trustnews.id

Syafrudin Bebas, Siapa Berikutnya?
Ilustrasi by TrustNews

Syafrudin Bebas, Siapa Berikutnya?

HUKUM Kamis, 18 Juli 2019 - 12:21 WIB TN

Mahmakah Agung mengabulkan permohonan kasasi Syafruddin Temenggung dan membebaskannya dari jerat hukum kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) melecutkan polemik.

 
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut putusan Mahkamah Agung 'Aneh Bin Ajaib'. Sementara, Ketua Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengaku syok dengan putsan MA tersebut. Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar pun heran dengan putusan hakim MA dan menyebut ada kejanggalan lantaran sangkaan dan dakwaan KPK terhadap Syafruddin sudah diuji di tiga peradilan.
Abdul Fickar  menunjuk penolakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus tidak menerima gugatan Syafruddin saat mengajukan praperadilan. 
Pertama saat jadi tersangka Syafruddin mengajukan praperadilan dan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus tidak menerima gugatan Syafruddin. 
Kemudian, di tingkat pertama Syafruddin terbukti bersalah dan dihukum 13 tahun penjara, sementara di tingkat banding majelis hakim memperberat hukumannya menjadi 15 tahun penjara.
"Ya janggal dan aneh, karena sudah tiga kali diuji. Di praperadilan oleh Tsk SAT kalah, Pengadilan tipikor dihukum 13 tahun, kemudian di Pengadilan Tinggi ditambah menjadi 15 tahun. Karena itu menjadi aneh, padahal dia itu bagian dari lembaga publik BPPN yang seharusnya semua perbuatannya beraspek publik bukan privat atau perdata," ujarnya.
Boyamin menuding bahwa diterimanya kasasi itu tak lepas dari intervensi sejumlah pihak meski tak punya bukti yang cukup ihwal tudingan itu.
"Prinsipnya saya yakin kasus ini terlalu banyak intervensi karena memang jika divonis bersalah akan menyeret banyak pihak termasuk bank-bank lain," kata Boyamin.
Sedangkan Peneliti ICW Kurnia yakin perkara penerbitan SKL BLBI kepada sejumlah obligor salah satunya Sjamsul Nursalim murni berada di ranah pidana.
Tak jauh beda dengan penjelasan Abdul Fickar, Kurnia membeberkan fakta bahwa peradilan di tingkat pertama dan banding, majelis hakim sudah menyimpulkan bahwa Syafruddin terbukti melakukan tindak pidana. Pasalnya, para saksi hingga ahli yang dihadirkan di persidangan sudah secara terang benderang menyebutkan keterlibatan atau kekeliruan dari Syafruddin menerbitkan SKL BLBI kepada bos PT Gajah Tunggal Tbk itu.
Dalam proses hukumnya, pada tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhi vonis 13 tahun penjara dan denda sebesar Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kemudian hukuman Syafruddin diperberat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
"Padahal diketahui bahwa yang bersangkutan belum memenuhi kewajiban atau bahwa ada upaya mengelabui negara dengan jaminan aset yang tidak senilai dengan perjanjian awal," ujar Kurnia terpisah.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menolak berkomentar banyak soal putusan kasasi Syafruddin Asryad Temenggung. Majelis kasasi mengabulkan permohonan Syafruddin dan membebaskannya dari jerat hukum kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Hatta menyebut putusan yang membebaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tersebut dari kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI kepada Sjamjul Nursalim merupakan ranah independensi majelis hakim. Hatta tak bisa mengomentari putusan tersebut secara teknis.
"Yang bersifat teknis itu tidak boleh, itu independensi (hakim). Saya tidak boleh mengomentari putusannya," kata Ali.  
Yang jelas, Ali mengatakan putusan yang dikeluarkan hakim tentu dengan pertimbangan. Namun, ia tak merinci pertimbangan apa yang diambil majelis hakim sehingga memutuskan untuk membebaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum kasus dugaan korupsi SKL BLBI.
"Tentunya dipertimbangkan, seperti itu tentu dengan pertimbangan," ujarnya.
