trustnews.id

PT Saranacentral Bajatama Tbk Mencari Peluang Di Tengah Maraknya Baja Non SNI
Dok, Istimewa

TRUSTNEWS.ID,. - Di tengah kondisi pasar baja ringan masih lesu, PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA) membukukan laba bersih Rp11 miliar kuartal IV-2023 atau dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang rugi Rp41 miliar.

Bahkan, per September 2023, BAJA masih menderita kerugian sebesar Rp12,52 miliar, meskipun begitu kerugian tersebut menyusut dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp62,50 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, penyusutan kerugian ini disebabkan penurunan beban pokok penjualan dari Rp827 miliar pada tahun lalu menjadi Rp716 miliar per September 2023.

Alhasil, BAJA berhasil membalikkan kerugian sebesar Rp 28,54 miliar pada September 2022 lalu, menjadi laba kotor sebesar Rp 2,45 miliar per September 2023.

Handaja Soesanto, Direktur Utama Saranacentral Bajatama, mengakui perusahaan baja dalam negeri masih bisa "sedikit" bernafas didorong berlanjutnya proyek-proyek strategis nasional, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan peningkatan permintaan dari sektor otomotif.

"Kita sedang mencari pasar yang mengutamakan kualitas dibandingkan harga. Saya kurangi produksi, saya cari market yang mengutamakan kualitas dan masih ada," ujar Handaja Soesanto, Direktur Utama Saranacentral Bajatama menjawab TrustNews terkait strategi bisnis perusahaan di 2024.

Ceruk pasar yang mengutamakan kualitas, lanjutnya, ada di pasar menengah atas dalam bentuk proyek-proyek seperti mall, apartemen dan gedung perkantoran. Namun ditegasnya, pasar retail atau eceran tidak ditinggalkan.

"Pasar retail atau eceran tidak kita tinggalkan, tapi kita kurangi karena mereka lebih mementingkan harga dibandingkan kualitas," tegasnya.

Terkait kualitas, Handaja menggaris bawahi, acuan kualitas merujuk pada standar yang sudah ditetapkan yakni Standar Nasional Indonesia (SNI 2052:2017) sebagai satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia.

"Pemerintah bicara soal SNI, tapi dipasaran marak peredaran baja ilegal. Karena ilegal maka tidak memiliki SNI dan legalitas produk berupa Sertifikat Penggunaan Produk Tanda SNI (SPPT-SNI) serta Nomor Pendaftaran Barang (NPB)," ungkapnya.

Baginya, produk non-SNI terbukti sangat merugikan dan berdampak negatif pada daya saing industri nasional yang telah berkomitmen memenuhi SNI. Daya saing industri yang menghasilkan produk SNI menjadi lebih lemah dibandingkan produk non-SNI yang notabene lebih murah.

Konsumen juga sudah pasti terancam karena produk yang digunakan berpotensi menimbulkan kecelakaan dan bencana yang dapat berdampak pada kehilangan nyawa, cacat, luka, serta kerugian ekonomi akibat kehilangan dan kerusakan harta benda.

Tidak hanya itu, pemerintah juga berpotensi dirugikan oleh baja non-SNI karena kegagalan yang dapat ditimbulkan pada berbagai proyek nasional yang tentunya akan berdampak luas pada perekonomian nasional.

"Sementara' produsen dalam negeri mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memastikan mutu produk sesuai dengan SNI. Selain itu, kita ini menyerap banyak tenaga kerja dan bobot konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi cukup dominan. Apakah negeri ini akan menjadi negara importir?” urainya.

Melalui Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA), Handaja selaku Ketua Kluster Al & Zn Coated, mengaku kerap memberi masukan kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan industri baja lokal

"Kalau kita impor bagaimana nasibnya buruh kita dan SDM kita masih banyak yang belum dapat kerja," ujarnya.

"Kami juga terus mendorong dilakukannya pengawasan terhadap peredaran baja ilegal. Pemerintah punya satuan tugas (Satgas) impor ilegal hanya saja kita merasakan masih kurang greget (baca: tegas)," urainya.

Diingatkannya, industri baja memiliki peranan yang sangat penting sebagai penopang bagi industri-industri lainnya. Namun, hal tersebut nyatanya tidak membuat industri baja nasional berjaya. Kondisinya saat ini justru sangat memprihatinkan karena adanya berbagai persoalan dan tantangan yang kurang berpihak pada pertumbuhan industrinya.

"Baja ini tulang punggung negara tidak bisa asing yang menguasai. Banyak pabrik China sudah beroperasi di Indonesia, pemerintah mesti tegas. Ini ancaman serius," Ilustrasi baja. (Foto dok. Saranacentral Bajatama) pungkasnya/