TRUSTNEWS.ID,. — Tetapi, bukan cerita kegagalan yang ingin dibagikannya. Nasta berbagi cerita tentang bagaimana ia bangkit dari perasaan tak percaya diri, minder, dan merasa insecure dengan apa yang dilakukannya. Mengganti merek “Nasta” dengan Ulur Wiji, Nasta ingin menjadi benih yang terus bertumbuh dan semakin kuat.
Kini, Ulur Wiji telah dikenal dengan produk batik urban dengan konsep eco fesyen. Bagi Nasta, Ulur Wiji adalah salurannya berbagi kebaikan, menghidupi banyak orang melalui bisnis pakaian. Semangat tak pantang menyerah Nasta membuahkan hasil. Ia terpilih menjadi salah satu dari 20 peserta Women Ecosystem Catalyst (WEC) 2024.
WEC merupakan program yang digagas PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) melalui Payung Program Keberlanjutan “Sampoerna Untuk Indonesia” (SUI) bersama Perkumpulan Imajinasi Penaja Mula dan Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah. Ini cerita Nasta!
Dari pegawai kantoran, banting setir bisnis fesyen
Nasta memulai bisnis fesyen pada tahun 2015. Kala itu, ia masih bekerja sebagai pegawai kantoran. Sambil bekerja, Nasta mengikuti sekolah fesyen pada akhir pekan. Impiannya, kelak bisa menjadi seorang perempuan wirausaha, dan tak selamanya menjadi pegawai kantoran.
“Dari 2015 sampai 2019 itu saya masih mengerjakan fast fashion, membuat apa saja asal jadi duit. Gaun, jilbab. Brand pertama saya namanya Nasta, menggunakan nama sendiri,” ujar Nasta.
Namun, produk-produk Nasta tak bisa bersaing, karena cepatnya perubahan tren dan banyaknya produk dengan konsep yang sama. Akhirnya, pada 2019, ia memutuskan untuk “shut down” brand Nasta, sambil melakukan refleksi.
Sebagai seorang sarjana teknik lingkungan, Nasta punya impian melahirkan produk fesyen yang ramah lingkungan. Ia sempat mencoba ecoprint, tetapi ternyata sudah banyak pemainnya. Hingga akhirnya ia ingin melakukan inovasi produk eco fesyen dengan menggunakan batik.
“Batik akan menyampaikan apa yang jadi aspirasiku, dan aku berikan added value supaya lebih eco, dengan memilih warna alam. Aku riset lagi dan belajar soal warna alam. Waktu itu, belum banyak yang mengeluarkan produk seperti ini,” kata Nasta.
Selama setahun, ia memikirkan konsep baru produk yang akan dikeluarkannya. Masa pandemi, yang menjadi masa-masa sulit bagi pelaku UMKM, justru menjadi awal kebangkitan Nasta dan karyanya. Awal Juli 2020, Nasta meluncurkan produk Ulur Wiji. Tak ada satu pun produk yang laku!
“Di awal, saya merasa produk saya bisa menyelamatkan dunia, ternyata enggak ada yang beli. Sedih banget. Ha-ha-ha. Saya idealis, kainnya harus eco banget, benar-benar memilih produsen yang bertanggung jawab pada lingkungan,” kata dia. Tak patah semangat, Nasta kembali berpikir perbaikan apa yang harus dilakukannya.
“Titik baliknya, seorang teman nanya, kamu itu sebenarnya ngapain, Nasta?” ujar Nasta.
Pertanyaan ini menggelitik dan menyadarkan Nasta bahwa konsep yang ingin diperkenalkannya selama ini belum sampai pada calon konsumen. Pada Agustus 2020, Nasta mengubah strategi marketingnya dengan melakukan pendekatan kepada influencer yang selama ini dikenal sebagai pecinta lingkungan. Cara ini efektif, karena akhirnya produk Ulur Wiji diminati dan mulai ba-nyak konsumen yang membeli produknya.
Pada 2021, Nasta yang selama ini membangun bisnisnya di Penajam Passer Utara, memutuskan kembali ke kampung halamannya di Mojokerto, Jawa Timur. Sang suami pun resign dari pekerjaannya dan membangun usaha bersama Nasta. Mereka memutuskan kembali ke Jawa Timur untuk memenuhi permintaan sang ibu.
