trustnews.id

Kerugian Negara Kasus Bupati Kotim Kalahkan Korupsi e-KTP dan Setara BLBI
Modus yang digunakan Supian adalah menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) untuk tiga perusahaan, yaitu PT FMA (PT Fajar Mentaya Abadi), PT BI (Billy Indonesia), dan PT AIM (Aries Iron Mining). Kerugian Rp 5,8 triliun dan USD 711 ribu itu diduga berasal dari produksi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan, serta kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan.

Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Supian Hadi resmi menjadi tersangka korupsi terkait izin usaha pertambangan (IUP). Kerugian yang dialami negara akibat korupsi ini dinilai lebih besar dibanding korupsi e-KTP dan setara BLBI.

"Indikasi kerugian keuangan negara yang cukup besar. Setara bila dibandingkan dengan kasus lain yang pernah ditangani KPK seperti KTP Elektronik (Rp 2,3 triliun) dan BLBI (Rp 4,58 triliun)," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Jumat (1/2).

Sementara itu, Syarif menyebut dugaan kerugian negara dalam kasus yang menjerat Supian berjumlah Rp 5,8 triliun dan USD 711 ribu. Angka itu, menurut Syarif, dihitung dari produksi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI, dan PT AIM.

Modus yang digunakan Supian adalah menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) untuk tiga perusahaan, yaitu PT FMA (PT Fajar Mentaya Abadi), PT BI (Billy Indonesia), dan PT AIM (Aries Iron Mining). Kerugian Rp 5,8 triliun dan USD 711 ribu itu diduga berasal dari produksi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan, serta kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan.

Syarif menyatakan Supian diduga mengangkat teman-temannya yang merupakan timses saat kampanye sebagai direktur dan Dirut PT FMA dan mendapat jatah masing-masing 5 persen saham PT FMA.

Izin itu juga diberikan secara bertahap. Misal, untuk PT FMA diberikan pada Maret 2011. Saat itu Supian menerbitkan IUP operasi produksi seluas 1.671 hektare kepada PT FMA, yang berada pada kawasan hutan. Padahal Supian disebut mengetahui PT FMA belum mempunyai sejumlah dokumen perizinan, seperti amdal.

Selain itu, untuk PT BI, Supian diduga menerbitkan izin secara bertahap mulai 2010 hingga 2013. Akibat perbuatan Supian, PT BI diduga menimbulkan kerugian yang dihitung dari hasil produksi setelah dikurangi royalti yang telah dibayarkan dan kerugian lingkungan.

Untuk PT AIM, Syarif menyebut Supian menerbitkan IUP kepada perusahaan itu, padahal PT AIM tidak memiliki kuasa pertambangan. Perbuatan Supian pun diduga menyebabkan kerugian lingkungan.