TRUSTNEWS.ID - Melalui pencapaian dan ragam prestasi yang telah diraih, Brantas Abipraya optimis dapat menjadi yang terdepan dalam mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan nasional.Bendungan terpanjang se-Asia Tenggara, bendungan tertinggi di Indonesia dan bendungan kering kian meneguhkan eksistensi sebagai "Raja Bendungan" di Indonesia.
Ketiganya masuk dalam 15 paket pekerjaan pembangunan bendungan yang juga merupakan PSN sepanjang 2022. Ketiga bendungan "ter" itu, yakni Bendungan Bener yang terletak di Purworejo, Jawa Tengah, akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia.
Bendungan Semantok di Nganjuk, Jawa Timur akan menjadi bendungan terpanjang se-Asia Tenggara. Bendungan Ciawi di Jawa Barat akan menjadi bendungan kering pertama di Indonesia. Ini belum tahun sebelumnya, Brantas Abipraya sukses merampungkan 42 paket bendungan yang tersebar di Indonesia. Termasuk ikut berkontribusi dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru dengan merampungkan Bendungan Sepaku Semoi di Kalimantan Timur (Kaltim).
Melalui pencapaian dan ragam prestasi yang telah diraih, Brantas Abipraya optimis dapat menjadi yang terdepan dalam mendukung cita-cita pemerintah kemandirian dan ketahanan pangan nasional. Komitmen itu ditegaskan Direktur Utama PT Brantas Abipraya (Persero), Sugeng Rochadi, "Brantas Abipraya mendukung program pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan mensukseskan program ketahanan pangan yang dicanangkan oleh pemerintah," ujarnya kepada TRUSTNEWS.
Dalam upaya mendukung program pemerintah terkait pembangunan infrastruktur, dirinya mengakui, perusahaan harus pintar-pintar dalam menjalankan roda bisnis akibat dampak yang ditimbulkan dari pandemi. Dalam kurun waktu 2020-2021, khususnya masa awal pandemi, beberapa anggaran proyek infrastruktur banyak dilakukan realokasi, sehingga berdampak langsung terhadap performa perseroan yang memang tugas utamanya menggarap proyek-proyek tersebut.
"Saat awal pandemi atau sepanjang 2020 paling berat kondisinya. Efeknya berantai relokasi anggaran menyebabkan turunnya jumlah tender. Kalaupun ada proyek dalam masa tender, maka digeser jadwal pelaksanaannya. Ini menyebabkan perolehan kontrak baru oleh perusahaan juga menurun," ujarnya.
"Sedikitnya kontrak baru yang didapat membuat target pendapatan perusahaan tidak tercapai. Pada saat yang bersamaan terjadi penundaan pembayaran dari pemberi kerja yang berakibat pada peningkatan utang dan beban bunga. Akumulasi dari semua itu tidak terealisasinya rencana investasi," paparnya.
Dalam kondisi seperti itu, lanjutnya, perusahaan melakukan adaptasi dengan kondisi pandemi Covid-19 dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Dengan memaksimalkan perolehan kontrak pada proyek dengan sumber pendanaan yang pasti. Seperti proyek-proyek yang pendanaannya bersumber pada APBN pada kementerian Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan.
"Selain itu memaksimalkan efisiensi operasional di seluruh perusahaan. Dan, menerapkan fokus pengembangan sesuai dengan kekuatan utama perusahaan di bidang sumber daya air," ungkapnya.
Kemampuan beradaptasi dan jeli dalam memanfaatkan peluang, Brantas Abipraya masih mampu mencatatkan kinerja keuangan yang positif di tahun 2021 dibanding tahun sebelumnya. Untuk aset bertumbuh 4,85% secara year on year (yoy) dari Rp6,648 triliun menjadi Rp6,97 triliun, ekuitas terkerek 4,38% dari Rp1,642 triliun menjadi Rp1,714 triliun, namun liabilitas juga masih ikut naik sebesar 5% dari Rp5,005 triliun menjadi Rp5,256 triliun.
“Dengan pendapatan usaha dan laba bersih juga meningkat. Untuk pendapatan usaha di 2020 sebesar Rp2,43 triliun menjadi Rp2,66 triliun atau naik 9,39% dengan laba bersih menjadi Rp57,8 miliar dari sebelumnya Rp33,7 miliar atau melonjak 71,59%,” jelas dia.
Adaptasi dalam melalui pandemi, dijelaskannya, Brantas Abipraya memiliki lima segmen usaha yang tengah dan akan digarapnya dengan mengusung beberapa strategi. Lima segmen itu adalah Produk dan Jasa Penunjang, dalam hal ini antara lain strategi bisnisnya adalah optimalisasi kapasitas produksi terpasang dan pengembangan OSP beton yang mendukung efisiensi proyek.
