TRUSTNEWS.ID - Menyalurkan LPG dan BBM hingga ke penjuru negeri hingga ke wilayah 3T dalam rangka energi berkeadilan. Pertamina harus dapat memastikan tersedianya energi yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. BBM subsidi hanya diberikan kepada jenis tertentu.
Untuk saat ini, ada dua jenis BBM subsidi di Indonesia. Yang pertama adalah bensin dengan oktan 90 (Pertalite) dan diesel dengan setana 48 (Biosolar). Kemudian, harga jual komoditinya lebih murah dari harga pasar serta penjualannya pun dibatasi dengan kuota serta hanya dapat digunakan oleh konsumen dari kalangan tertentu.
Sementara, BBM non subsidi merupakan bahan bakar minyak yang diperjualbelikan tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam me-netapkan harganya. Karena itu, setiap perusahaan penyedia bahan bakar minyak berhak bersaing secara sehat dengan mengacu pada UU Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001.
Terdapat beberapa produk yang dikeluarkan BBM non-subsidi, di antaranya Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite, Pertamax, pelumas Fastron, serta Bright Gas. Produk ini menjadi rekomendasi untuk kendaraan yang dibatasi atau peralihan dari BBM subsidi.
Dari sisi kualitas, BBM subsidi memiliki nilai oktan dan setana lebih rendah dibandingkan dengan BBM non-subsidi yang mempunyai nilai oktan dan setana yang lebih tinggi. Adapun penjualan BBM subsidi dibatasi dengan kuota dan hanya bisa digunakan oleh konsumen dari kalangan tertentu, sedangkan BBM non-subsidi direkomendasikan untuk kendaraan yang dibatasi atau peralihan dari BBM subsidi.
Irto Ginting, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading, mengatakan harga BBM Pertamina dipengaruhi juga oleh factor distribusi. Hal ini tidak terlepas dari kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Bahkan, pendistribusian BBM untuk menjangkau wilayah tertentu perlu menggunakan sejumlah moda transportasi seperti kapal hingga pesawat. Sehingga, Pertamina bahkan harus menyediakan pesawat khusus untuk mendistribusikan BBM ke wilayah tersebut. Penyebab lainnya adalah medan jalan seperti jalur gunung dan bukit, yang membuat distribusi BBM menjadi lebih menantang.
Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 36 Tahun 2016 mengenai Pemberlakuan Satu Harga Jenis BBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), dan telah ditetapkan secara nasional sejak 1 Januari 2017. Dengan tujuan menciptakan pemerataan akses energi serta harga BBM di seluruh Indonesia, khususnya daerah 3T, yakni Terdepan, Terluar, dan Terpencil. Pemerintah dapat mengatasi permasalahan tersebut, melalui kebijakan BBM satu harga.
"Kami sebagai bagian penyaluran LPG dan BBM berkewajiban menyalurkannya ke seluruh penjuru negeri hingga ke wilayah 3T dalam rangka energi berkeadilan atau 4A+1S yaitu Availability, Accessibility, Affordability, Acceptability dan Sustainability. Pertamina harus dapat memastikan tersedianya energi yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat," ujar Ginting.
“Pertamina sebagai badan usaha tidak hanya mencari keuntungan. Ada penugasan public service obligation. Dimana mendistribusikan BBM ke pelosok negeri sangat menantang. Misalnya cuaca ekstrim yang memengaruhi distribusi ke wilayah pelosok. Ombak tinggi, jalanan putus, longsor dan sebagainya. Jadi kami memastikan bagaimana BBM ini bisa sampai ke tujuan meski melalui jalan alternatif yang bahkan bisa jadi ongkosnya jauh lebih mahal," tambahnya.
Baginya segala komentar tersebut merupakan bukti kecintaan dan kepedulian masyarakat kepada Pertamina dan menjadi cermin dalam melakukan introspeksi.
"Kami bekerja tidak hanya fokus di daerah-daerah yang gemuk saja istilahnya. Tapi juga hingga ke wilayah pelosok dalam mewujudkan energi berkeadilan. Ada SPBU sebelah yang sudah 10 tahun beroperasi di wilayah gemuk ternyata tidak maju juga," ungkapnya.
Dalam melakukan pendistribusian, lanjutnya, Pertamina Patra Niaga memiliki sistem pemantauan data mulai dari produksi di hulu hingga distribusi BBM ke masyarakat lewat Pertamina Integrated Enterprise Data and Command Center (PIEDCC). Melalui PIEDCC bisa terpantau seperti apa kinerja Pertamina, mulai produksi minyak mentah hingga distribusi BBM ke masyarakat.
"Kita bisa melihat langsung aliran dari fluidanya (cairan) ataupun gas. Kalau konteksnya BBM terlihat dari kilang produksinya ada berapa, karena masing-masing jenis di kilang itu ada produk-nya. Kemudian produk disalurkan ke Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM),” ujarnya.
Dari TBBM jumlah BBM yang akan disalurkan ke kendaraan pengangkut (truk tangki) akan dilakukan secara otomatis sesuai dengan jumlah yang dimasukkan lewat sistem. Semua data ini juga terpantau lewat PIEDCC," pungkasnya.
Selanjutnya, saat diangkut oleh truk tangki menuju Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) juga dimonitor secara sistematis. Pengawasan tidak hanya di darat, tapi juga dilakukan di laut saat pengangkutan BBM menggunakan kapal. Saat ini, Pertamina memiliki sekitar 258 kapal yang beroperasi dan semuanya terdata dengan baik dan terpantau secara langsung lewat PIEDCC.
(tn/san)