“Almarhumah Ibu saya waktu itu minta saya pulang. Ibu saya bilang, ‘Ibu bantu doa supaya usahamu berkembang di sini’. Ya sudah, saya pulang, karena saat itu juga banyak keluarga, kerabat yang jobless efek pandemi. Karyawan pertama saya adalah sepupu saya sudah jobless dua tahun. Kemudian, saya tarik satu per satu tetangga dan orang-orang sekitar kami,” kisah Nasta.
Kini, Ulur Wiji sudah memberdayakan 10 orang artisan batik dan enam penjahit mitra.
Ulur Wiji, benih yang bertumbuh
Merek Ulur Wiji dicetuskan oleh suami Nasta. Merek ini dipilih bukan tanpa makna. Ia mengisahkan, secara filosofis, Ulur Wiji bermakna benih, biji kecil yang bisa bertumbuh.
“Walau bisa juga mati kapan saja. Tetapi, kalau mampu bertumbuh dengan baik secara organik akan menjadi lebih kuat. Jadi, Ulur Wiji ingin menyemai biji/benih kebaikan melalui pakaian,” ujar Nasta.
Bagi Nasta, “kelahiran” Ulur Wiji juga menjadi titik baliknya bangkit dari fase terendah dalam hidupnya. “Saya pernah merasa minder banget, tidak percaya diri dengan apa yang saya lakukan. Setelah brand Nasta shut down, saya tidak percaya diri untuk bangkit lagi. Saya rasanya ingin sembunyi, dan saya muncul melalui Ulur Wiji, karena semangat ingin terus bertumbuh,” lanjut dia.
Secara bisnis, Ulur Wiji memiliki tiga visi misi yaitu melestarikan budaya melalui produk batik, menghadirkan produk yang ramah lingkungan, dan memberdayakan anak muda dan perempuan.
Pemasaran produknya sebagian besar masih di dalam negeri, tetapi sudah mulai merambah ke beberapa negara melalui penjualan retail, di antaranya ke Singapura, Malaysia, dan Austria. Ulur Wiji juga bermitra dengan salah satu pengusaha di Kanada yang memperkenalkan produk Ulur Wiji.
“Mereka bangga dan senang bekerja sana dengan artisan lokal Indonesia. Semoga ke depannya lebih berkembang lagi,” kata dia.
Pengalaman mengikuti WEC
WEC yang baru selesai digelar pada awal Juni lalu, membawa banyak cerita bagi Nasta. Rangkaian WEC yang berlangsung sejak Januari 2024, memberikan berbagai wawasan dan ilmu.
Bahkan, kata Nasta, ia sampai tak bisa tidur karena merefleksikan materi yang didapatkan dari WEC dan memikirkan bagaimana mengimplementasikannya bagi pengembangan Ulur Wiji.
“Saya tidak menyangka sebenarnya bisa terpilih sebagai 20 peserta terbaik, dari ribuan pendaftar. Dan saya kalau mengikuti event seperti ini selalu mengosongkan gelas, karena benar-benar ingin belajar,” kata Nasta.
WEC memberikannya berbagai pengalaman baru. Ia menyebutkan, baru pertama kali bertemu venture capital, mendapatkan pendampingan secara intens dari para ahli, dan diajak merefleksikan bisnis yang sudah dijalaninya selama ini.
Nasta mendapatkan kesempatan didampingi mentor yaitu Ali Charisma, seorang fashion designer, dan Nisaul Aulia, founder dan director dari Basicludo merupakan konsultan strategi.
“Saya diajak refleksi, apa nilai jualmu yang beda dengan brand lain? Karena batik udah banyak, dan apa yang beda dari Ulur Wiji? Dari sini saya mendapatkan banyak masukan,” ujar Nasta.
Pasca WEC, Nasta mengimplementasikannya dengan mengubah gaya desain Ulur Wiji agar “DNA” produknya semakin kuat. Selain itu, mengubah strategi pemasaran agar Ulur Wiji semakin dikenal dan produknya semakin melekat di hati konsumen.
Ke depannya, Nasta berharap, WEC terus berlanjut karena masih banyak perempuan wirausaha yang harus mendapatkan kesempatan berharga seperti ini.