trustnews.id

DJPb Bengkulu Menjaga Efisiensi, Menggerakkan Ekonomi
Doc, istimewa

TRUSTNEWS.ID -Provinsi di pesisir barat Sumatera ini memperlihatkan bagaimana disiplin anggaran bisa berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi lokal. Di Bengkulu, ruang fiskal yang kian ketat tak lantas membuat pembangunan terhenti. Di tengah tekanan efisiensi nasional, provinsi di pesisir barat Sumatera ini justru memperlihatkan bagaimana disiplin anggaran bisa berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi lokal.

Mohammad Irfan Surya Wardana, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Bengkulu, menyebutnya sebagai ujian kedewasaan fiskal,  bukan soal seberapa besar anggaran, melainkan seberapa cermat setiap rupiah dikelola agar memberi dampak nyata.

"Efisiensi bukan berarti mengerem pembangunan," ujar Mohammad Irfan Surya Wardana, kepada TrustNews.

"Justru sebaliknya, kami memastikan setiap rupiah APBN diarahkan ke kegiatan yang produktif," tegasnya.

Irfan paham, langkah efisiensi selalu datang dengan konsekuensi. Sejak akhir 2024, Bengkulu sudah mulai menyesuaikan struktur belanjanya untuk tahun anggaran 2025. Pos-pos yang dinilai kurang produktif, seperti perjalanan dinas, menjadi target utama penghematan.

Diperkirakan hampir sebagian besar dari alokasi dana Kementerian/Lembaga dipangkas dan direlokasi kecuali instansi strategis seperti antara lain institusi pertahanan keamanan, penegak hukum, dan kepolisian masih mendapat ruang relatif longgar.

Dampaknya terasa hingga ke sektor jasa yang selama ini bergantung pada mobilitas pegawai negeri. Sebut saja hotel, pariwisata, hingga transportasi umum mengalami perlambatan di awal tahun.

Namun, semester kedua 2025 menghadirkan cerita berbeda. Penerimaan pajak mulai mengalir, belanja kementerian/lembaga (K/L) kembali bergulir, dan transfer ke daerah ikut bergerak.

"Relaksasi mulai terasa pertengahan tahun. Perputaran uang di ekonomi lokal membaik, apalagi proyek-proyek pusat di Bengkulu ikut menggerakkan ekonomi kerakyatan," katanya.

Namun di sisi lain, lanjutnya, Bengkulu juga harus menghadapi kenyataan bahwa Transfer ke Daerah (TKD) nasional turun. Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, hingga transfer lainnya semuanya mengalami penyesuaian.

Pemerintah daerah pun merespon dengan merevisi RAPBD, mengetatkan belanja non-produktif seperti kegiatan seremonial dan perjalanan dinas, bahkan mulai meninjau ulang honorarium agar anggaran bisa bekerja lebih efisien.

Situasi itu justru memunculkan ruang kreativitas baru. Irfan melihatnya sebagai momentum bagi pemerintah daerah untuk berani berinovasi dalam pembiayaan.

"Pemerintah daerah perlu mengembangkan creative financing," ujarnya.

"Bisa lewat skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), atau kontrak multi-year untuk proyek strategis yang tidak bisa selesai dalam satu tahun anggaran. Ini penting agar pembangunan tidak tersendat," paparnya.

Langkah lain yang terus didorong adalah memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tapi Irfan menegaskan, caranya bukan dengan menaikkan tarif pajak.

"Yang perlu dilakukan adalah memperluas basis pajak dan memperbaiki data. Digitalisasi sistem penerimaan daerah menjadi kunci agar potensi kebocoran bisa ditekan," jelasnya.

Memasuki kuartal terakhir 2025, catatan realisasi anggaran menunjukkan hasil cukup menggembirakan. Berdasarkan data Kanwil DJPb Bengkulu, belanja K/L telah mencapai 65,61%, sementara transfer ke daerah menembus 76,64% dari pagu.

Dengan tren tahunan yang biasanya menutup di kisaran 90–94%, masih ada ruang sekitar 35% yang akan terserap hingga Desember, terutama dari proyek-proyek kontraktual.

Kanwil DJPb Bengkulu kini menjadi simpul fiskal penting di wilayah tersebut. Dari total alokasi sekitar Rp14 triliun, Rp4 triliun untuk belanja K/L dan Rp10 triliun untuk transfer ke daerah, lembaga ini mengoordinasikan 349 satuan kerja di 11 kabupaten/kota.

"Tugas kami memastikan belanja pemerintah tersalurkan tepat waktu, tepat sasaran, dan akuntabel,” ujarnya.

Untuk itu, pihaknya sudah menerbitkan panduan langkah-langkah akhir tahun anggaran 2025, termasuk early warning kepada kepala daerah agar tidak ada keterlambatan dokumen yang bisa membuat dana TKD hangus.

"Bengkulu bisa menjadi contoh bagaimana tata kelola APBN dijalankan secara efisien dan adaptif," ujarnya.

"Kami ingin menunjukkan bahwa efisiensi tidak mematikan gerak ekonomi, tetapi justru membuatnya lebih sehat," pungkasnya. (TN)