Industri Plastik Indonesia memiliki potensi besar dikembangkan karena terkait pengembangan industri nasional lainnya. Meskipun begitu, nyatanya industri ini terbelit rumitnya regulasi dan pengenaan bea masuk.
Dalam sebuah kesempatan, Henry Chevalier mendapatkan pertanyaan dari seorang ketua lembaga departemen tertentu yang tak ingin dia sebutkan namanya. Pertanyaan tersebut, terdengar seperti menguji Henry atau semata hanya mengkonfirmasi.
“Saya ditanya berapa lama kira-kira kemasan plastik akan terurai? Saya jawab, berapa lamanya saya tidak tahu. Akan tetapi coba taruh saja botol air mineral atau kemasan oli di pinggir jalan, paling lama 10 menit sudah hilang diambil para pemulung," begitulah kira-kira percakapan antara Henry dan si penanya.
Bicara plastik, sampah plastik dan kontroversi plastik, tidak akan ramai tanpa sosok Henry. Ibaratnya, seperti sayuran kurang garam. Alur pemikirannya runtut dengan argumen yang masuk akal. Tengok saja jawabannya soal berapa lama kemasan plastik akan terurai dan keberadaan pemulung. Dia ingin mengatakan, ada proses daur ulang yang terjadi pada plastik kemasan.
“Ada usaha daur ulang plastik, ada asosiasi pemulung, mereka itu mengambil kemasan-kemasan plastik buangan untuk didaur ulang kembali. Plastik-plastik tadi sebagai bahan bakunya, kemudian diolah kembali menjadi beragam produk baru,” ujar Henry yang tercatat sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Sekjen Aphindo) kepada TrustNews.
Dia pun menjelaskan, botol-botol air mineral, shampo, sabun, oli dan lainnya masuk dalam rigid packaging. Tercatat, hampir 70% produk-produk PT Unilever Indonesia menggunakan kemasan yang diproduksi oleh anggota Aphindo. Termasuk industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika serta elektronika menggunakan hasil industri kemasan plastik. Sedangkan thermoforming adalah produksi part otomotif seperti body part sepeda motor dan dashboard mobil yang terbuat dari plastik.
“Industri kemasan plastik itu industri besar, masuk sektor strategis dan prioritas dalam pengembangan industri nasional,” tegasnya.
Sebagai industri strategis dan prioritas, lanjutnya, sudah sewajarnya mendapat dukungan penuh dari semua pihak. Apalagi, sektor ini memiliki 925 perusahaan dengan bermacam produksinya dan menyerap tenaga kerja sebanyak 37.327 orang.
“Pihak Kementerian Perindustrian mengatakan permintaan produk plastik nasional mencapai 4,6 juta ton. Meningkat sebesar 5% dalam lima tahun terakhir, ini nggak main-main” paparnya.
Bahkan seiring bertambahnya jumlah penduduk, ujar Henry melanjutkan, kebutuhan-kebutuhan akan consumer good juga bertambah. Konsekuensinya produk kemasan plastik juga akan bertambah. Potensi yang besar ini, belum mampu dipenuhi oleh industri petrokimia dalam negeri, sehingga impor bahan baku menjadi jawabannya.
“Industri petrokimia dalam negeri baru mampu mensuplai 60% kebutuhan bahan baku, impor dilakukan untuk menutupi kekurangan. Untuk bea masuk di kawasan Asia sudah 0% dan non-Asia kena bea masuk 5-10%, tentunya mempengaruhi industri plastik kedepannya,” tegasnya.
Pihak Aphindo menginginkan fasilitas bea masuk tetap ditanggung pemerintah sampai industri petrokimia dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan bahan baku plastik. Baginya, pengenaan bea masuk pada bahan baku impor akan berdampak pada industri dengan melakukan efisiensi, ujungnya yakni membuat harga makanan dan minuman kemasan menjadi mahal.
Selain itu, Aphindo melihat sudah ada beberapa perusahaan yang melakukan ekspansi ke luar negeri. Mereka buka di Vietnam, Thailand bahkan Australia. Hal tersebut dilakukan lantaran peraturan dalam negeri yang terlalu banyak.
Henry mengaku iri dengan cara Thailand memperlakukan investor untuk menanamkan modalnya di negara berjulukan 'Gajah Putih’ itu. Dia mengaku datang ke kawasan industri yang terbagi dalam tiga zona, yakni Zona 1 free tax lima tahun, Zona 2 free tax 10 tahun dan Zona 3 mendapat free tax 15 tahun.
“Kalau saya bangun perusahaan di Zona 1, saya akan dapat free tax selama lima tahun," ujarnya mencontohkan.
Pun masalah pembangunan, di Thailand membangun pabrik industri tidak perlu repot menunggu masalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Menurutnya, IMB dapat diurus bersamaan dengan mendirikan bangunannya.
"Bayangkan sudah dapat free tax lima tahun ditambah urus IMB bisa belakangan. kemudahan-kemudahan seperti ini yang pemerintah harus lakukan untuk mengundang investasi asing masuk ke dalam negeri,” ungkap Henry.
Ia berharap di era pemerintahan mendatang bisa mempermudah regulasi yang terbilang rumit sehingga investor asing mau masuk ke dalam negeri. (TN)