PPATK terus mencatatkan kinerja yang positif.
Kesuksesan Indonesia sebagai tuan rumah Egmont Working Group Meetings 28-31 Januari 2019, menutup perjalanan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sepanjang tahun 2018 dengan tinta emas.
Bahkan, inilah kali pertama, Indonesia dipercaya sebagai tuan rumah Egmont Group, organisasi internasional yang menghimpun lembaga intelijen keuangan (financial intelligence unit / FIU) di seluruh dunia,
Selain dihadiri 300 peserta perwakilan lembaga intelijen keuangan yang merupakan anggota dari Egmont Group, hajatan besar di awal tahun ini juga dihadiri oleh observers dari beberapa juridiksi dan organisasi internasioanal seperti UNODC, FATF, Interpol, Wolfsberg Group, Europol dan European Commision.
Sebagaimana diketahui, Egmont Group memegang peran krusial dalam membantu proses pertukaran data dan informasi, pengalaman, keahlian, dan kontribusi bersama antar yurisdiksi guna memperkokoh rezim anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di seluruh dunia.
“Pertemuan ini memegang peran krusial dalam memperkuat sinergi seluruh lembaga intelijen keuangan. Sebuah kebanggaan menjadi tuan rumah berkumpulnya para ahli anti-pencucian uang, sekaligus merumuskan kerja-kerja nyata untuk penegakan rezim APUPPT,” ujar Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin.
Masih terkait Egmont Group, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae dipilih secara konsensus sebagai salah satu Regional Representatives (RR) the Egmont Group untuk kawasan Asia-Pasifik.
Dian dipilih oleh 27 jurisdiksi di Asia-Pasifik pada Selasa, 2 Juli 2019, di Den Haag, Belanda. Durasi jabatannya yang akan diemban hingga dua tahun ke depan.
Terpilihnya Dian, menunjukkan peran aktif Indonesia pada umumnya, dan PPATK pada khususnya dalam menegakkan komitmen anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APUPPT).
Sejak dipimpin, Kiagus sejak 2016 lalu, PPATK, lembaga intelijen di bidang keuangan ini, mampu menjaga performanya. Hal itu ditunjukkan dengan meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun 2018 pada Bidang Perekonomian dan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Raihan itu menjadi yang ketiga belas kalinya secara berturut-turut PPATK diganjar opini WTP sejak tahun 2006 silam.
“Predikat WTP bukanlah akhir. Ini start awal kita untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pengelolaan APBN di tahun-tahun berikutnya,” ujar Sekretaris Utama PPATK Rinardi.
Presiden Joko Widodo pernah menegaskan bahwa esensi dari WTP adalah memastikan tidak ada uang negara yang dikorupsi dan diselewengkan. Dengan demikian, predikat WTP yang diraih menegaskan komitmen PPATK untuk menjaga integritas keuangan negara yang dikelola dan bersih dari praktik-praktik korup.
Capaian positif PPATK menyabet predikat ‘Satisfactory’ dalam Mutual Evaluation Review, setelah melalui tiga tahap pelaksanaan Mutual Evaluation Review (MER) atas kepatuhan rezim APUPPT Indonesia terhadap Standar Internasional FATF 40 Recommendations telah dilalui sejak Agustus 2017 s/d Mei 2018 (pre on-site visit, on-site visit dan face-to-face meeting) hingga berakhir dibahas secara konsensus di tingkat regional terhadap isu-isu strategis dalam pertemuan tahunan Asia-Pasific Group (APG) on Money Laundering di Nepal pada 21-27 Juli 2018.
Atas segala jerih payah Indonesia dalam mengeluarkan berbagai ketentuan terkait rezim APU/PPT dan pelaksanaan implementasinya di berbagai sektor berdasarkan pendekatan penilaian resiko nasional (NRA) dan berbasis resiko (RBA) telah membuahkan hasil yang memuaskan, diantaranya dengan memperoleh rating penilaian MER terbaik di kawasan setelah Makau, China.
“MER akan melihat seberapa jauh kita comply pada Rekomendasi FATF (Financial Action Task Force on Money Laundering). Penilaian buruk di MER bisa memiliki multiplier effect, “ kata Kiagus.
Efek buruk tersebut, lanjutnya, bisa berupa memburuknya iklim investasi hingga kesulitan menjadi bagian FATF. Jika hal itu terjadi, public statement dari FATF adalah negara yang tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan pencucian uang.
“Kita sudah pernah ditempatkan pada situasi public statement FATF, dan tentu saja harapan kita bersama situasi seperti itu tidak kembali terulang."Imbuhnya.
Tak cuma itu, PPATK meraih kemenangan pada 2 kategori, yaitu kategori "Disrupting Money Launderers, Terrorists and Cyber Criminals across ASEAN - Australia" dan kategori "The Spirit of Codeathon" yang diselenggarakan oleh FIU Australia (AUSTRAC) di Sydney, Australia. Codeathon merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melibatkan dan membangun solusi digital yang inovatif untuk mencegah pendanaan terorisme, pencucian uang, dan tantangan keamanan siber. Codeathon diikuti lebih dari 100 peserta dari 10 negara di kawasan Asia Pasifik.(TN)