trustnews.id

PALJAYA Menaklukkan Kelam Limbah Jakarta
Dok, Istimewa

Jakarta, ibu kota Indonesia yang megah, menyimpan rahasia kelam di balik gedung pencakar langit dan hiruk-pikuknya: air limbah. Tanpa disadari, setiap hari, jutaan liter air kotor dari wastafel, kamar mandi, dan toilet mengalir tak terbendung, mencemari kanal, sungai, dan ekosistem kota. Sungai Ciliwung, urat nadi Jakarta, telah lama berubah menjadi selokan raksasa. Limbah ini bukan sekadar masalah estetika—ia mengancam kesehatan 10 juta warga, mencemari air tanah, dan menghambat cita-cita Jakarta sebagai kota modern.

Namun, di tengah tantangan ini, Jakarta tidak tinggal diam. Perumda Paljaya—badan usaha milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta—yang dipimpin oleh Direktur Utama Ir. Untung Suryadi, ST, IPU, ASEAN Eng., memimpin perjuangan menaklukkan ancaman air limbah dengan sistem pengelolaan modern dan solusi berbasis komunitas.

Untuk memahami krisis air limbah di Jakarta, kita harus melihat kontras yang mencolok dalam pengelolaannya. Di kawasan segitiga emas seperti Mega Kuningan, SCBD, Gatot Subroto, Sudirman, dan sebagian wilayah Kecamatan Setiabudi-Tebet, telah tersedia jaringan pipa bawah tanah yang mengalirkan air limbah ke fasilitas pengolahan modern milik Paljaya. Penduduk di sini jarang memikirkan ke mana air limbah mereka pergi—semuanya tertata rapi, mencerminkan visi kota metropolitan yang terorganisir.

Sebaliknya, di permukiman padat yang memeluk bantaran sungai, sanitasi adalah kemewahan. Rumah-rumah sederhana yang berdiri di atas air keruh tidak memiliki akses ke sistem pengolahan air limbah terpusat. Banyak warga bergantung pada tangki septik yang tidak sesuai standar, atau lebih buruk lagi, membuang air limbah langsung ke sungai. Sungai Ciliwung dan kanal-kanal kota menjadi saksi bisu polusi yang tak kunjung usai, menciptakan lingkaran setan antara pencemaran dan penyakit.

“Kondisi tangki septik yang tidak standar dan sering bocor menyebabkan pencemaran air tanah, padahal banyak masyarakat masih menggunakan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari,” ungkap Untung Suryadi kepada TrustNews.

Paljaya mengelola air limbah Jakarta melalui dua pendekatan: sistem terpusat dan sistem setempat.

Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) menjadi kebanggaan kota ini. Jaringan pipa bawah tanah mengalirkan air limbah rumah tangga—dari air bekas cuci hingga limbah toilet—menuju dua instalasi pengolahan utama: IPAL Setiabudi dan IPAL Krukut. Kedua fasilitas ini mampu memproses 30.000 meter kubik air limbah per hari, melayani sekitar 2,7 juta population equivalent (PE)—satuan yang mengukur beban air limbah dari penduduk dan aktivitas bisnis.

Di kawasan seperti Rasuna Said, Mega Kuningan, Sudirman, SCBD, Senayan, Gatot Subroto, Manggarai, Guntur, dan Setiabudi, air limbah dialirkan tanpa hambatan, diolah hingga aman, dan dikembalikan ke badan air dalam kondisi sesuai baku mutu yang ditetapkan.

“Tahun ini kami menargetkan peningkatan cakupan layanan air limbah melalui sistem perpipaan menjadi 22,93 persen (dari sebelumnya 17,83 persen), atau melayani 2,49 juta penduduk, dengan pembangunan jaringan pipa sepanjang 107.930 meter,” ujar Untung Suryadi. “Paljaya terus memperluas jaringan pipa untuk menjangkau lebih banyak rumah hingga gedung perkantoran, mewujudkan mimpi Jakarta sebagai kota dengan sanitasi kelas dunia,” tegasnya.

