
TRUSTNEWS.ID,. - Wilayah terluar dan terpencil Indonesia menyimpan kisah tentang keterisolasian, tentang orang-orang yang hidup dalam keterbatasan, namun tetap berjuang di tengah sunyi yang tak berkesudahan.
Rakyat yang tinggal di perbatasan, di pulau-pulau kecil yang tersebar bagai taburan mutiara, atau di pegunungan yang seolah memeluk langit, menjalani hidup dengan langkah yang berat. Jalan yang tak selalu ada, listrik yang datang dan pergi 8 seperti tamu yang tak diundang, serta jembatan rapuh yang menghubungkan satu kampung ke kampung lainnya, semua itu adalah bagian dari keseharian mereka.
Potret kemiskinan di tempat-tempat ini menggambarkan lingkaran yang tak berujung. Tanpa akses pendidikan yang layak, anak-anak tumbuh besar dengan sedikit pilihan. Mereka kembali menjadi petani, nelayan, atau buruh di desa mereka, seperti orang tua mereka dulu. Mereka hidup dari alam, menggantungkan nasib pada tanah, laut, dan hutan yang perlahan terkikis oleh perubahan iklim dan eksploitasi.
Kemiskinan di wilayah terluar dan terpencil Indonesia bukan sekedar angka dalam laporan statistik. Ia adalah kisah tentang manusia, tentang keberanian melawan keterbatasan, tentang harapan yang terus menyala meski badai berkali kali menghantam.
Di tempat-tempat yang jauh itu, hidup terus berlanjut, seperti aliran sungai yang mencari jalannya sendiri menuju laut. Pada saat yang bersamaan, pemerintah melalui Kementerian Sosial tidak menutup mata, beragam upaya dilakukan untuk menjembatani ketimpangan ini. Program program seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sembako, dan rehabilitasi sosial telah menjangkau hingga ke pelosok negeri.
Upaya ini bukan hanya sekadar bantuan materi, tetapi juga langkah strategis untuk memutus lingkaran kemiskinan antar generasi. Salah satunya adalah program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang bertujuan membuka akses masyarakat adat terhadap pendidikan dan ekonomi, sehingga mereka dapat berdaya dan berpartisipasi dalam pembangunan.
Namun, di balik semua itu, masih ada tantangan besar yang harus diatasi. Geografi Indonesia yang luas dan kompleks membuat distribusi bantuan dan pelaksanaan program menjadi tidak merata. Banyak wilayah terpencil yang masih sulit dijangkau, terutama saat cuaca buruk.
Di sisi lain, keberhasilan program juga sangat bergantung pada akurasi data penerima manfaat serta sinergi berbagai pihak dalam pelaksanaannya. Robben Rico, Sekjen Kementerian Sosial, menekankan pentingnya pendekatan inklusif dan berbasis data dalam menyasar masyarakat miskin dan rentan di daerah terpencil.
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang “wong cilik iso gemuyu” menjadi landasan moral untuk memastikan bahwa senyum kebahagiaan juga hadir di wajah masyarakat di daerah terluar.
"Kami menyadari bahwa kelompok ini memerlukan perhatian khusus agar mereka dapat keluar dari jeratan kemiskinan dan mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Sebagaimana disampaikan oleh Bapak Presiden, Prabowo Subianto, cita-cita kita (pemerintah) adalah melihat wong cilik iso gemuyu, wong cilik bisa senyum, bisa tertawa," ujar Robben Rico kepada TrustNews.
Tahun 2025 menjadi titik penting dalam upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan ini. Integrasi menuju Data Tunggal (DTSEN), pembangunan Kampung Nelayan Sejahtera di Indramayu, dan pemberdayaan komunitas adat terpencil menjadi program unggulan. Semua ini bukan hanya tentang memberikan bantuan materi, tetapi membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, menjadi bagian dari proses perubahan yang lebih besar.
"Kolaborasi ini penting agar program program yang dijalankan bisa tepat sasaran dan berdampak positif secara berkelanjutan. Kami juga mengharapkan agar pembangunan Kampung Nelayan Sejahtera di Indramayu dapat menjadi contoh nyata penanganan bencana yang melibatkan seluruh elemen masyarakat," ujarnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa penataan regulasi kesejahteraan sosial menjadi bagian penting dalam memastikan bahwa kebijakan yang ada dapat menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat.
"Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan program-program tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal bagi penerima bantuan," ungkapnya.
Secara spesifik, lanjutnya, Kementerian Sosial memiliki program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dan juga pemberdayaan masyarakat di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
"Perlindungan sosial bagi masyarakat di daerah terpencil dan terluar bukan hanya tentang bantuan, tetapi juga tentang membuka akses yang lebih besar bagi mereka untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan secara inklusif," pungkasnya.