Melepas ketergantungan impor bahan baku untuk industri kimia, pemerintah harus membangun petrochemical lebih banyak.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam membangun industri kimia nasional. Pertama bahan baku, kedua sumber daya manusia dan ketiga, regulasi.
Ketua Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia (AKIDA), Michael Susanto Pardi, membeberkan fakta bahwa bahan baku untuk industri kimia 50% masih impor. Selain itu, Indonesia juga hanya memiliki satu petrochemical, lebih sedikit dibanding Singapura yang memiliki tiga bahkan empat.
“Agar lepas dari ketergantungan impor bahan baku untuk industri kimia, pemerintah harus membangun petrochemical lebih dari yang dibangun Singapura. Mengingat kelangkaan bahan baku akan menyebabkan efek berantai ke industri hilir," ujarnya dalam wawancara dengan Trust News.
Hal itu perlu dilakukan, lanjutnya, lantaran industri kimia adalah industri dasar atau ibu dari semua industri hilir. Apabila produksi industri kimia dalam negeri berkurang atau terganggu, otomatis suplai bahan baku ke industri hilir juga akan terganggu. Akibatnya akan terjadi kekurangan barang jadi seperti tekstil, plastik, air bersih, dan lain-lain. Selanjutnya akan menyebabkan perlambatan manufaktur di Indonesia.
"Sebagai ibu dari semua industri hilir kelangsungan, kepastian dan kelancaran industri kimia sangat penting untuk ketahanan nasional," tuturnya.
Menurut Michael, persoalan bahan baku perlu menjadi perhatian utama. Banyak negara, bahkan negara-negara maju yang sudah memproteksi bahan baku dalam negeri dengan cara tidak melakukan impor. Hal ini perlu dilaksanakan demi melindungi industri kimia dalam negeri, mengingat industri kimia sebagai industri padat investasi dan butuh waktu cukup lama untuk membuat pabrik serta Break Event Point (BEP)-nya yang bisa menghabiskan waktu hingga 20 tahun.
“Jika negara tidak melindungi, Bagaimana industri ini bisa bertahan, baru beroperasi 3 tahun sudah di serang oleh produk-produk impor,” paparnya.
Begitu juga dengan sumber daya manusia, terdapat garis putus antara dunia pendidikan dengan industri. Saat membangun pabrik, perusahaan lebih mengutamakan para pekerja yang lokasinya tidak jauh dari pabrik. Faktanya sangat sulit untuk mendapatkan tenaga kerja yang sesuai kriteria sehingga harus didatangkan dari luar, khususnya mencari tenaga kerja bagi pabrik yang berlokasi di daerah-daerah.
"Setiap pabrik ingin mengambil tenaga kerja dari sekitar pabrik saja, tidak perlu mengambil tenaga dari luar, namun kembali kepersoalan kemampuannya yang tidak sesuai kriteria,” ujarnya.
Begitu juga dengan regulasi, menurut Michael adanya kepastian hukum berguna untuk menjaga kelangsungan industri kimia yang sudah eksisting. Ia berharap Kementerian Perindustrian melakukan pembinaan bagi industri kimia. Pasalnya industri ini merupakan industri yang padat modal sehingga harus dikelola secara serius dan sungguh-sungguh dengan mengikuti peraturan-peraturan yang ada.
"Kami harap ada pembinaan oleh Kementerian Perindustrian bagi industri kimia," katanya. (TN)