TRUSTNEWS.ID - Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa atau yang biasa disebut Undang-Undang Desa telah mengubah paradigma pembangunan desa.
Desa saat ini sebagai subjek utama pembangunan. Jika paradigma lama menempatkan desa sebagai objekpembangunan, maka paradigma baru menempatkan desasebagai subjek pembangunan partisipatif.
Penjelasan dari perubahan paradigma ini ada duahal, yaitu pemberian kewenangan berdasarkan azasrekognisi dan subsidiaritas. Ada pengakuan terhadapkeberadaan (eksistensi) desa, dan penggunaankewenangan skala lokal.
Kedua, kedudukan desa sebagai pemerintahanberbasis masyarakat. Desa tidak hanya sebagaikomunitas yang mengatur dirinya sendiri (self governingcommunity) dan pemerintahan lokal (local self government).
Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian DalamNegeri, delapan tahun implementasi Undang-UndangDesa, ada beberapa titik kritis dalam pengelolaanpemerintahan desa/. Pertama, belum optimalnyapemahaman terhadap regulasi/kebijakan tata kelolapemerintahan desa. Kedua, belum optimalnyapemahaman terhadap regulasi/kebijakan SOTKpemerintahan desa dan pengangkatan sertapemberhentian perangkat desa.
Ketiga belum optimalnya pemahaman terhadapregulasi/kebijakan perencanaan pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa dan penyusunan peraturandesa. Keempat, meningkatnya permasalahan tindakpidana terkait pengelolaan keuangan desa. Keenamketerbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) perangkatdesa. Ketujuh, disiplin dalam pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Berangkat dari permasalahan di atas, makaKemendagri melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bina Pemdes Kemendagri) terus melakukan berbagaiupaya untuk meningkatkan Tata Kelola PemerintahanDesa (TKPD).
Meskipun demikian, menurut Direktur JenderalBina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bina Pemdes Kemendagri) Eko PrasetyantoPurnomo Putro pihaknya telah melakukan sejumlahlangkah untuk bisa mengelola pemerintah desa denganbaik.
Bahkan hasil evaluasi dari langkah yangditerapkannya, hasilnya menunjukkan kemajuan.
“Yang telah kita raih, baik dalam tatapenyelenggaraan pemerintahan, pem-bangunan, pembinaan maupun pemberdayaan masyarakat. Namundemikian, kita juga melihat banyak hal yang perludibenahi,” ungkap Eko kepada Trustnews.
Oleh karena itu, untuk melakukan pembenahantersebut pihaknya terus berkolaborasi dengan berbagaipihak, terutama untuk merumuskan target yang akandilakukan di tahun 2023.
Ke depan lanjutnya, soal paradigma pembangunandesa ini harus ada skala prioritas yang mampumeningkatkan atau mencapai tujuan seperti yang telahdigariskan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, terutama bagaimana mewujudkan kesejahteraanumum, di samping tujuan-tujuan yang lain.
Di sisi lain, sebagai aparatur negara tentumempunyai tugas untuk bagaimana mencerdaskanmasyarakat dan menjaga ketertiban dunia. Melaluiparadigma desa ini kita juga harus mencapaikesejahteraan umum. Soal kesejahteraan umum ini, banyak cara yang dilakukan dalam tata kelolapenyelenggaraan pemerintahan desa di UU No 6 Tahun2014. Ada dua hal penting di dalamnya, yaitu konsepmembangun desa dan konsep desa membangun,” tegasnya.
Konsep inilah yang akan terus didorong, terutamauntuk membuat desa bukan sebagai obyek, tetapi juga subyek untuk memandirikan desa. Selain itu yang tidakkalah penting menjadi perhatian adalah bagaimana agar desa tetap tumbuh berkembang, baik ada istiadatnya dan mampu meraih kemajuan di sektor digital. Selain itupihaknya juga terus mendorong penetapan dan penegasantentang batas desa. Hal ini penting dilakukan karena kitatahu, saat ini setiap desa memperoleh dana. Kalau batasdesa ini tidak jelas, pasti akan menimbulkan beragampersoalan di kemudian hari.
Makanya kita bersinergi untuk bisa memberikanyang terbaik terutama untuk mencapai target-target yangtelah ditetapkan. Dengan menyamakan persepsi dan skala prioritas yang sesuai dengan apa yang akan kitalakukan, tentu akan memberikan efek yang lebih baikbagi setiap desa di seluruh Indonesia.
(tn/san)