trustnews.id

PT Sorik Marapi Geothermal Power Pengembangan Panas Bumi, Isu Negatif dan Perekonomian Masyarakat
Dok, Istimewa

TRUSTNEWS.ID - PLTP Sorik Marapi merupakan proyek pengembangan panas bumi tercepat berdasarkan durasi sejak pengeboran sumur eksplorasi pertama dalam Oktober 2016 hingga operasi unit pertamanya, Oktober 2019. PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), saat ini tengah dirundung masalah, terkait dengan insiden dugaan kebocoran gas Hidrogen Sulfida atau H2S di sumur panas bumi proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sorik Marapi di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. 

Runyamnya, dugaan tersebut telah terjadi ke enam kalinya selama dua tahun terakhir, termasuk saat perusahaan melaksanakan kegiatan uji alir sumur T-11 pada 27 September 2022 dalam rangka persiapan Unit III. Keluhan masyarakat justru baru terjadi setelah kegiatan uji alir sumur T-11 selesai. Namun, hasil investigasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM menyatakan bahwa tidak ada kebocoran gas H2S dari kegiatan operasional SMGP. 

Riza Glorius Pasikki, Chief Operating Officer & Chief Technical Officer (COO CTO) PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) mengatakan bahwa, pihaknya berkomitmen dalam lakukan perbaikan berkelanjutan dan menyeluruh, meliputi sisi operasional demi kehandalan operasi, dan keselamatan kerja. SMGP juga bekerja sama dan musyawarah dengan seluruh pihak pemangku kepentingan terkait termasuk Forkopimda, untuk menyelesaikan persoalan sosial.

“KS Orka Renewables sebagai perusahaan induk SMGP telah menunjukkan komitmen tinggi dalam investasi di proyek strategis SMGP, dengan berkontribusi pada ekonomi daerah dan mendongkrak Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta berkontribusi pada pencapaian target negara dalam Net Zero," ujar Riza. 

Riza menjelaskan, total realisasi investasi per April 2022 sebesar Rp 14.26 triliun. Sedangkan pada tahun 2021, kontribusi proyek SMGP melalui PBB, PPN, PPH, serta PNBP meliputi bonus produksi, iuran produksi, iuran eksplorasi, pengamanan obyek vital nasional, mencapai Rp. 213 milyar. 

"Akselerasi proyek kami tak lepas dari teknologi dan inovasi kami yang tepat dan efisiensi biaya untuk mengembangkan pembangkit listrik namun menguntungkan secara ekonomi bagi pemangku kepentingan kami. Proyek kami telah memberikan multiplier effect. Ada 1500 pekerja lokal dan kontraktor lokal, penyedia jasa katering, kendaraan ringan, warung sekitar, rumah kost. Kami jalankan program CSR untuk LBD, peningkatan kemampuan masyarakat lokal untuk ikut berusaha. Tidak kurang Rp2,9 miliar untuk (program) itu," ujarnya. 

Sebagai informasi, pengembangan PLTP Sorik Marapi dengan kapasitas total sebesar 240 MW merupakan salah satu proyek strategis nasional dan menjadi bagian dalam Program 35.000 MW maupun Program FTP 10.000 MW Tahap II. Tentunya, kontribusi ini sejalan dengan target pencapaian 5500 MW dari energi panas bumi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 – 2030, dimana pemerintah meningkatkan porsi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi. Langkah ini merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia dalam Paris Agreement dan peran aktifnya mengurangi emisi karbon.  

SMGP yang mayoritas sahamnya (95%) dimiliki oleh KS Orka Renewables Pte Ltd, perusahaan pengembang dan operator panas bumi yang berbasis di Singapura, memulai proyek ini pada pertengahan tahun 2016. Dalam tiga setengah tahun terakhir telah menyelesaikan pengeboran sejumlah 23 sumur pada 6 tapak pengeboran dan menghubungkan Unit 1 sampai dengan 45 MW pada akhir 2019, menjadikan PLTP Sorik Marapi sebagai proyek panas bumi tercepat berdasarkan durasi sejak pengeboran sumur pertama dalam bulan Oktober 2016 hingga operasi unit pertamanya di bulan Oktober 2019. 

SMGP selaku pengembang telah berhasil menghubungkan Unit I dan Unit II PLTP Sorik Marapi masing-masing sebesar 45 MW pada jaringan 150 kV PT. PLN (Persero), diikuti dengan Unit III sebesar 50 MW pada Oktober 2022. Selain itu, SGMP juga terus mengembangkan proyek melalui kegiatan pengeboran untuk memperoleh hasil maksimal sesuai potensi sumber daya yang ada. Saat ini, SMGP tengah dalam proses pengembangan Unit 4 50 MW dengan target tahun 2023 dan Unit 5 50 MW tahun 2024. 

Pembangunan proyek PLTP Sorik Marapi yang cepat ini, terbukti dapat beroperasi secara komersil dimana harga jual listrik dari SMGP lebih rendah daripada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan Sistem Sumatra Bagian Utara. Artinya, proyek SMGP dengan kapasitas pembangkitan saat ini, telah menghasilkan penghematan biaya operasi PLN sebesar Rp. 51,5 milyar per tahun.

Dalam pengelolaan panas bumi, Riza mengutarakan bahwa salah satu tantangan yang kerap dihadapi yaitu isu-isu sosial. Namun, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pengembang panas bumi berkolaborasi secara intensif untuk melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat bahwa kegiatan konstruksi dan eksplorasi itu aman. 

“Tentunya bersama dengan EBTKE kami bekerja sama, namun kami juga berharap bantuan dan kerja sama dengan seluruh stakeholders dalam eliminasi isu sosial, serta edukasi masyarakat terkait pemahaman tentang panas bumi yang rendah emisi karbon sehingga lebih ramah lingkungan. Hal ini agar investor juga tidak ragu dalam investasi panas bumi, terlebih pada isu sosial yang sudah kami mitigasi.” 

Riza juga mengungkapkan harapannya terkait investasi pengembangan panas bumi di Indonesia khususnya dalam penyederhanaan proses perizinan dan peningkatan insentif. 

“Kami bagian dari Asosiasi Pengembang Panas Bumi juga berharap untuk mendapatkan investment return yang fair melalui perbaikan insentif seperti tarif dan fiskal. Lokasi panas bumi kebanyakan di kawasan hutan dan pegunungan, kami juga berharap IPPKH, AMDAL juga prosesnya disederhanakan dan dipersingkat, agar ada efek positif secara optimal dan membantu para pengembang panas bumi.” pungkasnya.

(tn/san)