Gayung bersambut tawaran kerja sama PD Dharma Jaya membuka celah untuk menjual produk-produk jadi dan setengah jadi masyarakat NTT.
Keinginan Perusahaan Daerah (PD) Dharma Jaya menjajaki kerjasama strategis jangka panjang pengadaan sapi potong secara berkelanjutan, bak gayung bersambut. Sebab, PT Flobamor (BUMD milik Pemprov NTT) juga menyatakan minat yang sama. Ini dikarenakan, selama ini pembelian menggunakan sistem beli putus.
"Kalau kerja sama dengan PD Dharma Jaya terwujud, ini sejarah baru bagi NTT. Karena selama ini pengiriman sapi potong baik yang dilakukan Pemprov maupun swasta masih terhitung dengan jari," ujar Direktur Operasional PT Flobamor, Abner Esau Runpah Ataupah, kepada TrustNews.
Bagi Abner, pengiriman sapi dari NTT ke Jakarta memiliki risiko tinggi, mulai dari penyusutan bobot sapi bahkan hingga 15%-20%, kecacatan pada salah satu bagian tubuh sapi hingga kematian sapi.
"Pengiriman yang memakan waktu bisa menyebabkan sapi stres. Ini membuat bobot sapi menyusut hingga kematian. Belum soal kecacatan yang mungkin saja timbul yakni patahnya kaki sapi karena sapi yang diangkut dalam kapal berhimpitan," ungkapnya.
Kerja sama yang ditawarkan, lanjutnya, membuka peluang bagi Flobamor dalam mencari nilai tambah dari sekedar mengirim sapi hidup ke Jakarta.
"Tidak ada nilai tambah disitu, karena tidak ada tenaga kerja yang terserap. Semuanya hanya barang mentah. Memang dari dulu NTT ini terkenal ngirimnya barang mentah," jelasnya.
Abner menjelaskan, saat ini Pemprov NTT tengah gencar dengan program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) dan Flobamor berperan aktif dalam mencari pasaran di luar NTT dalam jumlah besar.
"Kalau hanya mengirim barang mentah tentu tidak ada industri yang tercipta di NTT. Tidak ada industri, maka tidak ada nilai tambahnya baik dari segi produk maupun tenaga kerja yang terserap. Ujungnya pada Pendapatan Asli Daerah (PAD)
NTT ya segitu-segitu saja," paparnya dengan menambahkan, "Kondisi ini yang ingin diubah oleh gubernur kami dengan membangun industri bernilai tambah di NTT."
Untuk sampai ke industri bernilai tambah, menurutnya, membutuhkan waktu dan kerja sama dengan semua pihak. Dalam urusan pengangkutan sapi, Flobamor menggunakan program Tol Laut yang dioperatori oleh Pelni, Djakarta Lloyd, serta perusahaan pelayaran swasta.
Begitu juga dengan keberadaan Rumah Potong Hewan (RPH), menurutnya masih kurang. Padahal dengan adanya RPH di setiap kabupaten tentu akan memudahkan dalam menciptakan produk-produk turunannya.
"Tujuan utama dan target kita adalah bagaimana minimal membuat produk-produk turunan yang mempunyai nilai tambah. Sehingga kita tidak mengirim mentah," jelasnya.
"Kontainer-kontainer yang masuk dari Pulau Jawa Ke NTT itu, 80 persen pulang dalam keadaan kosong. Ini yang harus dipikirkan mau diisi apa Kontainer-kontainer itu dari NTT yang bisa memberikan nilai keekonomian," paparnya.
Oleh sebab itulah, lanjutnya, posisi Flobamor ditunjuk oleh Pemprov sebagai inisiator dan katalisator dalam pengembangan industri di NTT. Sehingga bisa memproduksi barang dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT.
"Produk domestik lokal itu ujung-ujungnya poduksi barang. Kalau hanya kirim barang mentah, ya tidak ada produksi. Akhirnya nggak berkembang, ekonomi tidak berputar, pendapatan masyarakat tidak naik. Jadi itu yang di inginkan oleh gubernur," urainya.
Tak hanya piawai dalam urusan perkapalan, Flobamor juga diberikan kepercayaan oleh Pemprov NTT untuk mengelola aset strategis Pantai Pede di Labuanbajo, Kabupaten Manggarai Barat selama 30 tahun.
Sebagaimana terungkap dalam perjanjian kerja besaran kontribusi yang bakal diberikan PT Flobamor kepada Pemerintah Provinsi NTT adalah Rp 850 juta per tahun, ditambah profit sharing yang terdiri dari 30 persen untuk pemerintah dan 70 persen untuk Flobamor.
"Kerja sama yang dibangun itu bisa membawa keuntungan bagi masyarakat NTT serta peningkatan PAD bagi Pemerintah Provinsi NTT, ujar Abner.
Sebagai BUMD, lanjutnya, Flobamor bisa memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dan ini sudah dibuktikan dengan menyetor Rp500 juta keuntungan sebagai pendapatan provinsi. Meski tanpa ada penyertaan modal dari pemerintah Provinsi NTT.
"Selain itu sebagaimana penugasan yang diberikan tentu bisa menyerap produk dari masyarakat, baik itu sapi, jagung hingga rumput laut. Semakin besar yang kami serap tentu semakin baik. Tentu sebagai perusahaan kita mencari profit oriented," pungkasnya. (TN).