TRUSTNEWS.ID - Meski peluang pasar bekerja di luar negeri sangat besar, namun tantangan yang dihadapi sangat besar. Regulasi yang cepat berubah dan tidak sinkronnya peraturan pusat dengan pelaksanaan di daerah.
Tak ada yang lebih membahagiakan dalam hidup saat kembali bekerja, meski melanglang buana ke negeri orang. Apalagi setelah dua tahun menganggur akibat pandemi Covid-19 melanda dunia.
Dan, saat pandemi melandai. Pintu-pintu gerbang tiap negara kembali dibuka. Saat itulah asa menjadi nyata untuk bekerja lagi begitu ada peluang dan kesempatan. Pun Oktaviana dan Dewi tak perlu berpikir dua kali untuk itu. Malaysia, negara tempatnya mencari rezeki dan sempat terhenti karena habis masa kontrak dan pandemic.
"Dulu, lulus sekolah langsung ke Malaysia melalui Duta Wibawa Mandaputra, dua tahun kontrak (kerja) terus pulang. Karena pandemi, tidak bisa kesana lagi. Begitu ada kesempatan kembali kesana, jadi saya ikut," kata Oktaviana yang berbicara melalui saluran telepon salah seorang pengurus Duta Wibawa Mandaputra.
Jamos Makole, Direktur Utama PT Duta Wibawa Mandaputra - perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) - mengaku bangga menjadi perusahaan P3MI yang memberangkatkan pekerja migran Indonesia sektor formal ke Malaysia di masa adaptasi baru yang menggunakan calling visa baru.
"Sebelum pandemi Covid 19 rata-rata sekitar 3.000 orang setiap tahun. Namun sejak pandemi Covid 19 dari bulan Maret 2020 sampai Juni 2022 dikarenakan kondisi lockdown dalam negeri dan negara penempatan maka kami sama sekali tidak bisa memberangkatkan sama sekali alias zero," ujar Jamos Makole menjawabTrustNews.
"Bersyukur sejak mulai dibuka kembali penempatan kerja ke luar negeri oleh Kementerian Tenaga Kerja sampai akhir tahun sudah sekitar 1.500 pekerja yang diberangkatkan secara khusus ke negara Malaysia di sektor formal," tambahnya.
Jamos menekankan, Duta Wibawa Mandaputra selalu memberikan pelatihan dari sisi soft skill, attitude dan mental kepada seluruh pekerja yang akan diberangkatkan.
Ada beberapa posisi jabatan seperti operator pabrik yang pelatihan teknis kerja diberikan saat sudah tiba tapi ada juga posisi jabatan yang membutuhkan keahlian khusus, maka pelatihannya harus diberikan sebelum berangkat seperti cleaner, spa therapist dan housekeeping.
"Kita punya tiga indikator apakah pekerja yang dikirim itu berhasil atau tidak. Pertama, zero case yakni seluruh pekerja migran yang kami tempatkan bisa mendapatkan pekerjaan dan perusahaan yang terbaik dengan gaji besar, benefit dan fasilitas terbaik serta tidak ada terjadi pelanggaran yang dilakukan sepihak oleh pengguna jasa yang merugikan atau mengorbankan pekerja migran kami," ujarnya.
"Indikator kedua adalah kepuasan pihak perusahaan pengguna jasa di luar negeri terhadap pelayanan dan kecepatan proses kami dalam melakukan rekrutmen sampai pemberangkatan serta komitmen kami dalam menjaga mereka selama kontrak kerja selesai," paparnya.
"Indikator ketiga adalah nama baik dan dipercaya oleh seluruh stakeholder, mitra kerja kami dan masyarakat," tambahnya.
Meski peluang bekerja di luar negeri sangat besar, sebagai perusahaan P3MI, menurutnya, bukan berarti 'pundi-pundi rupiah' mudah didapat dari tiap pekerja migran yang dikirimkan. Tantangan terberat yang dihadapi justru sering terjadinya perubahan regulasi dan ketidaksinkronan antara kebijakan pemerintah pusat dan pelaksana di daerah yang sering membuat peraturan sendiri dengan dasar alasan kewenangan otonomi daerah.
"Berubahnya regulasi membutuhkan waktu bagi kami melakukan penyesuaian dan adaptasi dengan peraturan yang baru. Tidak bisa tiba-tiba kami switch begitu saja," ujarnya.
"soal ketidaksinkronan peraturan juga membuat kami susah bergerak. Satu sisi perusahaan pengguna jasa di luar negeri membutuhkan proses yang cepat dan profesional. Namun dengan tumpang tindihnya regulasi dari pusat dan daerah ini sangat menghambat proses pemberangkatan sehingga membuat pihak pengguna jasa di luar negeri sering mengeluhkan hal ini," paparnya.
Akibat ketidaksinkronan tersebut, lanjutnya, dampak terbesarnya adalah banyak pengguna jasa yang sudah mulai mengalihkan kuota pengambilan pekerja dari Indonesia ke negara sumber lain yang akhirnya membuat peluang kesempatan bagi pekerja migran kita jadi berkurang dan hilang.
"Tantangan lainnya adalah persaingan dengan pelaku penempatan ilegal yang sangat marak dan mudah dilakukan namun pada timbul kasus masalah akan membuat image negatif kepada usaha dunia penempatan kerja keluar negeri seperti kamipun menjadi negatif," pungkasnya.