MA mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh terdakwa Syafruddin terkait kasus dugaan korupsi SKL BLBI. Mantan Kepala BPPN itu pun bebas dari segala jeratan hukum.
Kasasi ini diketuk palu oleh tiga hakim agung, yakni Salman Luthan sebagai ketua, serta Syamsul Rakan Chaniago, dan Mohamad Askin selaku anggota.
Dalam amar putusan ini, terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat antarhakim. Salman Luthan sepakat dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. 
Namun Syamsul Rakan memandang tindakan Syafruddiin merupakan perbuatan hukum perdata. Sementara Mohamad Askin menilai perbuatan Syafruddiin masuk ranah hukum administrasi.
Majelis kasasi pun meminta agar Syafruddin dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van allerechtsvervolging). Selain itu, hak Syafruddin dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya agar dipulihkan. Termasuk meminta Syafruddin dikeluarkan dari tahanan.
Sementara itu, Pengacara senior Otto Hasibuan mengapresiasi putusan Mahkamah Agung tersebut, karena memberikan putusan yang adil dan benar dan memberikan kepastian hukum.
Bagi Otto Hasibuan, putusan Mahkamah Agung (MA) semakin memperjelas bahwa KPK tidak dapat menyeret Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, dalam kasus pidana.
"Ini telah dikonfirmasikan bahwa kasus yang dikenakan kepada Syafruddin Temenggung adalah perkara perdata dan bukan pidana," katanya. 
Ketua Pembina Peradi melihat  dengan dibebaskan Syafruddin Temenggung  dan karena perbuatannya adalah perdata, secara tidak langsung Sjamsul Nursalim tidak dapat dijadikan tersangka lagi.
"Seperti yang telah kami katakan selama ini bahwa pemerintahlah yang harus mempermasalahkan secara perdata jika memang ada kerugian dalam bentuk apapun. Hingga kini, pemerintah tidak mempermasalahkan hal itu, karena pemerintah tahu dan mengakui bahwa tidak ada misrepresentasi dan tidak ada kerugian yang dialami."
Otto mengaku pihaknya mengapresiasi putusan Mahkamah Agung tersebut, karena memberikan putusan yang adil dan benar dan memberikan kepastian hukum.
"Seperti diketahui, Sjamsul Nursalim sendiri sudah sejak 25 Mei 1999 mendapatkan Release and Discharge (pelepasan dan pembebasan) dan jaminan tidak dituntut secara pidana dari pemerintah setelah menyelesaikan seluruh kewajibannya atas BLBI sesuai perjanjian MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) yang digariskan pemerintah. Laporan Audit investigasi BPK 2002 telah menyatakan bahwa MSAA telah Final Closing pada tanggal 25 Mei 1999 dengan adanya Release and Discharge tersebut," kata Otto.
Otto sendiri Rabu (10/7/2019) kemarin berada di PN Tangerang mengikuti sidang perkara gugatan terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan institusi BPK.
Mewakili kliennya, Sjamsul Nursalim dalam gugatan terhadap terhadap I Nyoman Wara selaku penanggung jawab laporan audit (“Tergugat I”) dan institusi BPK (“Tergugat II”) menyangkut hasil audit Investigasi BPK 25 Agustus 2017 yang dinilai telah melanggar Undang-Undang dan menyimpang dari Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Sidang perkara perdata di PN Tangerang ini telah dilangsungkan pada 25 Februari 2019 dan 12 Juni 2019. 
Kasasi yang diajukan Syafruddin dikabulkan MA. Amar putusan kasasi yang diajukan Syafruddin itu disampaikan Kabiro Hukum Humas MA Abdullah dalam konferensi pers. Abdullah menyampaikan putusan itu diambil tidak secara bulat, ada hakim agung yang memiliki pendapat lain.
"Dalam putusan tersebut, ada dissenting opinion. Jadi tidak bulat. Ketua majelis Dr Salman Luthan sependapat judex facti pengadilan tingkat banding. Hakim anggota I, Syamsul Rakan Chaniago, berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan hukum perdata. Sedangkan anggota 2, Prof Mohamad Askin, berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan hukum adminsitrasi," kata Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah, dalam konferensi pers di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (9/7).(TN)