Meski mengalami beragam ganggaun mulai dari tutup kantor hingga berhentinya mobil kas, BPR BKK Ungaran mampu mencatatkan pertumbuhan aset menjadi 396 M (16%), untuk pertumbuhan kredit menjadi 308 M (8%) dan untuk laba pun terjadi kenaikan 15 % dengan nominal 9.47 M sebelum pajak.
PT BPR BKK Ungaran mampu mencatatkan kinerja yang menggembirakan di tengah tekanan pandemi Covid-19. Manajemen perusahaan yang dimiliki Pemprov Jateng dan Pemkab Semarang ini bahkan memancang target lebih tinggi di 2022 ini.
Budi Santoso, Direktur Utama BPR BKK Ungaran (Perseroda) mengakui, pandemi menjadikan Kabupaten Semarang masuk dalam zona merah dan membuat perusahaan melakukan sejumlah langkah sebagai upaya antisipasi. Mulai dari menutup sementara operasional akibat sejumlah karyawan terpapar Covid-19.hingga menghentikan mobil kas keliling selama beberapa bulan.
"Kalau dari sisi operasional 2021 cukup. berat. kita ketahui Kabupaten Semarang ini sempat jadi zona merah dan banyak sekali kondisi-kondisi yang mesti berubah. Termasuk jam operasional dari jam 8 on time jadi jam 9 on time," ujar Budi Santoso menjawab TrustNews.
"Bahkan di Juli 2021 sampai Agustus 2021, beberapa cabang BPR BKK Ungaran sempat kita tutup sementara karena 11 karyawan positif Covid-19. Bahkan mobil kas pun sempat kita stop mulai Februari 2021 sampai Oktober 2021 dan baru November 2021 kita launching ulang," paparnya.
Meski diakuinya, sepanjang 2021 dilalui begitu berat akibat badai Covid-19, namun BPR BKK Ungaran tetap tumbuh dengan baik dan mengalami perkembangan positif. Hal ini bisa dilihat dari sisi aset, perjalanan kredit, hingga laba yang dihasilkan menunjukan jika perusahaan masih berjalan dengan baik dan wajar.
"Di tahun ini kita mencatatkan angka untuk pertumbuhan aset menjadi 396 M (16%), untuk pertumbuhan kredit menjadi 308 M (8%) dan untuk laba pun terjadi kenaikan 15 % dengan nominal 9.47 M sebelum pajak." ujarnya.
"BPR BKK Ungaran ini milik pemerintah sehingga masyarakat tidak perlu ragu untuk menyimpan dananya di kita. Alasannya BPR BKK Ungaran dijamin pemerintah," tegasnya.
Meski milik pemerintah dan dijamin oleh pemerintah, Budi menegaskan, sebagai lembaga perbankan, BPR BKK Ungaran tetap bekerja secara profesional dan menjalankan segala ketentuan layaknya perbankan pada umumnya.
"Prinsip utamanya kepercayaan dalam menjaga relasi bank dengan nasabah bank sehingga bagaimana kita bisa mengelola dana nasabah dengan baik. Hanya saja, kita tidak melulu bicara keuntungan karena sebagai bank pemerintah juga mengembang tugas sebagai agen pembangunan," ujarnya.
Sebagai agen pembangunan, lanjutnya, BPR BKK ungaran juga punya penugasan menjadi alat pengungkit melalui pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM mikro. Untuk menjawab penugasan tersebut, BPR BKK Ungaran punya Kredit Mikro Serasi.
"Kredit Serasi diberikan khusus kepada pelaku usaha mikro untuk keperluan modal atau perluasan usaha. Maksimal plafon Rp2 juta, masa pengembalian maksimal 1 tahun dan suku bunga tetap 5 persen per tahun. Ini kita kembangkan terus," jelasnya.
Sebagai informasi, BPR BKK Ungaran PERSERODA beroperasi di wilayah Kabupaten Semarang berdasarkan Anggaran Dasar yang telah disahkan oleh Notaris Titik Samsiyati, SH di Ungaran No. 9 tanggal 7 Februari 2005 dan telah memperoleh ijin dari Bank Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia No.7/4/KEP.DGS/2005 tanggal 28 Februari 2005 dan Persetujuan ijin dari Gubernur Jawa Tengah No.503/24/2005 tanggal 14 April 2005 tentang Penggabungan Usaha (Merger).
Tujuan Merger saat itu adalah memenuhi Regulasi Bank Indonesia untuk penguatan modal BPR BKK ungaran (PERSERODA), Klepu, Bawen, Banyubiru, Bringin, Jambu, Tuntang, Sumowono dan Ambarawa.
Karena sebelum merger, statusnya tercatat sebagai Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah. Sejalan dengan perkembangan perekonomian di Jawa Tengah, ternyata perkembangan operasional BKK makin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat/ pengusaha di pedesaan. Pemerintah provinsi Jawa Tengah ini memantapkan kedudukan BKK tersebut menjadi PT. BPR BKK di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan Perda Nomor 20 tahun 2002
"BPR itu kendala utamanya pada terbatasnya layanan produk. Pada saat yang bersamaan seiring perkembangan zaman, kompetitor BPR itu bukan hanya dari perbankan saja tapi juga fintech," ujarnya.
"Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menginisiasi agar BPR bisa kolaborasi dengan fintech. Pada tahap awal melalui skema channeling yang nantinya akan di evaluasi," pungkasnya. (TN)