trustnews.id

Cemumuah Aceh: BI Merintis Stabilitas dari Gampong
Dok, Istimewa

TRUSTNEWS.ID - Aceh tengah mengguncang stereotip sebagai wilayah terpinggirkan dalam perekonomian Indonesia. Provinsi di ujung barat Nusantara ini kini muncul sebagai benteng stabilitas makro ekonomi, didorong oleh kebijakan cerdas yang merajut nuansa lokal dengan ambisi nasional.

Di bawah komando Agus Chusaini, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh, wilayah ini mentransformasi mandat moneter menjadi aksi nyata yang beresonansi dengan kehidupan masyarakat, dari hamparan sawah hingga kedai kopi pinggir jalan.

Visi besar BI untuk menjaga stabilitas rupiah dan ketahanan finansial diwujudkan melalui penguatan sektor riil, pengendalian harga bahan pokok, dan perluasan sistem pembayaran digital. Namun, tantangan di Aceh tidak sederhana.

“Kami harus memastikan pengendalian inflasi berjalan seiring dengan pertumbuhan hijau dan syariah, sambil membawa transformasi digital hingga ke pelosok gampong,” ujar Agus Chusaini kepada TrustNews.

Pertumbuhan inklusif berbasis sektor riil menjadi tulang punggung strategi ekonomi Aceh. Pertanian, perikanan, dan perkebunan, terutama komoditas unggulan seperti padi organik, kopi, nilam, dan karet, didorong melalui hilirisasi dan industrialisasi.

Langkah ini menciptakan lapangan kerja dan efek berganda bagi ekonomi pedesaan. Pertumbuhan hijau diperkuat melalui praktik berkelanjutan, sementara ekonomi syariah digalakkan melalui kolaborasi lintas sektor, dari keuangan Islam hingga pemberdayaan pesantren.

“Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi model ekonomi syariah yang inklusif, dengan memadukan nilai lokal dan inovasi,” kata Chusaini, menegaskan komitmen BI dalam mendukung identitas daerah.

Pengendalian inflasi, yang ditargetkan pada 2,5% ± 1% untuk 2025, dikelola melalui empat pilar: ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif. Teknologi pertanian modern dan kerja sama antarwilayah menjaga pasokan pangan, sementara operasi pasar dan bazar murah menstabilkan harga.

Infrastruktur logistik, termasuk tol laut dan cold storage, diperkuat untuk mendukung distribusi. Kampanye “Belanja Bijak” mengedukasi masyarakat tentang konsumsi yang bertanggung jawab.

“Stabilitas harga adalah kunci, tetapi kami juga ingin masyarakat memahami pentingnya konsumsi yang bijak,” ungkapnya.

Digitalisasi menjadi wajah baru ekonomi Aceh. Penggunaan QR Code Indonesian Standard (QRIS) melonjak, mencatat 4,2 juta transaksi senilai Rp542 miliar hingga Maret 2025, naik 40% dari tahun sebelumnya. Sebanyak 196.415 pedagang dan 668.579 pengguna, dari kota hingga gampong, telah mengadopsi QRIS.

“Keberhasilan ini didorong oleh kampanye literasi digital yang melibatkan ulama, ustaz, dan lembaga dayah,” ungkapnya.

“Kami membawa teknologi dengan pendekatan budaya, sehingga QRIS bukan hanya efisien, tetapi juga diterima secara sosial,” jelas Chusaini, merujuk pada jargon “Cemumuah” (cepat, mudah, murah, aman, dan andal).

Citra Aceh sebagai daerah terpencil kini memudar. Melalui Regional Investment Relations Unit, BI mempromosikan investasi dengan studi kelayakan, proyek transparan, dan Aceh Gayo Sustainable Investment Dialogue tahunan. Upaya ini sejalan dengan tujuan nasional untuk mendesentralisasi investasi di luar Jawa. Proyek strategis dan kesuksesan Pekan Olahraga Nasional 2024 makin memperkuat daya tarik Aceh.

“Investasi adalah masa depan Aceh, tetapi harus selaras dengan prinsip keberlanjutan,” tegas Chusaini.

Ekonomi Aceh tumbuh 4,66% pada 2024, melampaui rata-rata Sumatera (4,45%) namun di bawah nasional (5,03%). Inflasi mencapai 2,17%, dipengaruhi kenaikan tarif air dan efek dasar inflasi rendah 2023. Pada 2025, pertumbuhan diperkirakan tetap kuat, didukung konsumsi rumah tangga, program pemerintah, dan harga ekspor batubara serta kopi.

“Di tengah tantangan global, Aceh menunjukkan ketahanan melalui sinergi kebijakan moneter, identitas lokal, dan kolaborasi lintas sektor. Keberhasilan,” ujarnya.

“Koordinasi yang kuat dan komitmen bersama untuk menjadikan Aceh sebagai model pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.

(TN)