Di Awal tahun 2020, Komisi 4 DPRD Jawa Barat sempat menghujani kritik terkait eksistensi keberadaan PT Agro Jawa Barat (Jabar). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov Jabar ini, belum bisa bekerja maksimal. Satu di antaranya, mereka dinilai belum bisa mengatur stabilitas harga. Masih banyak harga bahan makanan pokok seperti beras, minyak, telur, daging, terigu, gula, susu, jagung dan garam yang harganya kerap fluktuatif.
‘’Jawa barat tidak memiliki sentra kebutuhan pokok seperti pasar induk. DKI Jakarta mampu mengendalikan produksi dan distribusi komoditas pokok karena memiliki pasar induk, makanya kami mendesak agar Pemprov menyiapkan pasar pusat distribusi atau pasar induk,’’ kata Anggota Komisi 4 DPRD Jabar, H. Supono kala itu.
PT Agro Jabar adalah sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Barat. Hakekat kehadirannya bertujuan untuk meningkatkan daya guna aset daerah, mengembangkan investasi daerah, memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan membantu menggerakkan perekonomian daerah.
Bahkan, perusahaan daerah yang berdiri sejak tahun 2013 itu juga diarahkan untuk bisa menjadi penjamin pembeli produk-produk rumpun pertanian, meliputi pertanian, perikanan, dan peternakan di Jawa Barat, dengan berupaya melakukan peningkatan nilai tambah bagi petani.
Memang untuk melakukan itu semua tidak semudah membalikkan telapak tangan. Direktur Utama Agro Jabar, Kurnia Fajar, tidak menampik datangnya kritikan kepada perusahaan yang digawanginya. Sikap itu bisa dimakluminya.
Diakui Kurnia Fajar memang pihaknya belum bisa berbuat maksimal, terutama dalam menstabilkan harga kebutuhan pokok, meningkatkan daya guna aset daerah dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Namun, lanjut Kurnia Fajar, bukan berarti pihaknya hanya tinggal diam. Berbagai upaya seperti inovasi dan terobosanterobosan baru juga gencar dilakukan. Dan yang harus dipahami kalau dinamika ini terjadi bukan tanpa sebab. Banyak faktor yang menekan sehingga perusahaan plat merah ini belum terasa pergerakannya.
Ruang lingkup yang mereka miliki terlalu sempit. Contoh kecil saja, aset-aset yang dipercayakan kepada mereka, hingga saat ini masih dikuasai masyarakat. Dalam hal pengolahan lahan kita tidak bisa berbuat banyak.
Makanya kepada Tim yang di lapangan, Kurnia Fajar tidak hanya membidik persoalan laba. Kondisinya masih sangat sulit kalau orientasinya hanya menggali keuntungan.
Langkah yang tepat adalah dengan menjalin hubungan yang baik dan bagaimana caranya mampu meraih kepercayaan masyarakat penggarap yang menguasai lahan. Selama ini orientasi masyarakat penggarap lebih mementingkan tanaman yang keuntungannya dapat mereka peroleh secara cepat. Ini bisa dimaklumi, karena mereka harus menyam- bung hidup sehari-hari.
Makanya ketika Tim Agro Jabar menyarankan untuk menanam tanaman kopi, masyarakat tidak merespon positif. Mereka tahu tanaman kopi baru bisa dipanen dalam kurun waktu tiga tahun. Sedangkan kebutuhan hidup mereka harian. Makanya, Tim Agro Jabar terus mencari solusi. Masyarakat yang awalnya dianjurkan menanam kopi dan menolak, kini lebih diarahkan untuk menanam tanaman yang sifatnya bisa dipanen dalam waktu singkat dan hasilnya cukup menguntungkan, seperti halnya lemon.
Langkah ini pun direspon positif. Masyarakat melihat kalau hasil panen lemon mereka yang di beli PT Agro Jabar,nyatanya mampu memberikan keuntungan yang jauh lebih besar ketimbang dijual ke tengkulak.
“Situasi-situasi seperti inilah yang harus dipahami kita semua. Coba bayangkan, untuk meningkatkan penambahan produksi di hilir saja, perjuangan yang kita butuhkan benar-benar ekstra,” ungkap Kurnia Fajar meyakinkan.
Pondasi komunikasi dan kepercayaan itu terus dibangun kokoh guna mencapai tujuan yang akan diraih. Jika pondasi ini sudah kuat terbangun maka akan mudah mencapai target yang akan dicapai.
Dalam mencapai target, Fajar Kurnia mengedepankan rumus trading. Misalnya, ada masyarakat yang memiliki gabah, kemudian dibeli oleh PT Agro Jabar untuk kemudian diolah menjadi beras lantas keuntungan bisa diraih. “Paling tidak langkah trading ini kita lakukan dalam mencapai target di sektor pertanian, perkebunan dan perikanan di Jawa Barat. PT Agro Jabar ini bisa dibilang merupakan perpaduan PTPN dan Perhutani. Hasil panen kita beli, kemudian diolah dan dijual ke pasaran,” tambahnya.
Meskipun begitu, kolaborasi dan inovasi tetap mereka kedepankan dalam menjawab tantangan usaha pertanian di masa kini. Apalagi, sebenarnya banyak potensi pertanian di Jawa Barat ternyata sangat berpeluang dimanfaatkan pemenuhan dalam negeri dan pasar ekspor. (TN)