TRUSTNEWS.ID,. - Memiliki potensi sebesar 23.766 megawatt (MW) dengan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebesar 2.286 MW, Indonesia mencatatkan diri sebagai negara dengan sumber energi panas bumi terbesar di dunia.
Dari potensi nasional tersebut, Pulau Sumatera menyimpan potensi terbesar yaitu sebesar 9.517 MW. Namun, kapasitas pembangkit listrik panas bumi yang terpasang di Sumatera pada 2021 hanya sebesar 844,8 MW atau 8,8% dari total potensinya. Artinya, masih ada sekitar 91% potensi yang belum tergarap.
Potensi yang belum tergarap ini memberi tantangan tersendiri bagi PT Supreme Energy untuk mengembangkannya. Ini melihat potensi bisnis akan kebutuhan listrik di Sumatera juga mulai tumbuh.
"Supreme Energy sejak awal memang komit dalam pengembangan energi panas bumi," ujar Nisriyanto, Presiden dan CEO Supreme Energy kepada TrustNews.
"Kita menjalin kerja sama baik lokal maupun asing termasuk dengan asosiasi dan pemerintah dalam menyusun perangkat peraturan dan keteknisan bagaimana mendevelop panas bumi di Indonesia pasca lahirnya UU Panas Bumi," paparnya.
"Supreme Energy juga ditugaskan Kementerian ESDM tahun 2008 untuk melakukan studi pendahuluan pengembangan panas bumi dan kita memenangkan tender Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) di tiga lokasi di Sumatera yakni Lampung, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat)," tambahnya.
Tiga wilayah kerja panas bumi di Sumatera, yaitu Muara Laboh di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, dikelola PT Supreme Energy Muara Laboh. Rantau Dedap di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dikelola PT Supreme Energy Rantau Dadap dan Rajabasa di Gunung Rajabasa, Lampung Selatan, dikelola PT Supreme Energy Rajabasa.
Proyek Supreme Energy di Sumatera berkontribusi untuk memasok listrik ke saluran listrik tegangan tinggi (SUTT), yang dijuluki Proyek Tol Listrik Sumatera, milik perusahaan listrik negara (PLN), dengan kapasitas 275 kilovolt yang membentang dari sisi selatan Sumatera ke bagian utara.
Pembangkit listrik panas bumi di Muara Laboh terutama memasok listrik di Sumatera Barat bagian tengah seperti Riau, Pekanbaru dan Jambi yang selama ini hanya mengandalkan jaringan 275 kilovolt.
Beroperasinya pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Muara Laboh pada akhir 2019 di Sumatera Barat menandai pertama kalinya PLTP beroperasi di provinsi tersebut. Menurut Kementerian ESDM 2018, pembangkit listrik di Sumbar, 50% berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, dan 30% dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Pengoperasian PLTP yang dikelola Supreme Energy juga mendukung target bauran energi baru terbarukan PLN yang ditargetkan mencapai 23% pada 2025, namun sampai dengan tahun 2021 sejauh ini mencapai 11,5%.
Ketiga proyek di Sumatera ini telah menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN sejak 2012. Proyek Muara Laboh telah beroperasi sejak akhir 2019, proyek Rantau Dedap baru mulai beroperasi pada akhir 2021.
Nisriyanto mengungkapkan, sepanjang 2024, Supreme Energy berfokus mengembangkan tiga WKP yang ada. Ini mengingat dalam setiap eksplorasi panas bumi memiliki risiko yang tinggi. Ini terkait dengan biaya yang dikeluarkan dan bagaimana pengembalian atas biaya yang dikeluarkan untuk mengkompensasi risiko yang ada.
"Dalam melakukan pengembangan energi panas bumi ini dari mulai proses eksplorasi sampai proses produksi membutuhkan waktu 7 tahunan," pungkasnya.