TRUSTNEWS.ID,. - Tahap awal proyek ini akan dimulai pada Agustus 2026 dengan pemotongan baja pertama yang dilakukan di galangan kapal Korea Selatan. PT ThorCon Power Indonesia Tengah mempersiapkan proyek besar dengan rencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia.
Bob S Effendi, Direktur Operasi PT ThorCon Power Indonesia, mengungkapkan bahwa tahap awal proyek ini akan dimulai pada Agustus 2026 dengan pemotongan baja pertama yang dilakukan di galangan kapal Korea Selatan.
Menurut Bob, unit PLTN yang sedang dibangun ditargetkan akan tiba di Indonesia pada tahun 2028. Lokasi pembangunan PLTN ini dipilih berada di Kepulauan Bangka Belitung. Setelah unit PLTN tiba, proses mendapatkan izin operasi dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) direncanakan selesai pada tahun 2029 dan COD tahun 2030.
Dengan segala persiapan dan tahapan yang telah direncanakan, PT ThorCon Power Indonesia menargetkan bahwa PLTN ini akan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2030.
"Proyek ini diharapkan dapat menjadi langkah signifikan dalam penyediaan energi bersih dan berkelanjutan bagi Indonesia, mendukung upaya negara untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil dan mengurangi emisi karbon," ujar Bob S Effendi kepada TrustNews.
Pemilihan lokasi PLTN di Pulau Kelasa di Bangka Belitung, menurutnya, berjarak sekitar 32 km dari pemukiman terdekat. Meskipun PLTN dikenal sebagai yang paling aman, manajemen perusahaan memilih lokasi yang jauh untuk menghindari persepsi negatif dan ketakutan masyarakat.
Dengan demikian, tapak di Pulau Kelasa sudah sangat siap dibandingkan tapak lain, menjadikannya lokasi paling cocok untuk PLTN pertama. Pulau tersebut kosong dan jauh dari pemukiman, sehingga dalam radius tertentu hanya terdapat laut dan tidak ada penduduk.
"Untuk proyek pertama, lebih bijaksana memilih lokasi yang jauh, namun di masa depan, jika masyarakat sudah lebih memahami dan menerima, kita mungkin bisa membangun lebih dekat, seperti di pinggir pantai" ujarnya.
"Kami sudah melakukan studi tapak dan evaluasi di Bangka, dan telah mendapatkan persetujuan dari masyarakat. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga sudah diubah untuk mengakomodasi proyek ini," tambahnya.
Sedikit mundur ke belakang, sejak tahun 2015, PT ThorCon Power Indonesia telah berperan penting dalam pengembangan rencana Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia, meskipun mengalami perubahan entitas badan usaha. Awalnya dikenal sebagai Martingale Inc, entitas ini berubah menjadi ThorCon Internasional pada tahun 2018. Dalam periode transisi ini, PT ThorCon Power Indonesia berhasil membuat kemajuan signifikan dalam upaya membangun PLTN pertama di Indonesia. Bob melanjutkan, periode 2015-2020, PT ThorCon Power Indonesia terus mendorong dan melakukan edukasi mengenai keamanan nuklir. Sebagai upaya Perusahaan meluruskan persepsi bahwa nuklir berbahaya dengan data konkret.
"Berdasarkan statistik kematian per TeraWatt-jam (TWh), nuklir merupakan sumber energi teraman dibandingkan dengan batu bara, gas, hidro, dan solar. Data menunjukkan bahwa kematian akibat kecelakaan nuklir sangat rendah, jauh di bawah sumber energi lain," ungkapnya.
Bob juga mengungkap, pentingnya PLTN di Indonesia tercermin dalam buku putih PLTN yang dibuat oleh ESDM, namun tidak pernah diterbitkan pada 2015, yang merekomendasikan pembangunan 5000 megawatt PLTN untuk mencapai target 23% Energi Baru Terbarukan (EBT) sesuai PP 79 Tahun 2014.
"Buku putih ini, yang disusun oleh Kementerian SDM saat itu, menunjukkan bahwa PLTN merupakan opsi penting untuk mencapai target energi bersih. Namun, meskipun nuklir disebut sebagai opsi terakhir, kajian menyatakan bahwa tanpa PLTN, target tersebut sulit tercapai," urainya.
Ditegaskannya, ThorCon Power Indonesia belum memulai pembangunan, masih dalam tahap persiapan dan baru saja menyelesaikan proposal untuk pemerintah yang akan di serahkan dalam waktu dekat. Persiapan yang kami lakukan adalah yang paling lengkap dan bila ada perusahaan lainnya mencapai titik ini butuh 3 tahun sehingga bila target DEN adalah 2032 beroperasi maka yang paling siap adalah Thorcon.
"Kita tidak bisa memulai Pembangunan tanpa payung hukum dari pemerintah, mengingat investasi ini cukup besar, sekitar Rp17 triliun rupiah," ujarnya
"Selain payung hukum, kita juga meminta Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) karena pendapatan kita akan berasal dari penjualan listrik, bukan dari APBN dengan target harga jual di bawah USD 7 cent per kwh. Jadi, dua hal utama yang kita minta dari pemerintah adalah kepastian hukum dan PPA, agar investasi kita bisa kembali. Inilah yang sedang kita usulkan kepada pemerintah saat ini," pungkasnya. (TN)