Di wilayah padat dengan gang sempit dan rumah berdesakan, sistem terpusat sulit diterapkan. Di sinilah Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S) menjadi solusi. Sistem ini menggunakan tangki septik modifikasi untuk mengolah seluruh air limbah rumah tangga, baik black water (tinja) maupun grey water (air bekas). Tangki ini harus dikuras secara berkala—minimal tiga tahun sekali—untuk mencegah kebocoran atau luapan.

Lumpur tinja dari tangki septik kemudian diangkut dan diolah di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Pulo Gebang atau Duri Kosambi, yang mampu menangani 1.800 meter kubik lumpur per hari. “Kami mengoperasikan 31 armada truk (dan didukung 300 armada swasta) untuk mempercepat layanan penyedotan,” jelas Untung.

Namun, tantangan tetap ada. Banyak rumah tidak memiliki tangki septik sesuai standar dan sering mengabaikan penyedotan rutin karena biaya atau kurangnya kesadaran. Akibatnya, limbah meresap ke tanah atau mengalir ke kanal.

Untuk menjawab tantangan ini, Pemprov DKI Jakarta bersama Paljaya meluncurkan Program Subsidi Revitalisasi Tangki Septik (RTS), berdasarkan Peraturan Gubernur No. 79 Tahun 2021. Program ini menyasar rumah tangga berpenghasilan rendah, terutama di bantaran sungai, dengan tujuan menyediakan tangki septik sesuai standar, baik melalui pembangunan baru maupun perbaikan.

Pada 2020, Paljaya berhasil merevitalisasi 434 unit tangki septik di empat kelurahan—langkah awal menuju sanitasi yang lebih baik. RTS bukan hanya program infrastruktur, tetapi juga upaya mengubah perilaku masyarakat. Paljaya juga mendukung program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), inisiatif nasional untuk menghapus praktik buang air besar sembarangan. Ketika jumlah tangki septik standar tercapai di suatu wilayah, masyarakat dapat mendeklarasikan diri sebagai wilayah bebas buang air besar sembarangan.

“Dengan berubahnya status hukum menjadi Perumda, kami diharapkan terus meningkatkan pelayanan demi kesejahteraan masyarakat,” tegas Untung, merujuk pada transformasi PD PAL Jaya menjadi Perumda Paljaya pada 2021.

Meski sudah melangkah jauh, perjuangan Jakarta melawan air limbah masih panjang. Keterbatasan lahan untuk infrastruktur, pertambahan populasi, serta ancaman perubahan iklim memperumit situasi. Kenaikan permukaan laut dan banjir dapat merusak sistem sanitasi. Mengubah pola pikir warga—khususnya yang menganggap sanitasi sepele—juga membutuhkan waktu.

“Kami berupaya memaksimalkan serapan anggaran untuk pembangunan IPAL, meskipun menghadapi kendala dalam proses perjanjian kerja sama,” ujar Untung.

Meski begitu, Paljaya tidak menyerah. Perumda Paljaya terus berinovasi dan memperluas cakupan layanan pengelolaan air limbah di Jakarta. Kolaborasi dengan swasta—seperti dalam pengelolaan limbah B3 medis yang direncanakan mulai 2023—merupakan langkah strategis. Edukasi kepada masyarakat, investasi infrastruktur, serta pemenuhan standar layanan akan membawa Jakarta menuju sanitasi yang aman dan layak.

Kisah air limbah Jakarta adalah cerminan perjuangan kota besar: menjembatani kesenjangan antara kemajuan dan keterbatasan. Dari pipa-pipa modern di kawasan elite hingga tangki septik di bantaran sungai, setiap langkah menuju sanitasi yang lebih baik adalah kemenangan bagi warga.

Sungai Ciliwung yang kini tercemar mungkin suatu hari mengalir jernih kembali—simbol kebangkitan kota. Dengan komitmen bersama, Jakarta tidak hanya melawan air limbah, tetapi juga membangun masa depan, tempat setiap warga dapat hidup dengan martabat dan kesehatan yang lebih baik.

“Kami berkomitmen untuk mewujudkan Jakarta yang sehat dan aman dari pencemaran air limbah, di mana setiap tetes dikelola dengan baik demi kesejahteraan warga dan keberlanjutan lingkungan,” pungkas Untung.