trustnews.id

Peran Bank Indonesia Jatim DUKUNG PEMULIHAN EKONOMI AKIBAT COVID-19
Budi Hanoto Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur
Jatim Bangkit

Peran Bank Indonesia Jatim DUKUNG PEMULIHAN EKONOMI AKIBAT COVID-19

DAERAH Rabu, 17 November 2021 - 06:10 WIB TN

Bank Indonesia Ikut bersama-sama membantu pemerintah untuk mengembalikan roda perekonomian. Sinergi dengan Pemprov Jatim, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan Badan Musyawarah Perbankan Daerah.

Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Kebijakan pemerintah khu susnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah menghentikan beberapa kegiatan ekonomi, tak ubahnya pukulan bertubi-tubi pada pegiat usaha, khususnya UMKM.

Kehadiran Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam perekonomian Indonesia memiliki tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia menggunakan instrumen bauran kebijakan (policy mix) yang terdiri atas kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, dan kebijakan sistem pembayaran untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang sehat, berkesinambungan dan inklusif.

Budi Hanoto, Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur, mengatakan, Bank Indonesia ikut serta secara aktif dalam upaya pemulihan ekonomi, baik nasional maupun daerah, secara makro.

Secara nasional, dijelaskannya, BI melakukan sinergi kebijakan dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan(OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui “satu prasyarat, lima strategi".

Kondisi satu prasyarat, yaitu vaksinasi dan disiplin protokol Covid-19. Sedangkan lima strategi/respon kebijakan mencakup pertama, pembukaan sektor produktif dan aman. Kedua, percepatan stimulus fiskal (realisasi anggaran).

Ketiga, peningkatan kredit dari sisi permintaan dan penawaran. Keempat, stimulus moneter dan kebijakan makroprudensial. Kelima, digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya UMKM.

"Posisi BI jelas dari sisi makro ekonomi dengan kondisi seperti krisis tersebut, bagaimana supaya inflasi terkendali dan nilai tukar stabil. Tidak ada kata lain, BI menurunkan suku bunga dan melonggarkan kebijakan moneter," ujar Budi Hanoto kepada TrustNews.

"Jadi pakemnya jelas yaitu kebijakan moneter yang akomodatif. Karena situasinya memang membutuhkan likuiditas, membutuhkan kelonggaran dan membutuhkan fleksibilitas untuk mendorong aktivitas ekonomi menjadi kondusif," paparnya.

Sedangkan dalam konteks pemulihan ekonomi Jawa Timur, lanjutnya, BI bersinergi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) se kabupaten dan kota di Jatim dengan menjaga ketersediaan, stok dan stabilitas harga, barang-barang utamanya barang kebutuhan pokok. Ini terkait dengan daya beli masyarakat yang rendah akibat pandemi dan kebijakan pemerintah dalam upaya memutus rantai penyebaran virus.

Dalam mengendalikan inflasi, Bank Indonesia wilayah Jawa Timur menerapkan 4K. Dimana 4K tersebut yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif.

"Dalam menjaga inflasi BI harus bersinergi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Jurusnya bisa macam-macam, tapi intinya 4K agar pasokan di daerah tetap terjaga ternasuk kelancaran distribusinya," ujarnya.

"Kelancaran distribusi ini sempat terganggu akibat dari kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Akibatnya bermunculan gudang-gudang, ini kita coba hilangkan dengan memberdayakan Toko Tani untuk memperlancar distribusi, keterjangkauan harga yang bisa dipantau," bebernya.

Pada sisi lain, pandemi Covid-19 yang diumumkan di penghujung 2019 telah mengubah arah sosial ekonomi global secara signifikan. Krisis kesehatan ini memberikan pukulan berat pada dunia usaha.

"Untuk melihat dampaknya, BI melakukan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Ternyata UMKM hampir 70 persen terdampak pandemi Covid-19. Itu terjadi karena penurunan volume penjualan, akibat kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)," ujarnya.

Melihat kondisi tersebut, lanjutnya, pemerintah mengeluarkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu, fleksibilitas APBN juga diperluas yaitu dengan izin pelebaran defisit di atas 3% hingga 2022 untuk mendukung kebutuhan dana penanganan dampak pandemi yang sangat besar.

Hingga akhir tahun 2020, realisasi program PEN mencapai Rp579,8 triliun, yang digunakan untuk membiayai berbagai program dalam enam kluster prioritas, yaitu Kesehatan, Perlindungan Sosial, Dukungan UMKM, Insentif Dunia Usaha, Sektoral K/L dan Pemda, dan Pembiayaan Korporasi.

"Pada program PEN ada restrukturisasi, kita bersama perbankan yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) langsung jemput bola untuk mendata UMKM yang mempunyai pinjaman khususnya pengguna Kredit Usaha Rakyat (KUR) diberikan penundaan pembayaran cicilan pokok pinjaman selama enam bulan," paparnya.

BI sendiri, lanjutnya, Mengikutsertakan UMKM dalam program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI) serta Gerakan Nasional Bangga Berwisata di Indonesia Aja (GBWI). Melalui kedua program ini BI berharap dapat mendongkrak optimisme para pelaku usaha dan pemerintah terhadap percepatan perbaikan ekonomi ke depan," jelasnya.

"Serta menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan masyarakat Indonesia, terhadap produk-produk lokal unggulan yang berkualitas dan bertaraf internasional," pungkasnya. (TN)