Membangun industri kimia haruslah satu-kesatuan.
Making Indonesia 4.0. yang dicanangkan pemerintah memberi angin segar khususnya para pelaku industri kimia. Harap maklum, industri kimia termasuk industri yang masih bergumul dengan berbagai permasalahan. Salah satunya, insentif yang diberikan pemerintah baru dinikmati oleh industry kimia berskala besar, sedangkan yang kelas menengah justru terdesak oleh barang-barang impor.
“Industri kimia kelas menengah itu ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga, program insentif pemerintah tidak dinikmati malah terdesak sama barang-barang impor. Sementara insentif pemerintah dinikmati industri kimia yang besar-besar,” ujar Ketua Umum Asosiasi Industri Kimia Khusus Indonesia (AIKKI) Ridwan Adipoetra kepada Trust News.
Ridwan pun memberikan gambaran bahwa industri kimia terbagi tiga bagian, yakni bagian hulu (Hulu Petrochemical Industry), bagian tengah (Intermediate Petrochemical Industry) dan bagian hilir (Hilir Petrochemical Industry). Ketiga bagian ini harus berjalan beriringan, tidak bisa hanya salah satu bagian saja yang didahulukan untuk dibangun lalu bagian lainnya menyusul.
“Tidak bakalan keburu yang ada malah mati duluan. Sekarang yang hulu dan hilir dijagain, kalau bagian tengahnya dilupakan pasti akan macet. Harus berbarengan kalau ingin indutri kimia hidup, tidak mungkin dari hulu langsung loncat ke hilir. Kalaupun bisa pasti impor dan industri yang di tengah mati dan itu yang saya ingin katakan,” ungkapnya.
Bila serius ingin menekan masuknya bahan baku impor, menurut Ridwan, pemerintah memberikan perhatian yang sama baik itu industri hilir, industri menengah dan industri hulu. Sebagai gambaran, industri hilir menghasilkan produk toluene, benzene, ethyl benzene dan propylene.
Hasil produk tadi diolah industri menengah menjadi polietilena, ammonia, butena, dikloroetilen-vinil klorida, VCM dan PVC Resin. Bahan-bahan inilah yang dibutuhkan oleh industri hilir untuk diolah menjadi produk siap pakai oleh masyarakat seperti pupuk, alat kosmetik, bahan pelarut, cat, lilin, karet nilon dan berbagai jenis produk lain.
“Bila proses itu berjalan baik maka indutri hilir, industri tengah dan industri hulu tidak hanya hidup tapi tumbuh berkembang. Mengapa? Industri hulu tidak perlu repot impor bahan baku karena sudah disuplai oleh industri tengah, industri tengah tidak mati karena mendapat pasokan dari industri hilir. Semuanya satu kesatuan, begitu ada yang dihilangkan akan mengalami gangguan,” paparnya.
Satu hal yang tak kalah pentingnya, lanjutnya, sudah waktunya Indonesia menciptakan kawasan-kawasan khusus industri kimia terpadu. Bahkan Singapura dan Malaysia sudah jauh lebih dahulu membangun kawasan khusus industri kimia tersebut.
Meski diakuinya tidak mudah membangun satu kawasan khusus industry kimia dan membutuhkan waktu yang panjang. Kalaupun ada merupakan inisiatif dari masing-masing pelaku industri untuk mensiasati mahalnya harga tanah.
“Pemerintah harus meniru Singapura dan Malaysia yang membangun kawasan industry khusus kimia untuk mendukung industry nasional,” pungkasnya. (TN)