TRUSTNEWS.ID,. - Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau, adalah surga bagi pecinta alam. Dari keindahan pantai berpasir putih di Bali hingga puncak gunung yang menjulang di Papua, negara ini menawarkan peman dangan yang memukau mata.
Namun, di balik semua keindahan ini, tersimpan tantangan geografis. Jalur-jalur pegunungan yang curam hingga menjela jahi hutan lebat yang lengah sedikit saja bikin tersesat. Ini belum ditambah dengan Curah hujan yang ekstrIm sering kali men jadi penghalang bagi mereka yang tinggal di wilayah kepulauan.
Akses ke wilayah-wilayah terpencil di Indonesia memang sering kali menjadi tan tangan tersendiri. Namun, yang lebih mem bahayakan adalah gangguan keamanan di daerah-daerah ini. Fadhilah Mathar, Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Infor masi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Digitalisasi (Komdigi) mengaku ada banyak cerita bagaimana BAKTI mengha dapi tantangan serius dalam membangun infrastruktur telekomunikasi di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) Indonesia.
Salah satu hambatan utama adalah gang guan keamanan, terutama di wilayah wilayah terpencil yang rawan konflik. Dalam beberapa proyek di Papua, mi- salnya, pembangunan BTS (Base Trans ceiver Station) dan serat optik terganggu akibat serangan kelompok bersenjata. Insiden ini membuat keselamatan pekerja menjadi prioritas, sehingga memperlambat proses pembangunan.
Selain itu, medan berat dan sulitnya akses ke lokasi proyek juga memperbu ruk kondisi. Banyak peralatan dan per sonel kesulitan mencapai lokasi karena cuaca ekstrem dan kondisi geografis yang menantang.
"BAKTI Komdigi juga menghadapi risiko sabotase terhadap infrastruktur yang telah dibangun, baik oleh kelompok yang tidak puas maupun akibat konflik sosial setem pat," ujar Fadhilah Mathar kepada Trust News terkait tantangan keamanan yang dihadapi.
"Kami harus bisa menjangkau daer ah-daerah terpencil, pulau-pulau kecil, dan perbatasan yang sangat menantang karena infrastruktur yang terbatas dan biaya oper asional yang tinggi. Kondisi geografis yang beragam tersebut, seperti pegunungan, hutan, dan rawa, membuat pembangunan infrastruktur dan pemeliharaannya menjadi lebih sulit dan mahal," paparnya.
Namun, tantangan tak hanya datang dari alam. Koordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari instansi pemerintah daerah hingga pemerintahan pusat, juga menjadi bagian penting dari keberhasilan proyek-proyek ini.
Birokrasi yang panjang dan regulasi yang kadang tumpang tindih sering kali memperlambat proses pembangunan. Selain itu, isu keamanan di beberapa wilayah seperti daerah konflik atau rawan kriminalitas membuat pengerjaan proyek menjadi lebih berisiko.
"BAKTI harus juga bisa mengorkestrasi koordinasi dengan berbagai instansi dan pemerintahan daerah menyangkut regu lasi dan teknis pembangunan," ungkapnya.
Tak ingin menyerah. Berbagai upaya inovatif telah dilakukan BAKTI untuk me- ngatasi rintangan tersebut, mulai dari penerapan teknologi terbaru hingga mem perkuat kemitraan dengan berbagai pihak.
Selain teknologi, kunci keberhasilan BAKTI terletak pada kemampuan mereka dalam menjalin kemitraan strategis. Lem baga ini menyadari bahwa proyek infras truktur telekomunikasi berskala besar tidak dapat dilakukan sendirian.
Oleh karena itu, BAKTI aktif menggandeng berbagai stake holder, mulai dari pemerintah daerah, peru sahaan teknologi, hingga komunitas lokal, untuk bekerja sama dalam mewujudkan proyek-proyek mereka.
"Kolaborasi adalah elemen penting dalam setiap proyek yang kami kerjakan," ungkap pejabat tersebut. "Dengan meli batkan berbagai pihak, kami bisa menyele saikan masalah regulasi, teknis, hingga keamanan lebih cepat dan lebih efektif," ujarnya.
“Kemitraan yang lincah dan strategis ini juga memungkinkan BAKTI untuk beradap tasi dengan cepat terhadap perubahan situasi di lapangan, sekaligus memastikan bahwa infrastruktur yang dibangun dapat bertahan lama dan memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal," pungkasnya.