APIB DKI : Pemprov DKI Agar Waspadai The Most "Come" To Be The Worst
Jakarta, Telah 10 bulan Pandemi covid 19 berlangsung di indonesia, angka harian kasus positip terus meningkat. Bukan hanya angka harian nasional, DKI Jakarta sebagai kota metropolitan terpadat di Indonesia, terus memimpin korban positip tertinggi saat ini pada 3.476 orang per 13 Januari 2021, meski sempat di salip oleh Jawa Barat dengan angka 3.051 pada 15 januari dan DKI sementara menurun di angka 2.504 kasus pada 15 Januari.
Angka diatas 3.000 an itu adalah posisi kisaran angka harian positip nasional yang terjadi di medio bulan September -oktober yang lalu. Pada 13 Januari DKI melewati angka itu. Pada September -Oktober 2020, angka harian DKI masih di kisaran 1000 an.
Namun kini terjadi kenaikan yang sangat cepat, lebih 3 x lipat. Situasi ini harus cepat diantisipasi dengan langkah kongkrit yang super serius oleh pemprov DKI dan seluruh jajaran Satgas Covid 19 Di DKI, untuk menurunkan angka tersebut. Apalagi saat ini sudah 74 RW RW masuk zona merah.
Hati hati, ratusan RW RW akan bisa menyusul masuk zona berbahaya itu. Ini bukan pekerjaan mudah, ungkap Erick Sitompul Ketua Aliansi Profesional Indonesia Bangkit ( APIB DKI).
Sebagaimana di prediksi banyak pakar Pandemi Covid 19, bahwa relaksasi berupa libur bersama yang berlangsung 2 kali pada akhir September dan akhir desember yang di lepas pemerintah pusat, telah menjadi suatu kebijakan yang tidak produktif. Di duga kuat ini sebagai penyebab merebaknya angka diatas. Saat ini rekor angka tertinggi nasional menjadi rekor baru pada angka 12.818 kasus di tanggal 15 Januari.
Demikian juga dengan kebijakan new normal untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional, yang di persepsi masyarakat bahwa wabah Covid 19 sudah mereda, justru menjadi faktor kuat pendorong naiknya angka kasus covid19.
"Secara bersamaan, munculnya the second Wave - gelombang kedua pandemi Covid 19, sepanjang musim hujan 3 bulan terakhir di wilayah Jabodabek dibarengi cuaca ekstrem dingin. Ini iklim yang lebih disukai virus corona, semakin memperburuk perkembangan Covid 19," ungkap Erick.
Namun apapun penyebabnya, saat ini tidak bisa lagi pemerintah pusat dan pemprov Dki lepas kontrol lg.
Andaikan terjadi lagi kebijakan Kementerian yang berbahaya akan memperluas ruang penularan Covid 19, walau bertujuan menggenjot ekonomi nasional scr jangka pendek, Gubernur dan Wagub DKI harus ber sikap tegas demi untuk mencegah jutaan orang warga Jakarta dan sekitar ( Jabodetabek) agar tidak semakin tertular pandemi covid 19.
Di khawatir kan pula penerapan PSBB yang terus menerus di berlakukan Gubernur Anies, walau seketat apapun, akan menjadi kurang effektif lagi menekan wabah, apabila total angka kasus positip nasional nanti telah mencapai 1 juta orang pada 30 - 40 hari ke depan. Karena angka itu akan menjadi angka psikologis yang mengerikan bagi masyarakat. Saat itu tambahan kasus harian nasional dapat menjadi 12.000 an lebih per hari, dan DKI dapat mencapai 3.000 an sungguh akan menjadi beban berat pemerintah sendiri dan masyarakat.
Erick menuturkan, harus diantisipasi dengan cepat agar tidak terjadi keadaan " the most come to be the worst", lebih banyak angka akan menjadi situasi yang terburuk, seperti yang terjadi di kota kota besar AS, India, Brasil, Italia atau Rusia, ungkap Erick cukup khawatir.
"Kita Jangan berpikir bahwa 6 bulan kedepan sejalan dengan pelaksanaan vaksinasi bahwa otomatis Indonesia dan DKI akan stagnan atau terjadi penurunan tajam angka harian Covid 19. Belom tentu, karena vaksinasi masih sedang berjalan. Di prediksi proses vaksinasi lebih kurang 1 -2 tahun baru selesai. Lagi pula vaksinasi itu ber tujuan untuk mengebalkan komunitas warga yang sehat menjadi Herd Immunity, apabila 70 % penduduk sudah menerima vaksin," jelasnya.
Sementara penduduk indonesia itu total semua 264 juta an saat ini. Untuk DKI Jakarta yang mencapai 12 jutaan orang, pasti butuh waktu lebih setahun baru selesai mengingat keterbatasan SDM petugas Vaksinasi dan terpengaruh juga bagaimana mood masyarakat.
