Kota Tangerang—Kisruh Penagangan Kasus Covid-19 di Kota Tangerang mendapat perhatian serius anggota Dewan. DPRD Kota Tangerang meminta agar kasus J, pasien Covid-19 yang sempat tak mendapatkan rujukan karena BPJS Kesehatannya nonaktif, tak terluang. Setelah sempat melakukan isolasi mandiri di rumah, J yang berstatus orang tanpa gejala itu sekarang sudah dirawat di Graha Anabatic, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.
Kasus J sempat menjadi viral di media sosial akhir pekan lalu. J adalah warga Kabupaten Tangerang yang tinggal di Kelurahan Babakan, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Dia tertular Covid-19 dari sang ayah yang sudah meninggal dunia.
Informasi tentang J mencuat ke permukaan setelah sang suami, BA, membuat video keluhan tentang penanganan terhadap istrinya serta mengunggahnya ke media sosial. J disebutkan tak dirujuk ke rumah sakit meskipun sudah positif Covid-19 karena kartu BPJS Kesehatannya nonaktif.
Pihak Puskesmas Sukasari yang menangani J meminta BA mengaktifkan kartu BPJS J sebagai syarat mendapat isolasi. Namun hal tersebut tak kunjung terealisasi karena BA yang bekerja sebagai sopir ojek daring tak punya cukup biaya. Imbasnya J hanya dapat melakukan isolasi mandiri di rumah selama 1 bulan lebih setelah 2 kali menjalani swab test dan dinyatakan positif.
Ketua DPRD Kota Tangerang Gatot Wibowo mempertanyakan penanganan yang dilakukan terhadap J. Gatot menegaskan perkara pasien yang telah dinyatakan positif Covid-19 otomatis menjadi tanggung jawab negara. Hal itu sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020. Tentang petunjuk teknis klaim perawatan pasien penyakit terinfeksi emerging tertentu bagi rumah sakit yang menyelenggarakan penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
“Kalau untuk Covid-19 ini kan gratis yang nanggung pemerintah, yang jadi masalah apa?,” ujar Gatot Wibowo, Sabtu (6/6).
Menurut politisi dari fraksi PDIP ini, permintaan pihak Puskesmas Sukasari untuk mengaktifkan kartu BPJS pasien tersebut bukan bukanlah sebagai syarat melainkan sebagai langkah antisipasi.
“Ini kan masalah administrasi saja kalau menurut saya. Cuma mungkin sebelum dinyatakan Covid ini kan pasiennya belum bisa dikatakan covid atau ini mungkin yang sebagai antisipasi saja agar lebih teliti,” ujar Gatot.
Kendati begitu, alumni Universitas Bung Karno ini mengakui kalau pasien yang telah dinyatakan positif covid-19 tidak perlu menggunakan BPJS lagi. Pasalnya ini telah menjadi tanggung jawab negara melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Tapi kalau memang si pasien atau yang bersangkutan sudah dinyatakan positif sudah tidak perlu BPJS lagi. Covid ini kan sudah dinyatakan sebagai bencana nasional,” jelasnya.
Terkait hal tersebut, Gatot menilai adanya mis komunikasi yang terjadi antara pihak Puskesmas Sukasari dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
“Kemungkinan yang ada missed komunikasi di awal apakah si pasien ini positif atau tidak. Tentunya kalau sudah positif, ini jadi tanggung jawab negara. Mungkin dari awal belum ada kejelasan status,” katanya.
Gatot berharap hal seperti ini tidak akan terulang kembali karena menyangkut nyawa seseorang. Terlebih lagi penanganan pasien positif Covid-19 telah dijamin oleh Kemenkes. Meskipun warga luar daerah atau kartu BPJS yang nonaktif tetap harus segera ditangani.
“Ini menjadi catatan dan masukan atau pelajaran agar komunikasi itu lebih ditingkatkan. Jangan sampai ada missed komunikasi lagi baik antara pihak rumah sakit dengan Dinkes atau Puskesmas,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Komisi 2 DPRD Kota Tangerang, Saeroji. Menurutnya, berdasarkan aturan yang berlaku apabila pasien telah dinyatakan positif Covid-19 maka tim medis harus segera mengisolasinya di tempat yang sudah disediakan.
“Intinya kalau pasien sudah dinyatakan positif Covid-19 itu dibiayai oleh pemerintah tanpa terkecuali, semua masyarakat, meskipun KTP nya di luar daerah karena semua kan ditanggung pusat,” tegasnya.
Dia menilai pihak Puskesmas Sukasari dan Dinkes telah melakukan kesalahan fatal karena membiarkan pasien positif Covid-19 melakukan isolasi mandiri. Bila melihat lokasi kediaman J yang padat, di daerah Kecamatan Babakan akan sangat riskan bagi warga sekitar dapat terpapar Covid-19.
“Takutnya dia kemana-mana kan terus terpapar. Kan bahaya itu,” jelasnya.
Politisi fraksi PKS ini menegaskan tidak ada alasan bagi Dinkes atau Puskesmas menghambat penanganan pasien positif covid-19. Meskipun kartu BPJSnya nonaktif atau berKTP bukan Kota Tangerang.
Pasalnya pemerintah telah mengalokasikan anggaran besar untuk percepatan penanganan Covid-19 ini. Mulai dari Pemerintah Pusat, Provinsi hingga Daerah. Pemerintah Kota Tangerang sendiri telah menganggarkan sebesar 241 Miliar.
“BPJS itu hanya sebagai mengcover saja. Gak ada alasan semua daerah juga sudah menganggarkan untuk masalah Covid. Kota Tangerang sudah menganggarkan 200 sekian miliar,” ujarnya.
Menurut Saeroji, Pemkot Tangerang tak hanya mengurusi masyarakat yang terpapar Covid-19 saja. Melainkan juga warga yang terkena dampak dari pandemi dengan menyalurkan bantuan sosial berupa sembako atau uang tunai untuk kelangsungan hidupnya.
“Bahkan statemen walikota mengatakan jangan sampai ada yang kelaparan meskipun bukan KTP Kota Tangerang. Apalagi pasien positif kalau sudah positif langsung dibawa ke rumah sakit,” ungkapnya.
Dia meminta kedepannya jangan sampai ada kejadian serupa. Semua tim yang terlibat dalam penanganan percepatan Covid-19 mulai dari tingkat RW harus lebih tekun dalam menjalankan Standart Operasional Prosedur penanganan Covid-19.
“Biar nanti rumah sakit atau puskesmas itu koordinasi dengan gugus tugas di Kota Tangerang dan bisa langsung diisolasi gitu aja. Sesuai protokol kesehatan yang berlaku,” jelasnya.