Di segmen Konstruksi dengan strategi, mempertahankan posisi market leader di sektor SDA, meningkatkan pangsa pasar non SDA, memasuki segmen EPC dan EPCC, mendirikan unit bisnis engineering, selaku melakukan IPO (Initial Public Offering).
Di segmen Energi Baru dan Terbarukan, strateginya antara lain, merealisasikan rencana investasi PLTM, PLTA, yang memenuhi standar kelayakan, serta mengembangkan rencana investasi PLTM/PLTA sesuai dengan rencana pemerintah.
Adapun beberapa PLTM yang telah dibangun dan beroperasi adalah PLTM Padang Guci-1 3X2 MW, PLTM Sako-1 2X3 MW, PLTM Padang Guci-2 2X3,5 MW dan PLTS Gorontalo sebesar 2 MWp. Brantas Energi (BREN) menargetkan PLTM Maiting Hulu-2 di Toraja Utara, Sulawesi Selatan, dapat beroperasi pada tahun ini.
Selain PLTM, Brantas Abipraya juga berkolaborasi bersama PT Wika Industri Energi untuk membangun PLTS terapung di bendungan-bendungan Barang Milik Negara (BMN) pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Pengembangan EBT ini menjadi program pemerintah hingga tahun 2030 nanti. Segmen EBT ini akan menjadi nilai tambah dari Abipraya dan anak usaha. Dan berharap akan tumbuh sesuai dengan amanah dari pemerintah yakni Pak (Presiden) Jokowi,” tuturnya.
Segmen keempat, segmen pengelolaan air dan energi lainya dengan strategi meningkatkan realisasi investasi SPAM, meningkatkan realisasi investasi IPAL, dan lain sebagainya. Serta segmen kelima, investasi lainnya dengan strategi meningkatkan pengembangan produk-produk residensi dan komersial, dan lain sebagainya.
“Strategi ini dalam rangka mengincar pendapatan usaha perusahaan di tahun 2024 nanti mencapai Rp9,3 triliun dengan laba bersih di kisaran Rp 368 miliar,” ujar dia. Kinerja positif tersebut, menurut Sugeng Rochadi, tak lepas dari peran GRC di perusahaan. Dan itu sudah terlihat dari kebijakan dan implementasi GRC-nya. Mulai dari level top manajemen hingga yang bertanggung jawab terhadap aspek GCG, risk management, dan compliance ke regulasi yang ada.
Dari sisi kebijakan pihaknya sudah memiliki sistem dan kebijakan GRC, seperti peraturan menteri bumn nomor: PER-01/ MBU/2011 tentang Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada Badan usaha Milik Negara. Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-11/ MBU/11/2011 tentang Kontrak manajemen dan kontrak manajemen tahunan Direksi Badan Usaha Milik Negara.
Lalu ada juga Code of Corporate Governance, Board of Manual, Code of Conduct, Prosedur WBS No : 2-000-10-06/01, KPTS Gratifikasi No : 241/D/KPTS/IV/2019, Laporan Assessment GCG, SK 16 MBU 2012 Tentang Parameter GCG, dan lainnya. Sementara terkait dengan manajemen risiko, lanjut dia, pihaknya sudah memposisikan hal ini sebagai sesuatu yang penting. Ini dibuktikan dengan sertifikasi ISO 31000:2018 pada tahun 2021.
Dalam implementasinya, Brantas Abipraya juga sudah melakukan pengujian terhadap level GCG yang ada di perusahaan. Berdasarkan hasil assessment dari BPKP di tahun 2021 lalu hasilnya adalah 88,412 atau “Sangat Baik” dengan komponen yang dinilai adalah Komitmen terhadap penerapan GCG secara berkelanjutan, PS dan RUPS/pemilik modal, dewan komisaris/dewan pengawas, direksi, pengungkapan informasi dan transparansi, dan aspek lainnya.
“Termasuk dalam GCG ini kami juga dalam hal pengadaan barang dan jasa ini sudah menggunakan e-procurement dalam pengadaan tender ini,” ujarnya.
Bahkan dalam mendukung implementasi GRC tersebut, lanjutnya, perusahaan tak segan menggunakan IT yakni aplikasi pelaporan manajemen risiko (E-RISK) yang disebut RISMA. Selain itu, IT juga digunakan untuk dapat mendukung Pengelolaan Bisnis Abipraya. Yakni dengan mengimplementasikan ERP plus 5 modul utama yaitu PS (Project System), MM (Material Management), SD (Sales & Distribution), HCM (Human Capital Management) dan FICO (Finance & Controlling).
“Dengan ERP ini mendukung pengelolaan bisnis sesuai dengan proses bisnis perusahaan,” pungkasnya. (tn/san)*