Jakarta - Forum Satu Bangsa (FSB) angkat bicara terkait dengan polemik memanasnya situasi politik polemik yang berkembang di masyarakat, salah satunya soal pro dan kontra aksi Pangdam Jaya menurunkan baliho Habib Rizieq Syihab di berbagai lokasi.
Ketua Umum Forum Satu Bangsa (FSB), Hery Haryanto Azumi mengaku merasa prihatin dengan terjadinya berbagai dinamika sosial politik pasca kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab (HRS) dari Saudi Arabia.
Sejak kepulangannya pada 10 November 2020 lalu hingga kini, polemik terkait HRS dan pengikutnya memang tidak pernah berhenti. Mulai dari penyambutan besar-besaran hingga perayaan maulid dan pernikahan putrinya yang menimbulkan kerumuman luar biasa ditengah kondisi bangsa Indonesia tengah berjuang mengakhiri pandemi covid-19 melalui penerapan protokol Kesehatan.
Polemik tersebut kian memanaskan situasi politik khususnya terkait hubungan kelompok HRS yang selalu mengatasnamakan agema dengan pemerintah Jokowi ditengah hubungan Presiden Joko Widodo dengan dua pimpinan ormas Islam terbesar yang moderat, NU dan Muhammadiyah, terus mengalami dinamika pasang-surut terutama setelah penyusunan Kabinet dan pengesahan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Dinamika oposisi dan apatisme kelompok Islam inilah menurut Hery dapat berdampak buruk bagi Pemerintahan Joko Widodo - KH. Maruf Amin. Untuk itu Hery merasa perlu untuk mengusulkan dialog nasional di kalangan ormas-ormas yang memiliki komitmen terhadap NKRI dan keberagaman, apapun latar belakang agama dan kelompoknya.
“Sebab, jika ketegangan sosial tetap dipertahankan, akan mengakibatkan social distrust yang serius dan dapat mengancam keutuhan Bangsa dan Negara,” kata Hery dalam keterangan tertulisnya, Minggu (22/11/2020).
"Jangan sampai wibawa Pemerintah dijatuhkan oleh tekanan massa atau kelompok kepentingan apapun. Dan Saya minta kepada semua pihak untuk menahan diri dari upaya-upaya adu domba anak bangsa,” tegasnya.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) itu menerangkan dialog Nasional akan mengungkap ganjalan-ganjalan komunikasi maupun substansi yang mengakibatkan kebuntuan politik sehingga TNI dan Polri harus turun tangan secara langsung.
Menurut Hery, turunnya TNI dan Polri ke dalam situasi ini menunjukkan besarnya dimensi ancaman bagi Bangsa dan Negara. “TNI dan Polri pasti memiliki informasi akurat tentang kemungkinan kekisruhan situasi ini bisa ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. TNI dan Polri harus membuka kepada publik tentang dimensi-dimensi ancaman tersebut dengan cara-cara yang sesuai,” terang Hery.
Selanjutnya, Hery meminta agar FPI menahan diri untuk tidak bertindak lebih jauh dengan ujaran-ujaran yang dapat menimbulkan ketegangan sosial dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. “Demikian pula, hujatan-hujatan kepada HRS sebaiknya juga dihentikan karena sudah melebar keluar dari substansi permasalahan,” tandasnya.
Selain itu, Hery juga meminta agar status hukum HRS segera diputuskan agar tidak bercampur-aduk antara hukum dan politik. “Hukum tidak boleh digunakan secara semena-mena untuk kepentingan politik, dan sebaliknya tekanan massa jangan sampai mengubah status hukum seseorang. Hukum harus ditegakkan agar wibawa pemerintah dan negara terjaga," pungkas tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) itu.