan aset 38.898 dan omzet 68.581. Edy Bramantyo Kepala Dinas Koperasi UMKM Provinsi Jawa Tengah , mengatakan, mengacu pada data BPS, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan III 2023 tumbuh 1,03 % (q-to-q) dari triwulan sebelumnya dan mencatatkan angkat 4,93% (y-to-y). Peningkatan tersebut didominasi oleh Industri Pengolahan (33,74%); Perdagangan Besar dan Eceran (13,58%); serta Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (13,55%).
"Mengacu pada 3 sektor dengan kontribusi tersebut, Koperasi dan UMKM di Jawa Tengah juga turut menjadi bagian yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya di Jawa Tengah," ujar Edy Bramantyo kepada TrustNews.
"Di Jawa Tengah sendiri mayoritas sektor usaha UMKM dan koperasi ada di sektor pengolahan. Komoditi yang dihasilkan meliputi makanan dan minuman, pakaian, serta olahan kerajinan. Komoditi tersebut turut serta menyumbang terhadap perkembangan ekonomi kreatif di Jawa Tengah pada sektor Kuliner, Kriya, dan Fashion," paparnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, menurutnya, tantangan pemberdayaan Koperasi dan UMKM teruslah berkembang. Indikator keberhasilan Koperasi dan UMKM sendiri turut serta mengikuti tantangan-tantangan baru di mana pola pengembangan usaha turut serta berubah.
Adapun indikator keberhasilan koperasi dapat diukur melalui peningkatan Koperasi Modern yang diukur dengan 3 (tiga) pilar. Pilar pertama adalah Kelembagaan dengan kriteria pendaftaran anggota berbasis elektronik, manajemen profesional, serta RAT Online. Pilar kedua adalah usaha di mana orientasi usaha telah berbasis hulu ke hilir, memanfaatkan teknologi digital, serta telah memiliki offtaker (pasar). Pilar ketiga adalah Keuangan di mana standar akuntansi telah transparan dan akuntabel.
Sedangkan indikator keberhasilan UMKM bisa diukur melalui upaya transformasi digitalisasi mengingat pola perilaku konsumen yang terus berkembang ke ranah digital. Adanya wabah pandemi Covid-19 telah membuktikan bahwa pemanfaatan digitalisasi telah mampu menjawab permasalahan usaha bagi UMKM dari hulu ke hilir meski di tengah kondisi yang kurang menguntungkan.
"Aspek yang perlu diperhatikan meliputi peningkatan SDM pelaku usaha, perbaikan proses bisnis pelaku usaha UMKM, serta penyiapan rantai pasok distribusi produk UKM," pungkasnya. (TN)