TrustNews.Id - Produk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) ekspor andalan Indonesia dewasa ini, masih didominasi pakaian jadi. Industri di sektor ini jadi orientasi ekspor Indonesia dikarenakan memiliki keunggulan antara lain dari sisi resilience yang disertai kepercayaaan buyers di negara tujuan utama.
Bahkan di tengah situasi pandemi Covid-19 sekalipun sektor pakaian jadi dapat pulih dalam waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan sektor TPT lainnya. Saat ini para pelaku usaha di sektor industri pakaian jadi Indonesia berupaya melebarkan sayap dengan mengembangkan industri fashion muslim yang memiliki potensi sangat besar untuk dijadikan andalan ekspor.
Apalagi, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak, sehingga tingginya permintaan fashion muslim di dalam negeri juga mendorong pesatnya perkembangan fashion muslim itu sendiri.
Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan minat terhadap modest fashion di berbagai negara di dunia. Hal ini lantas menjadi peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan Indonesia dalam rangka menjadi pusat fashion muslim dunia yang saat ini sedang didorong melalui program Jakarta Muslim Fashion Week bersama Kementerian Perdagangan.
“Industri TPT kini semakin membaik, ditunjukkan dengan semakin membaik nya utilisasi pada seluruh sektor dari hulu hingga hilir. Saat ini utilisasi mencapai 62,54% pada industri tekstil dan 79,09% pada industri pakaian jadi. Kami optimis angka ini dapat semakin meningkat dengan semakin pulihnya kondisi pasar pasca pandemi dan semakin dilonggarkannya PPKM. Secara neraca perdagangan, dalam rentang waktu Januari-April 2022 kinerja ekspor lebih baik dibandingkan rentang waktu yang sama di tahun 2021,” tegas Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastra atmaja kepada TrustNews.
Saat ini, terdapat perusahaan serat rayon dengan kapasitas produksi yang mampu mengakomodir ekspor dalam jumlah cukup besar, karena produksi ditunjang dengan keberadaan plantasi bahan baku serat rayon di Sumatera.
Selain produk pakaian jadi, Indonesia juga kini berusaha mengembangkan ekspor serat rayon di Indonesia. Saat ini, terdapat perusahaan serat rayon dengan kapasitas produksi yang mampu mengakomodir ekspor dalam jumlah cukup besar, karena produksi ditunjang dengan keberadaan plantasi bahan baku serat rayon di Sumatera.
Meski demikian, potensi industri orientasi ekspor Indonesia masih perlu dukungan, di antaranya melalui perjanjian dagang yang dapat memberi lebih banyak keuntungan bagi industri TPT nasional.
Selain itu, diperlukan dukungan pemerintah dalam rangka menyamakan playing field industri TPT nasional sehingga memiliki daya saing yang semakin tinggi dibandingkan negara pesaing, salah satunya terkait dengan isu freight costs yang masih tinggi hingga saat ini.
“Kondisi geografis Indonesia yang lebih jauh daripada negara-negara pesaing ke pasar tujuan ekspor menyebabkan para eksportir harus mengeluarkan biaya lebih besar yang berdampak pada harga jual di pasar tujuan,” tambah Jemmy.
Namun demikian, yang tidak kalah menjadi perhatian khusus menurut Jemmy menyangkut soal bahan baku. Saat ini bahan baku utama yang dibutuhkan industri TPT nasional didominasi oleh 3 jenis, yakni serat kapas, serat polyester, dan serat rayon. Serat kapas masih bergantung 100% pada impor, karena iklim Indonesia kurang cocok untuk budidaya kapas.
Untuk ketersediaan serat rayon, seperti yang telah disinggung dalam poin sebelumnya, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan serat rayon secara mandiri. Dalam memenuhi kebutuhan serat polyester, Indonesia masih memerlukan impor karena keterbatasan bahan baku pada industri serat polyester, yakni Monoethylene Glycol (MEG) dan Paraxylene (PX).
Bahan baku tersebut kini masih banyak diimpor dari China dan Arab Saudi. Saat ini peme-rintah sedang melakukan pengembangan kapasitas produksi PX East ASia Forum East ASia Forum nasional melalui proyek revamping aromatik pada PT TPPI (TubanPetro).
Meski demikian, diperlukan lebih banyak investasi pada industri petrokimia terutama dalam pemenuhan kebutuhan MEG di dalam negeri agar industri serat polyester dapat memenuhi kebutuhannya dari dalam negeri. Selain itu tantangan lain yang dihadapi Industri TPT Indonesia, adalah perlambatan Ekonomi di berbagai belahan Dunia termasuk USA, Europe dan China. Jika Pemerintah Indonesia tidak melakukan perlindungan market dengan non tarif maupun tarif, market industri TPT Indonesia akan terganggu.
“Kami berharap pemulihan pasar pasca pandemi dapat semakin baik sehingga kondisi pasar serta konsumsi produk dalam negeri masyarakat dapat kembali pulih. Meski kini kita semua harus waspada dalam rangka menghadapi resesi global, kami percaya dengan menurunkan konsumsi barang impor maka Indonesia dapat lebih memiliki ketahanan dan pengaruh krisis global tidak akan terlalu memberi pengaruh yang signifikan. Kami juga berharap agar pemerintah dapat lebih mendukung kami melalui regulasi-regulasi yang lebih pro industri dalam negeri,” ujarnya penuh harap.
(tn/san)