Pembangunan Irigasi Dukung ketahanan Pangan indonesia
Ketahanan pangan diwujudkan dengan keberlanjutan system irigasi, melalui pengembangan hingga operasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Komponen penting dalam kehidupan manusia salah satunya adalah air. Air menunjang hampir semua lini kehidupan, tidak hanya pada manusia tetapi semua makhluk hidup yang ada di muka bumi. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya air penting untuk dilakukan demi menjamin ketersediaannya. Salah satu pengelolaan sumber daya air yaitu dengan irigasi.
Menurut kajian yang dilakukan Bappenas tahun 2017, diketahui bahwa irigasi pertanian merupakan pengguna terbesar sumberdaya air mencapai 90.18 persen, diikuti sektor domestik 4.6 persen, perikanan 4.48 persen, industri 0.53 persen dan sisanya 0.21 persen sektor peternakan.
Sedangkan berdasarkan Buku Rencana Strategis 2020-2024 Ditjen SDA, Kemen PUPR, area irigasi permukaan di Indonesia adalah seluas 7.145.168 ha. Dari luas tersebut, hanya 10.7 persen yang pasokan airnya berasal dari waduk, sehingga memiliki jaminan pasokan irigasi yang tinggi.
Adapun sisanya sebesar 89.3 persen, sumber airnya berasal dari non waduk yang memiliki jaminan pasokan irigasi rendah. Sementara berdasarkan UU Sumber Daya Air No. 17 Tahun 2019, pengelolaan urusan irigasi menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR. Infrastruktur Irigasi Bendung/ Waduk, saluran primer, sekunder sampai dengan tersier menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal ini oleh Kementerian PUPR.
"Peranan Kementerian Pertanian (Kementan) lebih kepada pemanfaatan air irigasi agar lebih efisien untuk mendukung peningkatan produksi pertanian. Untuk membantu petani dalam pemanfaatan air irigasi tersebut Kementan juga membantu para petani melakukan kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier," ujar Ali Jamil, Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) menjawab TrustNews.
Dijelaskannya, irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. "Fungsi irigasi dalam meningkatkan produksi padi sawah yaitu memudahkan dalam pengolahan tanah, sebagai penyedia air bagi tanaman, memudahkan penggunaan pupuk dan obat-obatan, serta menekan perkembangan hama penyakit dan gulma," jelasnya.
Adapun Pengelolaan sumber daya air untuk mendukung ketahanan pangan, menurutnya, dihadapkan pada belum optimalnya kinerja sistem irigasi.
"Kinerja sistem irigasi yang masih rendah berdampak pada rendahnya efisiensi air irigasi," ungkapnya.
"Beberapa variabel, hubungan antara irigasi dengan peningkatan hasil pertanian, antara lain ketersediaan air di waduk/ bendung, kondisi jaringan irigasi pada saluran primer, sekunder, tersier, maupun kuarter," ujarnya.
"Variabel lainnya terkait dengan pemanfaatan air irigasi secara efektif dan efisien. Tata tanam dengan memperhatikan ketersediaan dan kebutuhan air irigasi. Pemberdayaan kelembagaan dan mendorong partisipasi perkumpulan petani pemakai air (P3A)/kelompok tani di dalam mengatur dan mengelola irigasi," paparnya.
Baginya ada tiga faktor yang perlu dibenahi terkait tata kelola irigasi pertanian. Pertama, meningkatkan partisipasi petani dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang telah dibangun. Sehingga di lokasi yang terdapat jaringan irigasi yang dibangun dapat terawat dengan baik.
Kedua, pemberdayaan petani pemakai air. Dan, ketiga, mengimplementasikan modernisasi irigasi lebih luas. Di lain sisi, menurutnya, keterbatasan ketersediaan air menuntut sebuah system pertanian yang mampu mengefisienkan penggunaan air serta tetap mendapatkan output (yield) yang memenuhi target kebutuhan pangan.
Selain itu, fenomena perubahan iklim global, perkembangan penduduk yang relatif cepat serta terjadinya peningkatan alih fungsi lahan (lahan pertanian menjadi non-pertanian) menyebabkan modernisasi irigasi pertanian menjadi program yang sangat strategis.
"Modernisasi irigasi diwujudkan melalui 5 pendekatan, yaitu: meningkatkan keandalan penyediaan air, prasarana, manajemen irigasi, Lembaga, dan sumber daya manusia. Kementerian Pertanian mendorong dan menginisiasi hal tersebut dengan mengimplementasikannya pada RENSTRA 2020 - 2024," ujarnya.
Adapun kegiatan mengimplementasikannya pada RENSTRA 2020 - 2024, yakni rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usaha tani, pemanfaatan sumber-sumber air baik permukaan maupun air tanah Pengembangan irigasi perpompaan dan perpipaan, menampung sumber-sumber air permukaan dengan pembangunan embung dan dam parit untuk pemenuhan air irigasi di saat sulit air (musim kemarau) dan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan kelembagaan petani pemakai air (P3A) dan kelompok tani.
Dalam pandangan Ali Jamil, ibarat sayur kurang garam, begitu juga menyoal irigasi tanpa membicarakan bendungan. Sebab berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi, untuk mendukung keberlanjutan sistem irigasi ditentukan oleh keandalan air irigasi.
"Bicara keandalan tentu terkait dengan kegiatan membangun waduk, waduk lapangan, bendungan, bendung, pompa, dan jaringan drainase yang memadai, mengendalikan mutu air, serta memanfaatkan Kembali air drainase," ujarnya.
"Dimana hal tersebut merupakan kewenangan dari Kementerian PUPR. Sedangkan untuk tingkat usaha tani atau pengaturan pembagian air di lahan pertanian dari tersier maupun kuarter merupakan kewenangan dari kelompok tani atau masyarakat," jelasnya.
Sebab itulah, menurutnya, indikasi Irigasi Pertanian terkait dengan indicator keberhasilan dalam program pengembangan irigasi. Indikatornya ialah tercapainya produktivitas air dan efisiensi penggunaan air dengan pendekatan pengelolaan air irigasi yang efektif dan efisien sehingga menjamin ketersediaan air untuk pertanian.
Sebagai Dirjen PSP, Ali Jamil punya harapan lahan pertanian potensial yang luasnya sekitar 3,45 juta ha bisa memiliki sistem irigasi permanen. Lahan pertanian ini merupakan agroekosistem lahan kering atau lahan sawah tadah hujan dengan indeks pertanaman (IP) 100.
Lahan ini baginya, sangat potensial untuk dikembangkan menjadi lahan IP 200 bahkan 300 dengan mengembangkan sistem irigasi yang sesuai.
"Kendala yang dihadapi adalah umumnya lahan ini sangat besar dengan luasan antara 10-100 ha, memiliki topografi tidak datar, sumber air memiliki elevasi lebih rendah dibandingkan elevasi lahan. Kementerian pertanian sudah memiliki teknologi irigasi untuk daerah seperti ini," pungkasnya. (TN)