
TRUSTNEWS.ID - Ditengah kabut ketidakpastian yang kerap menyelimuti dunia asuransi, kepercayaan tidak dibentuk oleh janji-janji manis atau iklan mengilap. Ia lahir dari ditempa dalam ujian nyata, sebagaimana dibuktikan oleh PT Adonai Pialang Asuransi.
Ketika sebuah pabrik kertas di Wonogiri terbakar hebat dan mengalami kerugian Rp7,4 miliar, sebagian besar pialang dan asuradur mundur. Risiko dinilai terlalu berat. Namun Adonai berpikir sebaliknya. Dengan pendekatan mitigasi risiko yang teliti dan negosiasi cermat, perlindungan baru berhasil ditempatkan bukan sekadar mengamankan aset klien, tapi juga kesinambungan bisnis mereka.
Kisah ini bukan sekadar anekdot lokal, melainkan cerminan perubahan besar dalam lanskap risiko global. Menurut Swiss Re Institute, kerugian asuransi akibat kebakaran industri dan ledakan mencapai $18 miliar pada 2023, menggaris bawahi betapa rawannya sektor manufaktur meski teknologi terus berkembang.
Sementara itu, laporan Marsh McLennan 2024 mengungkap bahwa 62% eksekutif korporasi kini memprioritaskan kesinambungan bisnis dan ketahanan risiko, naik tajam dari 38% pada 2019. Di era di mana gangguan adalah keniscayaan, kemampuan merespons krisis menjadi pembeda antara keberlanjutan dan kehancuran.
Ardhyanto Budirachman, Founder PT Adonai Pialang Asuransi, mengungkap, keunggulan Adonai berpijak pada pengalamannya disektor berisiko tinggi seperti energi dan pertambangan. Industri ini mengajarkan pelajaran keras: risiko tidak pernah statis. Solusi asuransi konvensional sering kali kaku dan lamban tak lagimemadai.
“Proyek-proyek besar menuntut model proteksi yang lincah, mampu beradap- tasiseiring evolusi risiko. Pemahaman mendalam tentang siklushidup proyek, dari eksplorasi hingga decommissioning, menjadikrusial,” ujarArdhyanto Budirachman kepada TrustNews.
Menurutnya, disetiap tahap, ancaman seperti perubahan regulasi, bencana lingkungan, atau kejutan geologi mengintai. Produk seperti asuransi parametrik, yang dipicu oleh parameter terukur seperti gempa, atau jaminan bond, kini bukan lagi kemewahan,melainkan keharusan.
“Peran broker asuransi pun harus bertransformasi. Adonai memilihpendekatan konsultatif, terlibat sejak tahap perencanaan risiko, bukan hanya menjajakan polis,” ungkapnya.
Survei PwC 2024 mendukung tren ini, mencatat bahwa 70% perusahaan asuransi global melihat masa depan industri beralih dari sekadar pemindahan risiko menuju pencegahan risiko.
Bagi Adonai, nilai asuransitidakhanya terletakpada kompensasifinansial, tetapi pada kemampuan menjaga rodabisnis tetap berputar ditengah badai,” tegasnya.
Seperti pepatah, ‘Pengalaman adalah guru terbaik’. Di sektor berisiko tinggi, Adonai memperkuat prinsip utama mereka, yakni nilai sejati asuransi terletak bukan hanya pada kompensasi finansial, melainkan pada kemampuan menjaga kelangsungan operasional klien di tengah krisis.
“Kepada calon mitra, terutama dari sektor-sektor strategis, Adonai menyampaikan pesanyang gamblang, kebesaran sebuahbisnistidak semata-mata diukur dariskala, melainkan dari ketahanannya. Pertumbuhan tanpa manajemen risiko yang bijakadalah pertaruhanyang rapuh,” jelasnya.
Menurutnya, di tengah dunia yang kian tidak pasti dimana kerugian asuransi akibat bencana alam telahmelampaui 100 miliardolarAS setiap tahun selama tujuh tahun berturut-turut Adonai memposisikan diri bukan sekadar sebagai perantara asuransi, melainkan sebagai mitra strategis bagi bisnis yang ingin bertahan dan berkembang.
“Adonai bukan sekedar perantara asuransi. Adonai merupakan mitra strat- egis bagibisnis yang ingin bertahandan berkembang,” pungkasnya. (TN)