trustnews.id

Utak-Atik Menteri PAN RB Membangun Birokrasi Modern
Dok, Istimewa

Di ruang-ruang pelayanan publik, sosok Aparatur Sipil Negara (ASN) kerap menjadi representasi wajah negara. Senyuman yang setengah hati, proses birokrasi yang lambat, hingga aroma formalitas yang kering sering kali menempel dalam citra mereka di benak masyarakat.

Teranyar, jagat maya dihebohkan video petugas ASN di sebuah puskesmas yang asyik ngopi di meja kerja, sementara keluarga pasien menunggu dua jam tanpa kepastian. Reaksinya? Klarifikasi. Katanya, ada miskomunikasi. Urusan etika pun akhirnya diselesaikan dengan narasi: “kami akan evaluasi.”

Namun di tengah citra yang terlanjur melekat itu, ada upaya serius yang sedang dirintis.

Rini Widyantini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), jujur mengakui, citra ASN kerap tak lepas dari birokrasi yang lambat, tanggung jawab yang buram, dan pelayanan yang terasa jauh dari empati.

Bagi Rini reformasi birokrasi bukan sekadar penggantian prosedur atau restrukturisasi kelembagaan. Ia adalah transformasi nilai, etos, dan kinerja yang harus merasuk ke setiap lini pelayanan publik.

“Optimalisasi kinerja ASN menjadi kunci untuk mendukung seluruh agenda pembangunan nasional,” ujar Rini Widyantini dalam sebuah wawancara dengan TrustNews.

“Tanpa aparatur yang tangguh dan adaptif, kebijakan akan berhenti di atas kertas,” tegasnya.

Itulah sebabnya, pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Undang-Undang ASN No. 20 Tahun 2023 untuk menjamin kesinambungan dan konsistensi pengelolaan SDM aparatur.

Bagi Rini, revisi ini membawa paradigma baru. Jika sebelumnya pendekatan masih dominan berbasis dokumen dan administratif, ke depan sistem merit diarahkan pada kualitas pelaksanaan yang nyata. Pemerintah akan menilai bukan hanya ada atau tidaknya dokumen kompetensi, tapi bagaimana kompetensi itu benar-benar diterapkan dalam kerja sehari-hari ASN.

“Transformasi sistem merit adalah titik tolak menuju ASN yang berintegritas, kompeten, dan adaptif,” jelasnya.

Rini menekankan pentingnya 10 aspek pengelolaan sistem merit yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan pegawai, standar kompetensi, manajemen talenta, pengembangan kompetensi, budaya kerja dan citra institusi, penghargaan dan pengakuan, penegakan disiplin, hingga digitalisasi dan pemberhentian.

Reformasi birokrasi yang digagas saat ini berakar dari semangat untuk menjadikan aparatur sebagai enabler pembangunan. Tidak sekadar pelaksana rutin, tetapi pelayan publik yang cakap secara teknologi, cerdas secara sosial, dan punya kesadaran integritas yang tinggi.

Lima tahun ke depan, agenda besar telah menanti. Dalam RPJMN 2025–2029 dan Visi Indonesia Emas 2045, kualitas ASN menjadi prasyarat bagi tercapainya pemerintahan yang modern dan efisien.

“Target kami jelas mewujudkan ASN yang berorientasi pada pelayanan, berbasis digital, dan diberi penghargaan sesuai kinerja,” tegasnya.

“Kami memperkuat manajemen talenta nasional dan memastikan sistem pengembangan kompetensi yang bisa diakses oleh seluruh ASN di pusat dan daerah,” urainya.

Namun, dia tak menampik, jalan menuju birokrasi ideal tentu tidak mulus. Salah satu tantangan yang masih membentang adalah ketimpangan kapasitas antara instansi pusat dan daerah. Di banyak daerah, kualitas pengelolaan ASN masih tertinggal.

Penguatan budaya kerja pun menjadi perhatian utama. Sejak diluncurkan pada 2021, core values ASN “BerAKHLAK” dan employer branding “Bangga Melayani Bangsa” terus digelorakan. Nilai-nilai ini berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif diharapkan menjadi pedoman sikap dan perilaku ASN di seluruh Indonesia.

“Kami tidak ingin nilai-nilai ini hanya jadi slogan,” tegas Rini.

“Mereka harus hidup dalam keseharian ASN. Karena budaya kerja adalah ekosistem. Ia dibangun dari contoh, dari keteladanan, dari sistem yang mendukung perilaku baik, dan memberi sanksi bagi perilaku buruk,” urainya.

Sementara itu, pendekatan kesejahteraan ASN juga mulai berubah. Total reward berbasis kinerja mulai disiapkan sebagai sistem baru penggajian. Tujuannya, untuk mendorong semangat kerja dan memberikan penghargaan yang adil bagi yang benar-benar berkinerja.

“Kami ingin ASN diberi insentif atas kontribusi riilnya. Bukan sekadar karena masa kerja atau pangkat,” pungkasnya.

(TN)