Prospek dan potensi ekonomi syariah yang sangat besar dalam membangkitkan ekonomi dari tekanan krisis di dalam negeri. BPRS HIK Insan Cita sibuk meresmikan kantor cabang dan berencana buka kantor cabang tiap tahun.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Harta Insan Karimah (HIK) Insan Cita mampu membuktikan kinerjanya yang cemerlang di masa pandemi Covid-19. Ini menegaskan prospek dan potensi ekonomi syariah yang sangat besar dalam membangkitkan ekonomi dari tekanan krisis di dalam negeri.
Tengok saja, dunia perbankan (khususnya konvensional) mengeluarkan jurus 'kencangkan ikat pinggang', BPRS HIK Insan Cita justru sibuk meresmikan kantor cabang Cibinong pada pertengahan September 2021 lalu.
Bahkan, manajemen perusahaan telah berancang-ancang, setiap tahunnya BPRS HIK Insan Cita dapat membuka kantor pelayanan di wilayah Kabupaten Bogor. Ini mengingat kondisi geografis Kabupaten Bogor yang sangat luas sehingga potensi pengembangan pasar perbankan syariahmasih sangat terbuka
Hadi Maulidin Nugraha, Direktur Utama Bank BPR Syariah HIK Insan Cita, menyampaikan, kinerja BPRS HIK Insan Cita di tahun 2021 tetap terjaga dengan baik dan memperlihatkan adanya pertumbuhan di tengah kondisi perekonomian yang menurun akibat dampak pandemi Covid-19.
"Di masa pandemi ini pertumbuhan kita lebih tinggi daripada konvensional. Baik dari sisi pertumbuhan, disi aset maupun dari sisi pihak ketiga pembiayaan," ujarnya Hadi Maulidin kepada TrustNews.
Menurutnya, secara aset sampai dengan bulan Agustus 2021 tercatat sebesar Rp 131 miliar, dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun berupa tabungan dan deposito mencapai Rp 116 miliar dan pembiayaan yang disalurkan Rp 113 miliar, dengan total jumlah nasabah sebanyak 18 ribu orang.
"Pertumbuhan tinggi itu disebabkan bank dengan sistem syariah tidak melayani atau memberikan pembiayaan pada usaha yang non halal. Seperti diskotik atau usaha yang menjual minuman keras. Sektor usaha ini mengalami masalah selama pandemi yang berdampak pada arus kas perusahaan termasuk pembayaran cicilan ke bank konvensional juga mengalami penurunan," paparnya.
Sebab itulah, lanjutnya, upaya membangun ekosistem halal menjadi sangat penting dan sekaligus jawaban dari dampak yang muncul akibat pandemi. Atau dengan kata lain, bank Syariah tidak memberikan pembiayaan terhadap jenis usaha yang non-halal (tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram).
"Kita sedang membangun ekosistem halal. Meski secara prospektif sebuah usaha itu memberikan keuntungan tapi bergerak di jenis yang tidak halal. Maka kita dan secara umum bank syariah tidak akan memberikan pembiayaan," ujarnya.
Hadi Maulidin yang juga tercatat sebagai Asosiasi Bank Syariah (Asbisindo) DPW Jabodetabek, mengutip data yang dikeluarkan OJK, selama pandemi Covid-19 industri perbankan syariah di Indonesia tetap tumbuh positif. Buktinya, sepanjang tahun lalu pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah mencapai 8,08 persen. Pertumbuhan tersebut berlanjut pada Januari 2021 yang mencapai 8,17 persen secara tahunan.
Hingga akhir 2020 lalu pangsa pasar perbankan syariah Indonesia berada di level 6,51 persen. Pencapaian itu meningkat pada Januari 2021 sebesar 6,55 persen. Data OJK pun menunjukan bahwa industri perbankan syariah memiliki aset sekitar Rp600 triliun dan mengelola DPK atau simpanan masyarakat sebesar Rp473 triliun.
Bahkan dalam kondisi pandemi pun, menurutnya, di tengah pandemi Covid-19, bank yang menerapkan sistem syariah masih menunjukan kinerja keuangan yang baik. Kontribusi aset perbankan syariah di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional menunjukan kenaikan 13,11 persen per tahun, kontribusi pembiayaan naik 8 persen dan kontribusi dana pihak ketiga (DPK) naik 11 persen. Hal ini menunjukkan bahwa literasi dan inklusi perbankan syariah semakin membaik.
"Perkembangan bank syariah di Indonesia telah menjadi perhatian dunia. Hal ini ditunjukkan dari penilaian majalah Forbes pada Mei 2021. Ada 3 bank syariah di Indonesia yang menjadi World Best Banks 2021," ujarnya.
Dia pun mengungkap soal digitalisasi keuangan terus berlanjut di tengah pandemi. Peningkatan akseptasi dan preferensi konsumen terhadap transaksi digital merupakan kabar baik bagi bank syariah.
"Memang harus di dorong untuk pengembangan digitalisasi. Sehingga kita bisa menjangkau lebih luas. Contohnya, bila ada urusan dengan bank (BPRS) harus datang langsung (tatap muka). Namun sejak pandemi membuat orang malas ke luar rumah dan segala sesuatunya dilakukan di rumah," ujarnya.
"Kondisi itu memaksa BPRS melakukan digitalisasi dan saat ini sudah banyak BPRS yang punya fitur mobile banking. Ini harus terus dikembangkan kedepannya," pungkasnya. (TN)