trustnews.id

BPR BKK Banjarharjo Bersiap Garap Asuransi Usaha Tani
Muhammad Abdillah, Direktur Utama PT BPR BKK Banjarharjo (Perseroda).

Untuk meminimalisir kerugian para petani bawang merah, lanjutnya, BPR BKK Banjarharjo keluarkan kredit usaha tani sebagai bentuk perlindungan terhadap petani dari kegagalan panen.

"Ingat bawang merah, ingat Brebes." Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah ini, tak hanya tersohor dengan telur asinnya. Tapi juga penghasil bawang merah terbesar di Indonesia.

Secara geografis, Kabupaten Brebes luas 1 769,62 kilometer persegi dan terbagi dalam 17 kecamatan, ini menghasilkan bawang merah Brebes mencapai 290.813 ton per tahun, dengan luas tanam sekitar 24.783 hektar. Tingginya produktivitas bawang merah Brebes menjadikan Brebes sebagai penyangga kebutuhan nasional, yakni sebesar 30 persen untuk nasional dan 60 persen untuk Jawa Tengah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2020, jumlah produksi bawang merah di Kabupaten Brebes sebesar 3,8 juta kuintal dengan luas panen 38,9 ribu hektare pada 2020. Produksi ini meningkat 26,6% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 3,03 juta kuintal.

Hanya saja dalam pandangan Muhammad Abdillah, Direktur Utama PT BPR BKK Banjarharjo (Perseroda), meski tergolong sentra bawang merah terbesar di Indonesia, bukan berarti pertanian bawang merah di Kabupaten Brebes tanpa masalah.

"Tanaman bawang sebagaimana usaha pertanian lain, seperti padi memiliki risiko ketidakpastian yang cukup besar. Salah satunya adalah gagal panen yang disebabkan oleh banyak faktor, baik itu perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, dan serangan organisme pengganggu tanaman," ujar Abdillah kepada TrustNews.

"Belum persoalan lainnya yakni harga bawang merah yang jatuh saat panen raya tiba," tambahnya.

Untuk meminimalisir kerugian para petani bawang merah, lanjutnya, Bupati Brebes Idza Priyanti menginginkan adanya asuransi usaha tani bawang sebagai bentuk perlindungan terhadap petani dari kegagalan panen.

"Bupati Brebes Idza Priyanti memberi penugasan kepada kita (BPR BKK Banjarharjo) sebagai pihak yang mengeluarkan kredit pertanian bawang merah. Polanya, petani menjadi debitur yang mengambil kredit di sektor pertanian dan peternakan di kita bisa mendapatkan manfaat perlindungan dari asuransi Jasindo," ungkapnya.

"Bila petani mengalami gagal panen, maka petani tersebut bisa klaim ke Jasindo. Ini terobosan untuk membantu para petani. Siapa lagi yang mau bantu petani kalau bukan kita," urainya.

Sebagai informasi, asuransi pertanian adalah bentuk perjanjian antara kedua belah pihak tertanggung yaitu petani dengan penanggung yaitu Perusahaan Asuransi. Dimana tertanggung membayar sebuah iuran/premi kepada penanggung demi mendapatkan bentuk ganti rugi atas risiko finansial yang terjadi secara tak terduga.

Maka bagi peserta AUTP yang memiliki tingkat produktivitas lahan yang tinggi, tidak ada tambahan keuntungan di luar ganti rugi yang didapatkan jika terjadi hal tak terduga kepada lahan garapannya.

Abdillah juga menjelaskan kinerja perusahaan yang dipimpinnya dalam memberikan kontribusi kepada daerah berupa PAD. Pada tahun 2021, atas kinerja BPR BKK Banjarharjo tahun 2020, telah menyetorkan dividen kepada pemegang saham sebesar Rp 956.7 juta. Dengan rincian Pemprov Jateng sebesar Rp 587.2 juta dan Pemkab Brebes sebesar Rp 369.6 juta.

"Sampai dengan September 2021 ini, capaian kredit PT BPR BKK Banjarharjo (Perseroda) sebesar Rp 71.5 miliar, damas sebesar Rp72.5 miliar, capaian asset sudah mencapai Rp98.6 miliar dan laba yang tercapai sebesar Rp2.7 miliar (74,7% dari rbb Desember 2021).

Abdillah juga melihat, pemerintah bisa melibatkan peran BPR/BPR BKK dalam pengelolaan Dana Desa. Peran ini awalnya dipercayakan kepada bank umum dan BPR, namun keluarnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa menghilangkan peran BPR.

"Awalnya kita dipercaya untuk mengelola Dana Desa berdasarkan Peraturan Gubernur tahun 2019. Hanya saja pada Desember 2019 terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 yang menyebut bank pelaksana pembayaran Dana Desa itu hanya bank umum, padahal sebelumnya pelaksana pembayaran bank umum dan BPR," ungkapnya.

"Padahal kalau BPR dilibatkan, paling tidak akan menambah dana yang ada di BPR untuk operasional dan menambah aset. Ini yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah agar BPR bisa berkembang, maju dan besar," pungkasnya. (TN)