TRUSTNEWS.ID,. - Fluktuasi harga produk baja di pasar global, memberikan dampak signifikan bagi pasar di Indonesia. Tanpa terkecuali harga baja Indonesia terpengaruh oleh harga baja internasional. Fluktuasi harga baja internasional sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti dampak konflik geopolitik, situasi ekonomi dunia yang tak menentu, serta peningkatan suku bunga acuan, menggantikan BI Rate.
Stephanus Koeswandi, Ketua Umum Indonesia Zinc Aluminium Steel Industries (IZASI) memprediksi harga baja yang fluktuatif itu masih akan berlanjut hingga kuartal kedua 2024. “Harga baja dunia dipengaruhi oleh Cina yang saat ini tengah dihantam krisis ekonomi dan keuangan. Situasi ini menyebabkan pasaran baja, khususnya di sektor ritel menjadi tidak pasti. Dengan kondisi demikian, kami harus berhati hati karena market akan mengecil dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan dan ada konsentrasi terpecah. Kami berharap agar market ini bisa dinikmati oleh pengusaha Indonesia,” terang Stephanus kepada Trustnews belum lama ini.
Menurut Stephanus, dalam upaya meningkatkan pasar baja yang stabil di dalam negeri ke depan dibutuhkan peran besar dari pemerintah, terutama dalam menentukan standarisasi dan penegakan yang jelas. Selain itu, peran pemerintah ke depan juga dirasakan sangat penting dalam mengendalikan impor besi baja. Kami mengapresiasi pemerintah yang telah berupaya mengendalikan impor.
Diharapkan gerakan pengendalian impor ini konsisten dalam memberikan dukungan kepada industri dalam negeri dan memberikan progress yang signifikan. Pemeriksaan impor besi baja yang semula dilakukan di border, namun sekarang pemeriksaannya bergeser ke post border. Langkah yang tidak kalah penting dilakukan adalah dengan mempertahankan dan meningkatkan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) khususnya untuk audit serta sertifikasi. Stephanus juga mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam menerima investasi, khususnya untuk produk besi baja.
Terkait ini, lanjut Stephanus ditengarai ada investor dari Cina yang menggunakan mesin pindahan dari negara mereka berteknologi absolete yang berdampak sangat buruk bagi lingkungan. “Semoga pemerintah bisa lebih hati-hati dalam menerima investasi. Apalagi para investor ini juga tidak tergabung dalam asosiasi, sehingga kami menjadi tidak memahami sepak terjangnya,” lanjut Stephanus.