Dalam situasi krusial ini, Pemprov DKI tidak bisa lagi menangani dan mencegah dengan cara cara konvensional PSBB selama ini, karena klaster liburan dan perkantoran sebagai sumber Covid telah menularkan ke tengah keluarga menjadi klaster perumahan di RW RW. Ini menjadi akan lebih sulit untuk mengatasinya.
Pemerintah pusat dan Pemprov DKI harus lebih agresif untuk melakukan penguatan program pencegahan dan penanggulangan Covid di level RW RW dan mesti pintar men stimulan seluruh satgas Covid RW RW terutama di DKI untuk bergerak lebih proaktif bukan hanya kontrol ketat 3 M, tapi juga upaya tracking lebih sistematis, testing juga tidak boleh nunggu berhari hari.
Upaya penyemprotan desinfektan dan penguatan antibodi dengan vit C dan buah buah juga mesti di bantu ke tengah masyarakat. Satgas Covid RW jangan cuma dibentuk tapi tidak di bantu sama sekali amunisi nya seperti 10 bulan selama menghadapi Covid di tahun lalu .
Pemerintah pusat dan Pemprov jangan terus menerus berharap RT RW mengandalkan swadana warga untuk memerangi Covid 19 di lapangan. RT RW itu tidak punya se sen pun anggaran untuk Covid 19. Tidak seperti hal nya pemerintah pusat dan pemprov DKI. Pemerintah pusat memegang ratusan Trilyun dana Covid. Pemprop DKI meng anggarkan 5, 7 Trilyun dana Covid 19 untuk 2021. Harus jelas dan tepat sasaran dong kemana saja anggaran Covid itu semua.
"Jangan cuma untuk sembako , RS serta wisma atlit saja dan se bulan sekali penyemprotan oleh Damkar seperti tahun lalu. Sangat prihatin, untuk mendukung Satgas Covid RW RW sebagai ujung tombak mencegah dan menangani pandemi Covid yang lebih ganas saat ini," paparnya.
Selain itu, jangankan desinfectan , sabun cuci tangan atau membagi vitamin vitamin untuk perkuat antibodi warga. Air mineral pun untuk puluhan relawan anggota Satgas Covid RW yang bekerja tiap hari pun tidak pernah dibantu. Namun untuk artis artis dan kelompok buzzer dan influencer yang tidak bermutu justru di bayar dengan anggaran milyaran. Saya melihat, ini managemen perang menangani pandemi global yang buruk dan memprihatinkan di peragakan oleh pimpinan kementerian pusat terkait penanganan Covid19 dan pimpinan di provinsi. Memalukan, ini harus disadari jangan War globaly act localy. Perang global tapi kelakuan kampungan. Vietnam, Singapore, Malaysia saja jauh lebih bagus penanganan nya, tegas Erick. 10 bulan terus menerus menggalang swadana warga RT RW untuk membantu biaya pencegahan dan penularan covid 19, yang mana seluruh warga juga pada terimbas secara ekonomi akibat wabah Covid 19 juga. Sehingga banyak ketua ketua RW di DKI saya dengar semua sudah jenuh, malas, malu juga terus menggalang dana dari warga. Sehingga akhirnya sekarang jadi masa bodoh juga dengan urusan pemberantasan Covid 19, kata Erick. Saat ini dan setahun kedepan, pandemi corona kita khawatir akan lebih didominasi penularan ke klaster klaster perumahan di RW RW. Jadi sebaiknya bapak ibu pejabat penentu kebijakan dan pemegang kuasa anggaran Covid 19 di Kementerian pusat terkait dan pemprov DKI mesti tahu dimana medan perang nya. bagaimana peta dan situasinya seperti apa, serta apa apa saja kebutuhan amunisi pasukan perang Satgas Covid RW dan juga kebutuhan petugas Kelurahan di lapangan. Kalau tidak paham perang global ini dan cuma ambisi jadi pejabat sebaiknya mundur saja. Perang menghadapi Covid mesti profesional dan jangan main main dengan anggaran dan itu uang rakyat dan negara.
Sudah ribuan anak bangsa kita termasuk para ulama yang tewas karena Covid. Kalian nanti para pejabat kementetian dan DPR di pusat dan di level provinsi yang akan paling menderita di hisab di akhirat. Jangan anggaran bencana nasional di setting agar dapat atur mengatur supaya bisa di korupsi berjamaah untuk kepentingan para pejabat, para penjahat dan para pengusaha rakus seperti kasus Kemensos yang sangat memalukan tersebut. Sudah merupakan rahasia umum juga dan terjadi di seluruh daerah daerah provinsi, tandas Erick yang juga Ketua RW sekaligus Ketua Satgas Covid 19 RW di wilayah Jakarta Selatan dengan nada jengkel.