Meskipun telah surut, pandemi Covid-19 membawa duka hitam yang mendalam. Tidak hanya pelaku industri di tanah Air saja yang mengalami tekanan kuat, nasib sama juga dialami oleh para pelaku bisnis di dunia perbankan.
Freshmarket berjalan stagnan. Jangankan untuk tumbuh, untuk mempertahankannya saja sudah sangat kewalahan. Kemampuan debitur untuk membayar pinjaman situasinya juga tidak kalah sulit. Walaupun sekarang sudah menurun tingkat penyebaran Covid-19 namun dampaknya juga belum tentu bisa sembuh total.
“Bahkan kami memprediksi sekitar 3 atau 4 tahun kemudian kemungkinan masyarakat atau nasabah baru bisa bangkit seperti sediakala,” ungkap Direktur Utama Perumda BPR Bank Kulon Progo, Joko Purnomo kepada Trustnews meyakinkan.
Bahkan, program relaksasi yang didengungkan pemerintah, dirasakannya masih memiliki banyak tantangan, terutama soal pengembaliannya. Seperti diketahui dalam program ini pemerintah meminta perbankan untuk memberikan relaksasi sekitar Rp50 milyar kepada pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM). Dampaknya besar karena pendapatan tidak ada dan angsuran yang dilakukan nasabah juga minim. “Ini yang membuat lemah bagi pelaku industri BPR Perbankan pada umumnya,” katanya.
Namun demikian kondisinya, BPR Bank Kulon Progo tetap berusaha aktif. Berbagai upaya dan program coba mereka luncurkan untuk memperbaiki keadaan. Kompetensi karyawan pun terus ditingkatkan.
Pola pelayanan juga lebih diperkuat. Jika sebelumnya masih mengandalkan kekuatan manual, kini perlahan-lahan sudah bergerak ke arah digitalisasi untuk bisa memberikan pelayanan maksimal, meskipun sebagaian besar tidak langsung bertatap muka.
Selain itu, masyarakat yang usahanya masih dalam kondisi baik, masih bisa bertahan di masa Covid-19, BPR Bank Kulon Progo tetap memberikan kredit. Bahkan prosesnya dipercepat. Seandainya ada pengajuan kredit, tidak perlu berhari-hari. Kalau bisa di hari yang sama, bisa diproses dan bisa cair hari itu juga.
“Itu salah satu layanan kami kepada nasabah. Kalau kami belum punya ATM pokoknya ada telepon, berangkat. Jadi memang kesulitan BPR adalah terkait dengan digitalisasi utamanya perizinan.
Sebenarnya BPR mampu menghadirkan berbagai layanan, termasuk Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tapi perizinannya memang sulit. Sekarang ada izin yang harus dilakukan ke OJK kemudian lanjut ke Bank Indonesia,” tandasnya.
Sebenarnya kalau sewa ATM murah hanya Rp5 juta/bulan, pasti semuanya mampu, tapi yang jadi masalah, soal izin tidak mudah diperoleh. Sebab itu, Joko Purnomo berharap agar pemerintah memberikan kemudahan prihal perijinan tersebut.
“Eranya sekarang inikan digitalisasi orang lebih berat ketinggal-an telepon selular dari pada ketinggalan dompet. Saya kira izin digitalisasi ini harus dipermudah oleh pemerintah,” tandasnya.
Untuk menyiasati itu BPR Bank Kulon Progo memulai dari yang kecil, yaitu notifikasi transaksi. Jadi kalau ada nasabah yang menarik tabungan di HP masing-masing ada notifikasi pemberitahuan secara otomatis bahwa pada tanggal dan jam sekian ada transaksi..
Di sisi lain, dukungan pemerintah Kabupaten Kulon Progo juga sangat positif Mereka bisa memhami situasi yang terjadi di institusi yang tengah dijalankan Joko Purnomo dan jajarannya.
Dalam hal dukungan, pemerintah daerah setempat sangat mensupport. Tidak pernah membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Mereka membagi dengan adil kas daerah yang dimilikinya. Setiap perbankan milik daerah diberi ‘jatah’ masing-masing untuk mengelola keuangan, seperti megelola gaji, sertifikasi guru SD, SMP dan SMA serta dana desa.
“Perumda BPR Bank Kulon Progo bersinergi dengan saling memotongkan angsuran kredit ASN, apabila gaji ASN tersebut di BPD kami dipotongkan angsurannya sebaliknya Bank Pembanguna Daerah (BPD) punya kredit di pegawai yang gajinya lewat kami. Kami bebankan tanpa ada biaya, cukup harmonis karena juga pemerintah berlaku adil,” tandasnya. (TN)