
TRUSTNEWS.ID - Industri sepeda terus bertransformasi seiring tren gaya hidup dan teknologi. Dari meningkatnya minat pada olahraga berbasis komunitas hingga kebutuhan transportasi ramah lingkungan, pergeseran ini membuka peluang inovasi. Insera Sena, perusahaan di balik merek
Polygon, menangkap momentum ini dengan strategi pertumbuhan baru untuk memperluas pasar domestik dan global pada 2025.
Strategi Insera Sena berfokus pada kedekatan dengan komunitas Polygon dan kolaborasi dengan mitra yang memi liki visi serupa.
“Sinergi dengan komunitas adalah kunci untuk memperkuat merek dan memperluas pasar,” ujar William Gozali, Head of Brand, Polygon Bikes Indonesia, kepada TrustNews.
Perusahaan tidak hanya mengejar peningkatan penjualan, tetapi juga keber lanjutan jangka panjang.
“Kami ingin menghadirkan sepeda yang inovatif sekaligus ramah lingkun gan,” tegasnya.
Sejak 2022, Polygon mengganti kema san plastik dengan bahan biodegradable, mengurangi penggunaan plastik hingga 24.000 pon dalam setahun. Inisiatif ini akandiperluas ke lebih banyak model sepeda.
“Visi kami adalah memastikan setiap langkah produksi ikut berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau,” ujarnya
selain kemasan, Insera Sena menerapkan pengelolaan sumber daya berkelanjutan. Pada 2022, peru sahaan memasang sistem penampungan air hujan di fasilitas produksi, mengurangi penggunaan air tanah sebesar 11 persen.
Di sektor energi, sejak 2023, Polygon menggunakan panel surya berkapasitas 371 kVA, dengan rencana pemasangan panel tambahan di atap pabrik.
“Komitmen kami adalah menghasil kan produk berkualitas dengan proses ramah lingkungan,” jelasnya.Sedikit mundur ke belakang, pada 2020, Insera Sena menargetkan produksi 700.000 unit sepeda. Ekspornya ke pasar seperti Austra lia, Jepang, Amerika Serikat, dan Inggris tumbuh 10–15 persen per tahun, semen tara penjualan domestik meningkat 20 persen.
Pasar Australia menjadi sorotan, di mana laporan We Ride Australia dan Deloitte Access Economics menyebut kan bersepeda menyumbang dampak ekonomi 5,5 miliar dollar AS dan 22.000 lapangan kerja. Sepeda juga mengganti kan 186 juta kilometer perjalanan kenda raan bermotor setiap tahun, berkontribusi pada pengurangan polusi.
“Semangat ini selaras dengan pasar seperti Australia, yang semakin menghar gai manfaat lingkungan dari bersepeda,” ujarnya.
Namun, tantangan tetap ada. Peruba han perilaku konsumen yang cepat, dari tren bersepeda ke olahraga seperti lari atau padel, menuntut adaptasi konstan. Persaingan dengan sepeda murah dari Tiongkok, termasuk produk gagal ekspor akibat kebijakan tarif, juga menjadi tekanan.
“Kami harus terus berinovasi dalam teknologi dan desain agar tetap relevan,” ujarnya.
Di lain sisi, infrastruktur juga menjadi tantangan. Tidak semua wilayah, baik di Indonesia maupun negara tujuan ekspor, memiliki jalur sepeda yang memadai Tanpa akses yang aman, bersepeda sulit menjadi kebiasaan massal.
“Bersepeda bisa menjadi gaya hidup sehat di banyak negara, tapi tidak semua kawasan memiliki fasilitas yang mendukung,” ungkapnya.
“Itu sebabnya kami juga aktif berkolab orasi dengan pemerintah dan komunitas untuk membangun ekosistem yang lebih ramah pesepeda,” tambahnya.
Meski demikian, data global memberi harapan. Menurut Statista, pasar sepeda di Asia Tenggara diproyeksikan mencapai 23,79 miliar dollar AS pada 2025, dengan pertumbuhan sekitar 4,8 persen per tahun hingga 2030.
Pasar global untuk ethnic wear dan fesyen bahkan menunjukkan bahwa tren gaya hidup aktif dan berakar pada identi tas lokal semakin diminati.
Di tengah persaingan dan tantangan, Insera Sena berada di posisi strategis untuk menjaga pertumbuhan, memperkuat citra global, dan memenuhi komitmen lingkungan.
“Kami tidak hanya membuat sepeda. Kami membangun masa depan di mana mobilitas, kesehatan, dan tanggung jawab lingkungan berjalan seiring,” pungkasnya. (TN)