trustnews.id

PECAH REKOR, Neraca Dagang Agustus 2021 Surplus US$ 4,74 miliar
Kepala BPS Margo Yuwono

Surplus neraca dagang bulan Agustus 2021 tertinggi sepanjang masa.

Kabar mengejutkan datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait neraca perdagangan Indonesia. BPS melaporkan surplus neraca dagang pada Agustus 2021sebesar US$4,74 miliar. Ini berarti menjadi bulan ke-16 secara terus-menerus Indonesia mengalami surplus neraca dagang.

Capaian surplus ini jauh lebih tinggi dari surplus neraca dagang di bulan Juli 2021 yang sebesar US$ 2,59 miliar. Bahkan, realisasi surplus neraca dagang di bulan lalu itu adalah yang tertinggi sepanjang masa karena berhasil menggantikan surplus neraca dagang tertinggi yang dicetak pada Desember 2006. Kala itu, surplus neraca dagang capai US$4,64 miliar.

Bila dibandingkan dengan tahun lalu (year on year/yoy), capaian surplus neraca perdagangan Agustus 2021 lebih tinggi dari Agustus 2020 yang sebesar US$2,31 miliar. Begitu pula bila dibandingkan dengan Juli 2021 (month to month/mtm) yang surplus sebesar US$2,60 miliar, capaian sepanjang bulan lalu lebih tinggi.

Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, surplus neraca perdagangan sepanjang Agustus 2021 terjadi lantaran nilai ekspor lebih tinggi ketimbang impor. Tercatat ekspor Indonesia pada Agustus 2021 sebesar US$21,42 miliar, sementara impor mencapai US$16,68 miliar

"Ini capaian yang bagus," ujar Kepala BPS Margo Yuwono.

Harapannya terus berlanjut, karena sejak 2020 sampai Agustus 2021 kita mengalami surplus beruntun 16 kali. Dengan kinerja ini menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi berjalan seperti yang diharapkan,” terangnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (15/9).

Dengan demikian, bila menilik dari Januari 2021 hingga Agustus 2021, secara kumulatif neraca perdagangan mencatatkan surplus sebesar US$19,17 miliar. Jumlah ini lebih besar dari surplus pada periode sama tahun 2020 yang tercatat hanya US$10,96 miliar. Bahkan, di periode Januari-Agustus 2019, neraca dagang malah defisit US$2,06 miliar.

Margo mengatakan, laju ekspor yang meningkat 20,95 persen secara bulanan (mtm) dan 64,10 persen secara tahunan (yoy), sangat memberikan pengaruh terhadap kinerja neraca perdagangan.

"Penyumbang ekspor terbesar dari komoditas nonmigas adalah lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja," ujarnya.

Margo menyebutkan, nilai ekspor Agustus tahun ini merupakan rekor baru bagi Indonesia. Angka tertinggi sebelumnya terjadi pada Agustus 2011 sebesar USD 18,65 miliar.

"Rekor tertinggi 2011 sebesar USD 18,65 miliar. Sampai dengan sekarang itu paling tinggi di Agustus 2021, USD 21,42 miliar," ujarnya.

Kendati begitu, Margo belum mau menyimpulkan secara pasti apakah rekor ekspor ini terjadi berkat adanya pelonggaran PPKM. Menurut dia, hal itu masih perlu dikaji lebih dalam.

"Mobilitas penduduk di tempat kerja semakin bertambah, ekspor dan impor menggeliat. Tapi kalau melihat langsung dan tidak langsung harus dilihat lagi," ujar Margo.

Sementara itu, laju impor Indonesia pada Agustus 2021 tercatat hanya meningkat 10,35 persen secara bulanan (mtm) dan secara tahunan (yoy) meningkat sebesar 55,26 persen.

Selain itu, pergerakan laju ekspor-impor di Agustus 2021 dipengaruhi pula oleh dinamika ekonomi global yakni harga komoditas bergerak fluktuatif. Seperti harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang turun 6,06 persen secara bulanan (mtm), namun naik 62,86 persen secara tahunan (yoy).

Lalu pada komoditas nonmigas tercatat secara bulanan (mtm) terjadi kenaikan harga pada batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), kernel, alumunium, timah, karet, dan nikel. Kenaikan tertinggi terjadi pada batu bara sebesar 11,04 persen, CPO 6,85 persen, dan kernel 4,66 persen.

Sebaliknya, penurunan harga terjadi pada komoditas nonmigas tembaga sebesar 0,85 persen dan emas sebesar 1,25 persen secara bulanan (mtm).

Berdasarkan negaranya, surplus dagang terjadi dari Amerika Serikat mencapai US$1,51 miliar. Lalu diikuti dari India dan Filipina, masing-masing US$1,05 miliar dan US$584,3 juta. Sementara defisit dagang terjadi pada perdagangan dengan Australia sebesar US$453,9 juta, Thailand US$334 juta, dan China US$175,5 juta.

"Berbagai perkembangan harga komoditas ini tentu saja berpengaruh pada kinerja ekspor-impor dan neraca dagang Agustus," pungkas Margo. (TN)