TRUSTNEWS.ID - Pembangunan infrastruktur air bersih ke kawasan kumuh dan miskin masuk dalam fokus kerja TKR untuk memenuhi target RPJMD. Terpenuhinya kebutuhan air minum bagi masyarakat mencapai 60% di 2023 nanti.
Air bersih merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan pengentasan kemiskinan. Kondisi prasarana dan sarana air minum memberikan pengaruh besar pada kesehatan dan lingkungan yang memiliki dampak lanjutan terhadap tingkat perekonomian keluarga.
Sejalan dengan program "Gebrak Pakumis (Gerakan Bersama Rakyat, Atasi Kawasan Padat, Kumuh, dan Miskin)" masalah sarana sanitasi dan air bersih menjadi prioritas utama penanganan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU).
"Perumdam Tirta Kerta Raharja tentu mendukung penuh program Gebrak Pakumis dengan menyiapkan pembangunan infrastruktur air bersih ke kawasan kumuh dan miskin di Kabupaten Tangerang," ujar Sofyan Sapar, Direktur Utama Perumdam Tirta Kerta Raharja (TKR) kepada Trustnews.
Namun digarisbawahi Sofyan, pembangunan infrastruktur air bersih ke kawasan kumuh dan miskin masuk dalam fokus kerja TKR untuk memenuhi target RPJMD. Yakni, terpenuhinya kebutuhan air minum bagi masyarakat mencapai 60% di 2023 nanti.
"Kita bicaranya tidak kawasan kumuh atau tidak kumuh, tapi lebih kepada cakupan pelayanan sebesar 60 persen di 2023 nanti. Saat ini sudah berada di posisi 46 persen berarti tinggal 14 persen lagi. 14 persen itu harus selesai di RPJMD Kabupaten Tangerang sampai dengan tahun 2023," tegasnya.
Sesuai dengan business plan perseroan, lanjutnya, dalam RPJMD 2020-2023. Dengan beberapa tahapan antara lain, di tahun ini ditargetkan cakupan di Kabupaten Tangerang mencapai 45% dengan target Perumdam TKR sebesar Rp19,67%. Dengan target penambahan SL 41.217 unit dan pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) baru total 1.700 l/d serta pengalihan IPA Cikokol sebesar 650 l/d.
Dan untuk tahun depan ditargetkan cakupan di kabupaten sebanyak 53,02% dengan cakupan Perumdam di angka 25,31%. Dengan target penambahan SL 43.681 unit dan pembangunan IPA baru total 500 l/d. Lalu target di 2023, cakupan di kabupaten mencapai 60% dan cakupan Perumdam sebesar 31,29%. Plus target penambahan SL sebanyak 45.690 unit.
“Di tahun 2024 nanti, kita targetkan cakupan di kabupaten sebanyak 63,91% dan cakupan Perumdam capai 34,82%. Dengan target penambahan SL 36.465 unit dan pembangunan IPA kapasitas total 500 l/d," ujarnya.
"Kami siap menggelontorkan total investasi 2020-2024 mencapai Rp5,653 triliun. Dana itu untuk pembebasan lahan, pembangunan IPA, pembangunan jaringan perpipaan, pajak 10%, perizinan, dan engineering service,” paparnya.
Perumusan target tersebut memang tak lepas dari masih besarnya potensi di Tangerang. Menurut dia, pesatnya angka pertumbuhan penduduk di Kab. Tangerang menyebabkan meningkatnya kebutuhan air minum atau bersih di sana, sehingga berdasarkan kondisi ini maka Pemkab Tangerang sesuai RPJMD itu menargetkan terpenuhinya kebutuhan air minum bagi masyarakat mencapai 60% di 2024 nanti.
“Dari proyeksi pasar itu, kami prediksi jumlah penduduk di 2024 nanti mencapai 4.463.216 jiwa. Dengan jumlah pelanggan 2.856.458 jiwa, dan tingkat pelayanan sudah sebesar 63,91%. Karena kebutuhan air di tahun itu sudah mencapai 12.654,17 liter per detik,” ucapnya.
Terkait dengan aksi nyata sanitasi, lanjutnya, Perumdam TKR ikut serta dalam program Kampung Sejahtera di Desa Kohod, kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, pada 2017 lalu, dengan renovasi 1 rumah kumuh dan membangun sarana Mandi Cuci Kakus (MCK).
Kemudian keterlibatan Perumdam TKR pada program perkembangannya Desa Ketapang ini menjadi kawasan prioritas untuk pengembangan daerah bernama “Kawasan Mauk”.
"Kalau ditanya program kongkrit TKR, kita ikut di Desa Kohod dan Desa Ketapang. Tapi secara general, kita bicaranya cakupan pelayanan sampai dengan 46 persen adalah dukungan untuk program sanitasi, juga masuk ke dalam kawasan kumuh dan miskin yang ada di Kabupaten Tangerang yang akan kami sediakan air bersih," ujarnya.
Namun begitu, hal tersebut tentu saja buka sesuatu yang mudah. Setidaknya ada dua hambatan yang harus dihadapi. Pertama, infrastruktur air bersih membutuhkan biaya investasi yang cukup besar.
Kedua, masalah waktu. Dimana untuk percepatan tidak secepat yang diharapkan.
"Hambatannya lebih kepada besarnya dana yang dibutuhkan dan waktu," pungkasnya.
(tn/san)