trustnews.id

BPPMHKP Menjadikan Kelimpahan Ikan Kekuatan Produsen Global
Dok, Istimewa

TRUSTNEWS.ID - Indonesia, sebagai salah satu produsen perikanan terbesar di dunia, bagaikan duduk di atas tambang emas akuatik. Dengan potensi kelautan yang melimpah, negara ini berhasil mencatatkan nilai ekspor produk perikanan sebesar $6,2 miliar pada 2024 rekor yang mencerminkan ambisi besar untuk mendominasi pasar global.

Namun, di balik kelimpahan tersebut, menjaga mutu produk kelautan dan perikanan dari tangkapan di laut hingga tiba di piring konsumen tetap menjadi tantangan berat. Produk perikanan yang mudah rusak, keterbatasan infrastruktur, dan praktik usang di lapangan menjadi hambatan nyata.

Di sinilah Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP), sayap pengawasan mutu di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), memainkan peran krusial. Lembaga ini bertugas menegakkan standar ketat untuk memenuhi tolok ukur global, sekaligus menghadapi realitas industri yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau.

Ishartini, Kepala BPPMHKP, menegaskan bahwa mutu, ketertelusuran, dan skala adalah kunci mengubah ikan menjadi keuntungan.

“Indonesia memiliki potensi besar. Kami terus berupaya memastikan produk perikanan memenuhi standar internasional agar kompetitif di pasar dunia,” ujarnya kepada TrustNews.

Salah satu fokus utama adalah sistem rantai dingin (cold chain), jalur pasok dengan pengendalian suhu dari kapal penangkap hingga pabrik pengolahan.

“Produk perikanan sangat mudah busuk. Ketepatan dalam rantai dingin tak bisa ditawar. Jika gagal, kesegaran, keamanan, dan kepercayaan pasar hilang,” tegas Ishartini.

BPPMHKP telah mendorong penggunaan peralatan berstandar food-grade dan praktik penanganan higienis. Lebih dari 1.200 unit pengolahan kini tersertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), membuka jalan bagi ekspor ke 140 negara.

Selain itu, sembilan skema sertifikasi seperti Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB) dan standar Codex Alimentarius serta SNI telah memperkuat kredibilitas Indonesia di pasar internasional.

Namun, tantangan di lapangan tak bisa diabaikan. Pasar tradisional dan pelaku usaha kecil, yang mendominasi sektor ini, sering kali tak memiliki akses ke teknologi pendingin modern. Di dermaga-dermaga Maluku, misalnya, nelayan seperti Hasan, 45 tahun, masih mengandalkan es batu untuk menjaga kesegaran ikan.

“Kalau es habis, ikan busuk sebelum sampai pasar,” keluhnya saat ditemui TrustNews.

Ishartini mengakui ada banyak Hasan dengan kisah serupa. “Di balik pabrik canggih, komunitas pesisir masih terikat pada cara lama,” tuturnya.

“Sumber daya manusia juga menjadi kendala. Awak kapal, pekerja pabrik dan pengawas yang kompeten dalam sanitasi dan keamanan pangan masih terbatas,” tambahnya.

Untuk menjawab tantangan ini, BPPMHKP menetapkan tiga prioritas strategis. Pertama, memperluas akses rantai dingin ke wilayah terpencil seperti Maluku dan Nusa Tenggara.

“Infrastruktur pendingin yang andal krusial untuk kesegaran ikan. Keberhasilan di sini bisa meningkatkan pendapatan komunitas pesisir, tapi investasi besar dan logistik jadi hambatan,” ungkap Ishartini.

Kedua, meluncurkan sistem pelacakan digital untuk memantau produk dari laut hingga konsumen. Platform ini menargetkan transparansi bagi pasar premium seperti Uni Eropa dan AS, sekaligus mencegah penipuan. Namun, lemahnya jaringan internet dan minimnya pelatihan bagi usaha kecil menjadi batu sandungan.

Ketiga, menggandeng swasta melalui kemitraan publik-swasta untuk membiayai laboratorium mutu dan pelatihan. “Lab yang ada kewalahan menghadapi permintaan global. Kolaborasi ini penting untuk memperkuat fondasi,” katanya.

Ishartini menekankan bahwa ketiga langkah ini saling mendukung, yakni rantai dingin untuk kesegaran, teknologi untuk integrasi dan kemitraan untuk skala.

“Kami tak hanya menargetkan korporasi besar, tapi juga usaha kecil, agar manfaatnya merata,” pungkasnya.

(TN)