trustnews.id

PRODUK JATI NATURA FITA TEMBUS 15 NEGARA
Ilustarisi

PRODUK JATI NATURA FITA TEMBUS 15 NEGARA

MAKRO Selasa, 01 Februari 2022 - 08:40 WIB TN

Dari Kaligawe, Semarang, ragam produk kayu jati menjadi pilihan konsumen di sejumlah negara. Pesanan pun berdatangan. Terkendala kontainer hingga bahan baku kayu jati yang kosong.

Suara mesin jigsaw, circular saw, wood planer dan scroll saw terdengar saling bersahutan. Tak ubahnya musica de camara (musik kamar) yang merdu tengah situasi melilit akibat pandemi Covid-19.

Di beberapa bagian sudut ruangan bertumpuk prefabricated wood house, gazebo, pergola, joglo, decking dan flooring siap kirim ke sejumlah negara. Sebut saja Australia, Jerman, India, Rusia, Amerika Serikat dan Vietnam. Bila ditotal ada sekitar 15 negara yang menjadi tujuan ekspornya.

Hampir semua produk berbahan kayu jati itu merupakan garapan Achmad Nurofik Hidayat bersama puluhan karyawan yang bernaung pada CV. Natura Fita, Semarang, Jawa Tengah. Setiap hari tangan-tangan mereka cekatan memilah dan mengukur kayu jati yang akan diproses menjadi produk pesanan.

"Market kita 100 persen ekspor," ujar Achmad Nurofiq selaku owner Natura Fita, ini kepada TrustNews.

"Pasar kita lebih spesifik seperti beach club, pantai-pantai dan kebutuhan hotel. Pokok yang berkaitan dengan produk-produk kayu turunan dari furniture. Lebih banyak ke hospitality," paparnya.

Bahkan dirinya mengatakan, salah satu customer yang tinggal di Spanyol berencana membuka resort di Ubud, Bali, di 2022 mendatang.

"Salah satu costumer di Spanyol sudah menghubungi kita. Mereka berencana mau buka resort di Bali dan supply kayu-kayunya dari sini. Mudah-mudahan tidak ada halangan," ujarnya.

Dia juga menjelaskan atas pilihannya pada kayu jati, ketimbang kayu lain seperti mahoni atau mangga. Baginya kayu jati memiliki serat dan tekstur yang indah, kualitas yang sangat bagus dan tahan terhadap serangga perusak kayu.

"Selain itu pilihan terhadap jati, karena kita membuat untuk ekspor jadi butuh kayu yang 'bandel' di segala musim termasuk salju sekalipun," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, kayu jati juga memiliki kemampuan beradaptasi. Sifat tahan air dan kecenderungannya tidak lapuk dengan mudah membuatnya menjadi favorit bagi pembuat kapal selama ratusan tahun dan sejak itu telah digunakan untuk berbagai macam furnitur, baik untuk di dalam ruangan, maupun di teras. Dari meja makan besar hingga lemari yang elegan dan furnitur teras.

"Kayu jati memiliki fleksibilitas yang banyak dicari tidak saja para pembuat kerajinan, tapi juga oleh masyarakat untuk kebutuhan rumahnya," ungkapnya.

Achmad Nurofiq pun mengatakan, pilihannya pada kayu jati karena memiliki harga patokan ekspor dan italia menjadi patokan harganya. Saat ini untuk ekspor kayu jati dipatok di angka US$5.000.

"Permintaan terus mengalir meski dalam kondisi pandemi. Beberapa teman yang main furnitur ekspor itu dalam satu bulan bisa kirim 15-20 kontainer. Sudah overload dan mungkin tidak terima order lagi," ungkapnya.

Meski lolos dari hantaman pandemi yang ditandai terus berdatangannya pesanan dari luar negeri, menurutnya, bukan berarti bisa tersenyum bahagia. Ibarat pepatah, "Lepas dari mulut harimau, masuk kedalam mulut buaya". begitu kondisi yang dialami yakni kesulitan mendapatkan kayu jati.

Bahan baku menjadi pekerjaan rumah. Natura Fita membeli kayu jati dari PT Perhutani. Sepanjang tahun ini perusahaan telah kehabisan stok kayu jati karena ada industri besar yang membeli dalam volume besar ke Perhutani. Sehingga Natura Fita yang membeli dalam volume kecil terpaksa harus menunggu tahun depan.

"Sementara konsumen pesannya kayu jati, tentu akan menolak kalau jenis kayunya berbeda. Kalau jenis kayu lain masih aman seperti mahoni atau mangga, tapi konsumennya yang nggak mau. Ini yang jadi kendala," tambahnya.

Kendala lain yang dirasakannya, yakni langkanya kontainer. Kelangkaan ini berdampak kepada naiknya tarif ocean freight. Kondisinya semakin pelik, kenaikan biaya angkut tentu menjadi tanggungan si pengirim, sementara harga produknya tidak mengalami kenaikan harga.

"Kalau sudah bicara logistik, tentu bicaranya secara global. Kita hanya perusahaan kecil yang kerjanya membuat produk-produk kayu berdasarkan pesanan konsumen, nggak paham juga ada masalah apa soal kontainer bisa sampai langka.

Apalagi kalau sampai diminta solusinya, paling kita minta ke pemerintah supaya kontainer yang ada di Singapura di bawa ke sini dan di subsidi pemerintah. Itu mungkin solusinya," pungkasnya. (TN)